Kesehatan, Biomekanika, dan Arsitektur Akar Pohon Dipterokarpa Berukuran Besar dan Tua pada Lanskap Perkotaan di Kebun Raya Bogor
Date
2024-02-15Author
Rachmadiyanto, Arief Noor
Siregar, Iskandar Zulkarnaen
Karlinasari, Lina
Nandika, Dodi
Witono, Joko Ridho
Metadata
Show full item recordAbstract
Large and old trees play a pivotal ecological role within the ecosystem by offering crucial habitats for fauna and epiphytes, supporting nutrient cycles, and storing substantial amounts of carbon. Furthermore, the presence of these venerable trees in the urban landscape often represents an integral part of the city's historical narrative. Consequently, researchers and governments in various countries accord special attention to the existence and well-being of these trees as part of their conservation endeavors. However, in Indonesia, there needs to be more research on the characteristics of large and ancient trees in urban settings, particularly concerning their health, biomechanics, and root architecture. Information pertaining to the health, biomechanics, and architecture of tree roots is imperative for anticipating the risk of tree failure and formulating effective conservation strategies. In Indonesia, large and old trees, especially of the dipterocarp species, possess significant ecological and historical value in urban landscapes.
A comprehensive study was undertaken to evaluate the variability in the health, biomechanics, and root architecture of large and old dipterocarp trees within the urban landscape of the Bogor Botanic Gardens. Forty-five trees, classified as large (diameter at breast height (Dbh), ≥60 cm) and old (≥100 years), were carefully selected from the ex-situ conservation area. These trees, representing five genera (Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Shorea, and Vatica), served as the focal point for the study. To assess the health variability of the target trees, the Forest Health Monitoring (FHM) method, developed through a collaborative effort between the International Tropical Timber Organization (ITTO) and the Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO-BIOTROP), was employed. Additionally, the Visual Tree Health Assessment from the International Society of Arboriculture (ISA) was utilized. Subsequent to the health analysis, the biomechanics of the target trees were evaluated using the Euler and Ylinen critical bending height values, along with the safety factor. Concurrently, the root architecture of the trees was examined through the implementation of Object Mapper and Blender software, utilizing ground-penetrating radar (GPR) for detection.
The findings revealed a diverse age range among the target trees, spanning from 106 to 156 years. Some of these trees displayed distinctive buttresses, with a mean diameter at breast height (Dbh) of 95.6±50.3 cm, a height (H) averaging 33.9±9.7 m, and a crown diameter (Dc) of 15.9±7.6 m. Notably, tree height exhibited a positive correlation with Dbh and crown diameter. Instances of damage or defects were more prevalent on the lower-upper trunk (35.3%) and within the crown's trunk (29.4%). The primary types of damage identified were a) conk and advanced decay, b) exposed cavity, and c) termite galleries. These damages contributed to a reduction in tree trunk mass density to 84.9±23.5%. Despite these observations, all target trees were classified as experiencing light to healthy damage. Consequently, the risk rating calculation indicated that all target trees held a low failure risk rating (RR). Moreover, a significant correlation was observed between the damage index value (DIV) and RR, with a correlation coefficient of 0.93.
The research findings indicate that trees with bigger sizes and buttresses have greater trunk and crown weight loads (123.74 kN, 20,122.19 kN) compared to smaller trees without buttresses (10.60 kN, 3970.40 kN). The heavier the load on the tree trunk and crowns, the greater the risk of tree failure (1.13 ± 0.2). However, trees with buttresses have increased stability and can reduce the risk of failure due to external factors such as wind and rain. The critical bending height (Hcr) of large trees and those with buttresses is 58.9 and 58.8 m, respectively, which is higher than that of small trees and those without buttresses, which are only 33.5 and 42.6 m, respectively. The Hcr of a tree is usually higher than its actual height. It was also found that large, unbuttressed, and buttressed trees have very safe safety factors (Sf), with proportions of 55.9, 41.2, and 53.6%, respectively. Conversely, small target trees are primarily safe, with only less than a third considered dangerous trees (Sf ≤1.00). In other words, the majority of buttressed trees (68%) are in a safe condition.
The study detected tree roots at a maximum depth of 3.01 m from the ground surface (fgs) with an average depth of 1.08 m fgs. The most roots were found in the second pass (150 cm from the root collar), which then decreased as the distance from the root collar increased. Therefore, tree roots are more concentrated around the tree trunk. Moreover, the highest root density was detected at a depth of 101–150 cm fgs, and the roots were mainly lateral roots and oblique/heart roots, in addition to sinker roots. Sinker roots were present in almost all trees (93.3%) and served as crucial anchoring structures penetrating the ground. The weight roots were 79.1 ± 22.9 cm long and originated from the tip of the lateral roots or heart roots.
The majority of large and old dipterocarp trees in the Bogor Botanic Gardens demonstrated robust biomechanics and overall good health conditions. Despite this, the maintenance of their well-being necessitates regular health assessments, treatment for open wounds and weathering, and proactive measures to foster tree growth. Providing adequate space, nutrients, and protection against pests and diseases are pivotal aspects of comprehensive tree care. To enhance the ecological health of these trees, it is recommended to create bio pores beneath the crown perimeter. This practice can expedite the decomposition of organic material, increase nutrient availability, and stimulate root growth. Pohon besar dan tua memiliki peran ekologis yang sangat penting bagi ekosistem. Pohon tersebut menjadi habitat fauna dan epifit, mendukung siklus nutrisi, serta penyimpan karbon yang sangat berarti. Di samping itu keberadaan pohon berukuran besar dan tua di lanskap kota sering kali menjadi bagian penting dari sejarah kota tersebut. Itulah sebabnya keberadaan dan kesehatan pohon tersebut di beberapa negara selalu mendapat perhatian khusus dari para peneliti dan pemerintah sebagai bagian dari upaya konservasinya. Sementara itu, di Indonesia, penelitian tentang karakteristik pohon berukuran besar dan tua di lanskap kota dapat dikatakan tidak pernah dilakukan, khususnya terkait dengan kesehatan, biomekanika, dan arsitektur akarnya. Padahal informasi tentang kesehatan, biomekanika, dan arsitektur akar pohon sangat penting untuk memprediksi risiko kegagalan pohon tersebut, sekaligus untuk merumuskan upaya konservasinya. Di Indonesia pohon berukuran besar dan tua yang bernilai ekologis dan sejarah yang tinggi yang tumbuh di lanskap kota terutama dari jenis-jenis Dipterokarpa.
Suatu penelitian telah dilakukan untuk mengevaluasi variabilitas kesehatan, biomekanika, dan arsitektur akar pohon Dipterokarpa berukuran besar dan tua pada lanskap perkotaan di Kebun Raya Bogor. Dalam penelitian ini 45 pohon berukuran besar (Dbh ≥60 cm) dan berumur tua (≥100 tahun) yang tumbuh di areal konservasi ex-situ tersebut dan terdiri dari lima marga yaitu: Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Shorea, dan Vatica dipilih sebagai pohon sasaran. Analisis variabilitas kesehatan pohon sasaran dilakukan dengan adopsi dari metode Forest Health Monitoring (FHM) yang dikembangkan oleh International Tropical Timber Organization (ITTO) bekerja sama dengan Southeast Asian Regional Center for Tropical Biology (SEAMEO-BIOTROP) dan metode Visual Tree Health Assessment yang dikembangkan oleh International Society of Arboriculture (ISA). Selanjutnya, biomekanika pohon sasaran dianalisis menggunakan nilai tinggi tekuk kritis Euler dan Ylinen, serta safety factor-nya. Sementara itu, arsitektur akar dianalisis menggunakan software Object Mapper dan Blender, serta dideteksi menggunakan ground penetrating radar (GPR).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur pohon sasaran terendah adalah 106 tahun dan tertinggi adalah 156 tahun, sebagian berbanir, Dbh 95,6±50,3 cm, tinggi (H) 33,9±9,7 m, dan diameter tajuk (Dc) 15,9±7,6 m. Tinggi pohon berbanding lurus dengan Dbh dan diameter tajuk. Kerusakan atau cacat yang dijumpai pada pohon lebih banyak terjadi pada batang bawah-atas (35,3%) dan batang dalam tajuk (29,4%). Tipe kerusakan didominasi oleh a) konk dan pelapukan tingkat lanjut (advance decay); b) luka terbuka (exposed cavity); dan c) liang gerek rayap (termite galleries). Semua tipe kerusakan tersebut mengakibatkan penurunan kerapatan massa batang pohon menjadi 84,9±23,5%. Namun demikian semua pohon sasaran masih dalam kategori hanya mengalami kerusakan ringan sampai sehat. Sejalan dengan itu, hasil perhitungan peringkat risiko menunjukkan bahwa semua pohon sasaran memiliki peringkat risiko (PR) kegagalan yang rendah. Terungkap juga adanya korelasi antara nilai indeks kerusakan (NIK) dan PR dengan koefisien korelasi 0,93.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pohon dengan ukuran besar dan berbanir memiliki beban berat batang (123,74 kN) dan tajuk (20.122,19 kN) yang lebih besar dibandingkan pohon dengan ukuran kecil dan tidak berbanir (10,60 kN; 3970,40 kN). Semakin berat beban batang dan tajuk pohon semakin besar risiko kegagalan pohon tersebut (1,13±0,2). Namun demikian, adanya banir pada pohon tersebut mampu meningkatkan stabilitas pohon dan mengurangi risiko kegagalannya akibat tekanan eksternal seperti hujan dan angin. Tinggi tekuk kritis (Hcr) pohon berukuran besar dan berbanir yaitu masing-masing 58,9 dan 58,8 m lebih tinggi dibandingkan pohon berukuran kecil dan tidak berbanir yang masing-masing hanya 33,5 dan 42,6 m. Secara umum, Hcr pohon lebih tinggi dibandingkan tinggi aktualnya. Terungkap juga bahwa safety factor (Sf) pohon berukuran besar, tidak berbanir, dan berbanir didominasi oleh kondisi sangat aman, masing-masing dengan proporsi 55,9; 41,2; dan 53,6%. Sementara itu pohon sasaran berukuran kecil didominasi oleh kondisi aman. Hanya kurang dari sepertiga pohon sasaran yang masuk dalam kondisi pohon berbahaya (Sf ≤1,00). Dengan perkataan lain sebagian besar pohon berbanir (68%) berada dalam kondisi yang aman.
Akar pohon terdeteksi pada kedalaman maksimal 3,01 m dari permukaan tanah (dpt) dengan rata-rata kedalaman 1,08 m dpt. Jumlah akar terbanyak terdeteksi pada lintasan ke dua (150 cm dari leher akar), kemudian menurun dengan bertambahnya jarak dari leher akar. Dengan perkataan lain akar pohon lebih banyak terkonsentrasi di sekitar batang pohon. Sementara itu, kerapatan akar tertinggi terdeteksi pada kedalaman 101–150 cm dpt. Akar pohon lebih didominasi oleh akar lateral dan akar miring/oblique/heart roots, di samping ditemukan juga akar pemberat (sinker roots). Akar pemberat ditemukan pada hampir semua pohon (93,3%) dan berfungsi sebagai jangkar (anchor) yang menghunjam ke tanah. Akar pemberat tersebut memiliki panjang 79,1±22,9 cm yang berpangkal pada ujung akar lateral atau heart roots.
Sebagian besar pohon Dipterokarpa berukuran besar dan tua pada lanskap perkotaan di Kebun Raya Bogor dalam kondisi sehat dan memiliki biomekanika yang baik. Namun demikian pemeriksaan kesehatannya secara berkala serta penanggulangan luka terbuka dan pelapukan lanjut pada beberapa pohon sangat diperlukan. Di samping itu penyediaan ruang tumbuh dan sumber nutrisi untuk mendukung perkembangan pohon, serta perlindungan dari faktor pengganggu termasuk hama dan penyakit sangat dianjurkan. Pembuatan biopori di bawah lingkar tajuk juga disarankan untuk mempercepat dekomposisi bahan organik, menambah suplai nutrisi, dan merangsang perkembangan akar.
Collections
- DT - Forestry [347]