Efektivitas Restorasi Hidrologi Melalui Penyekatan kanal (Canal Blocking) pada Ekosistem Gambut di Berbagai Tipe Penggunaan Lahan
View/ Open
Date
2024-01-30Author
Silviana, Sinta Haryati
Saharjo, Bambang Hero
Sutikno, Sigit
Rusolono, Teddy
Metadata
Show full item recordAbstract
Pengeringan yang berlebihan (overdrain) dengan pembuatan kanal berdampak secara langsung pada penurunan tinggi muka air tanah (TMAT). Gambut yang sudah terlanjur kering tidak lagi memiliki kemampuan untuk menyerap unsur hara dan menyimpan air (irreversible drying), sehingga pada musim kemarau gambut sangat rentan terhadap bahaya kebakaran. Kebakaran tidak hanya memengaruhi fungsi hidrologi, tetapi juga berdampak pada karakteristik tanah, vegetasi dan kondisi keseluruhan lahan gambut. Untuk mengatasi masalah ini, salah satu tindakan restorasi lahan gambut yang sedang dilakukan adalah melalui penyekatan kanal (canal blocking). Penelitian tentang efektivitas restorasi hidrologi melalui penyekatan kanal di berbagai tutupan lahan sangat penting karena dampaknya yang luas dan beragam terhadap keberlanjutan ekosistem gambut. Oleh karenanya, hal ini menjadi tujuan dan fokus utama dalam penelitian ini. Hal ini mengingat bahwa manajemen hidrologi memiliki peran vital dalam menjaga stabilitas ekosistem gambut serta mengurangi risiko bahaya seperti kekeringan dan kebakaran hutan yang sering terjadi. Penelitian dilakukan di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau dari bulan November 2018 sampai dengan bulan Februari 2022. Pengambilan dan pengukuran data dilakukan secara langsung dengan membuat plot permanen pada gambut yang tidak terbakar (lahan sagu, lahan karet, dan hutan sekunder) dan pada lahan gambut bekas terbakar (bekas terbakar-1, bekas terbakar-2, bekas terbakar-3) yang juga sudah dilakukan penyekatan kanal. Penelitian ini membandingkan dua kondisi lahan yang berbeda. Kondisi pertama adalah lahan yang berbatasan langsung dengan penyekatan kanal atau diduga kuat terpengaruh oleh adanya penyekatan kanal (sisi kiri). Kondisi kedua adalah lahan yang tidak berbatasan langsung dengan penyekatan kanal atau diduga kurang terpengaruh oleh adanya penyekatan kanal (sisi kanan). Pengamatan dilakukan pada jarak 1 m, 10 m, 50 m, 100 m, 250 m dan 350 m dari kanal dan dilakukan setiap 2 minggu sekali. Adapun rincian pengamatan yang dilakukan adalah kondisi iklim pada lokasi penelitian, fluktuasi dan jarak pembasahan sebagai pembaruan dalam penelitian ini, karakteristik fisika tanah biomassa vegetasi termasuk pertumbuhan diameter vegetasi Hasil penelitian menunjukkan rapatnya kanopi berkontribusi pada konservasi tanah dan air yang ditandai dengan regulasi iklim mikro seperti suhu yang lebih rendah di permukaan tanah pada lahan tidak terbakar dibandingkan dengan lahan terbakar. Hasil penelitian terhadap fluktuasi TMAT menunjukkan TMAT tertinggi tercatat pada bulan Januari 2021 sedangkan TMAT terendah terjadi pada bulan September 2019 dan menunjukkan fluktuasi yang konsisten pada berbagai tutupan lahan. Jarak pembasahan bergantung pada tipe penggunaan lahan dan faktor cuaca yang memengaruhi TMAT sebagai sumber air. Pada lahan sagu dan hutan sekunder jarak pembasahan mencapai radius terjauh (>350 m) dari posisi penyekatan kanal disusul oleh karet (193 m), dan radius pembasahan pada bekas terbakar hanya berkisar 138 m atau terendah dibandingkan tipe penggunaan lahan yang lain. Adapun hasil penelitian terhadap karakteristik tanah menunjukkan pada berbagai tutupan lahan yang diamati tergolong jenis lahan gambut hemik dengan kadar serat berkisar 25-40% dan untuk rata-rata kadar air pada lahan sagu mempunyai kadar air tanah tertinggi berkisar antara 85,1 – 88,5 %, diikuti hutan sekunder berkisar 85,7 – 89,7 % dan lahan karet lahan berkisar 85,1 – 88 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan sekunder dan lahan terbakar semakin jauh dari kanal dapat meningkatkan biomassa vegetasi. Namun hal ini tidak terlepas dari sejumlah faktor yang memengaruhi, contohnya pada lahan karet yang menunjukkan keterbalikan. Adapun pertumbuhan diameter tanaman sagu cenderung lebih cepat ketika semakin dekat dari kanal baik pada sisi kiri dan kanan kanal. Pertumbuhan diameter batang sagu (Metroxylon sagu), batang pada tanaman hutan sekunder yang pada hal ini spesies tanaman Geronggang (Cratoxylum arborescens) dan batang karet (Hevea brasiliensis) selama periode tiga tahun mencapai petumbuhan diameter angka tertinggi secara berturut-turut sebesar 29,3 cm, 14,2 cm dan 16,8 cm. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena pertumbuhan tanaman dapat bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan lingkungan sekitarnya, termasuk akses air, kelembapan, dan karakteristik lingkungan tanah. Pada pembahasan biomassa permodelan alometrik sagu yang juga menjadi keterbaruan dalam penelitian ini didapatkan bahwa bagian batang tanaman memiliki kandungan biomassa tertinggi dibandingkan bagian lain dan hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif antara tinggi pohon sagu dengan nilai biomassa baik pada fase siap panen, fase dewasa dan fase pra-dewasa. Hasil permodelan yang dibagun dengan menggunakan hasil uji persamaan regresi non linear didapatkan persamaan 4 memiliki nilai R2 yang tinggi dibandingkan dengan persamaan lainnya yaitu 0,72 dengan persamaan alometrik biomasa sagu ABG = -6277.13 + 678.666 * Htotal – 15.6168 * Htotal ^ 2. Kata kunci: Gambut, kanal, vegetasi, tinggi muka air tanah, tanah
Collections
- DT - Forestry [347]