Show simple item record

dc.contributor.advisorMaarif, M. Syamsul
dc.contributor.advisorZulbainarni, Nimmi
dc.contributor.authorUmam, Saiful
dc.date.accessioned2024-01-07T23:57:43Z
dc.date.available2024-01-07T23:57:43Z
dc.date.issued2024-02-05
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/133973
dc.description.abstractIndonesia tercatat merupakan produsen ikan terbesar ke dua di dunia setelah Cina, dengan total produksi pertahun kurang lebih sebesar 7 juta ton dan berkontribusi sebesar 8,2% terhadap produksi perikanan tangkap dunia (FAO 2022). Estimasi potensi perikanan tangkap Indonesia yaitu sebesar 12,01 juta ton pertahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan yaitu 8,6 juta ton pertahun (KKP 2022). Salah satu ancaman pengelolaan perikanan yaitu kegiatanillegal fishingyang terjadi hampir diseluruh dunia. Berdasarkan Purwanto dan Wudianto,(2011) salah satu penyebab produksi ikan laut tidak optimal yaitu adanya penangkapan ikan secara illegal(illegal fishing).Indonesia diperkirakan mengalami kerugian akibatillegal fishingsebesar 30% dari potensi yang dimiliki dan kerugian yang dialami oleh Indonesia setiap tahunnya diperkirakan sebesar USD 3,125 juta atau Rp. 30 triliun per tahun (FAO, 2001). Menurut Setkab (2016)kerugian akibatillegal fishingdi Indonesia telah mengakibatkan kerugian ekonomi Indonesia sebesar 20 miliar dollar AS pertahun, termasuk mengancam 65%terumbu karang di Indonesia. Berdasarkan KKP (2023a) jumlah kapal yang melakukanillegal fishingdi Perairan Indonesia selama tahun 2015-2022 yaitu sebanyak 973 kapal yang terdiri dari kapal ikan berbendera asing sebanyak 509 kapal atau 52,3% dan kapal ikan berbendera Indonesia sebanyak 464 kapal atau sebesar 47,68%. Bagi Indonesiaillegal fishingmerupakan masalah serius dan menjadi ancaman pengelolaan perikanan yang merugikan secara ekonomi, sosial,ekologi dan kedaulatan negara, sehingga pemerintah sangat serius melalui berbagai kebijakan mencegah, mengurangi dan memberantasillegal fishing. Kebijakan pengawasan tersebut memerlukan biaya(cost)yang bersumber dari APBN sehingga hasil, manfaat dan dampaknya harus dapat disajikan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Dampak dan manfaat kebijakan pengawasan tersebut antara lain dalam hal keamanan sumber daya diperoleh dari peningkatan keuntungan(benefit)yang dapat dinilai.Upaya untuk megukur dampak dan manfaat dari pengawasan tersebut yaitu melalui valuasi ekonomi sebagai dasar untuk menyatakan bahwa kebijakan itu layak atau tidak layak serta memberikan manfaat yang disajikan dalam suatu nilai atau rasio, pemberian nilai dalam rupiah akan memudahkan bahwa kebijakan tersebut layak adanya. Metode penelitian yaitu menggunakan suplus produsen dimana analisis dilakukan pertahun menggunakan nilai biaya yang dikeluarkan dan penerimaan negara yang didapatkan selama pelaksanaan kebijakan. Kemudian untuk mengetahui dampak ekonomi dan sosial maka digunakan analisisExtended Cost Benefit Analysis (ECBA). Hasil identifikasi dampak kegiatanillegal fishingdi Indonesia yaitu berdampak terhadap ekonomi, sosial, ekologi dan kedaulatan negara. Sehingga kegiatan tersebut perlu dicegah, diberantas melalui kebijakan peningkatan kapasitas pengawasan. Hasil dari penelitian ini yaitu dampak kebijakan peningkatan pengawasan secara ekonomi yaitu (a) potensi penyelamatan nilai produksi perikanan tangkap sebesar Rp.1,8 Triliunper tahun, (b) potensi penyelamatan penerimaan pemerintah dari PNBP perikanan sebesar Rp.4,7 miliar per tahun, (c) penyelematan pajak sektor perikanan sebesar Rp.9,2 miliar per tahun.Secara sosial yaitu (a) potensi penyelamatan pendapatan dari tenaga kerja ABK sebesar Rp.205,8 miliar per tahun, (b) potensi penyelamatan Bahan Bakar Minyak (BBM) yaitu sebesar Rp.268,7 miliar pertahun. Berdasarkan analisis dengan Extended Cost Benefit Analysis(ECBA) pengawasan dengan kondisi sebelum dilakukan peningkatan memberikanbenefitsebesar (minus) Rp.456,4 miliar dan setelah dilakukan peningkatan pengawasan akan memberikan benefit sebesar Rp.1,1 Triliun. Sehingga kebijakan kegiatan peningkatan pengawasanillegal fishinglayak untuk dilanjutkan. Implikasi hasil penelitian tersebut pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pengawasanillegal fishingdilaut, melalui (a) menambah sarana dan prasarana pengawasan di laut yaitu kapal pengawas dan teknologi pengawasan agar pengawasan dilaut lebih efektif dan efisien dan (b) meningkatkan intensitas frekuensi pengawasan dilaut dengan mengedepankan penggunan data dan informasi satelit, hasil pengawasan udara(airborne surveillance). Kemudian untuk pelaku bisnis perikanan laut untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak memperburukillegal fishingdi laut. Selain dampak yang diukur dari ekonomi dan sosial, kebijakan pengawasan juga memberikan manfaat tidak teraba(intangible benefit)maka keberadaan pengawasan di laut(present at sea)akan berpengaruh terhadap kepatuhan pelaku illegal fishingserta keamanan dan kenyamanan pelaku bisnis. Pemerintah perlu merumuskan dampak berupa nilai(value)dari hasil kegiatan pengawasan terhadap sumber daya dalam bentuk valuasi agar kinerja program pengawasan dapat diterima di publik dan mudah dipahami dengan baik. Agar memperoleh nilai kerugian dan dampak dari kegiatanillegal fishingyang lebih kompherensif maka perlu dilakukan penelitian dengan variabel yang lebih luas terhadap dampak ekonomi dan sosial serta penelitian dampak dalam bidang ekologi dan kedaulatan negara.id
dc.description.abstractIndonesia is recognized as the second-largest fish producer globally,following China, with an annual production of approximately 7 million tons,contributing 8.2% to global capture fisheries production (FAO, 2022). The estimated potential for Indonesia's capture fisheries is 12.01 million tons per year,with an allowable catch of 8.6 million tons per year (KKP, 2022). One of the threats to fisheries management is illegal fishing, a global phenomenon. According to Purwanto and Wudianto (2011), one of the reasons for suboptimal marine fish production is illegal fishing. Indonesia is estimated to suffer a 30% loss of its fishing potential due to illegal fishing, resulting in an annual loss of USD 3,125 million or IDR 30 trillion (FAO, 2001). Setkab (2016) reported that illegal fishing in Indonesia had caused an annual economic loss of USD 20 billion, threatening 65% of coral reefs in the country. According to KKP (2023a), the number of vessels engaged in illegal fishing in Indonesian waters from 2015 to 2022 were 973, comprising of 509 foreign-flagged vessels (52.3%) and 464 Indonesian-flagged vessels (47.68%). For Indonesia, illegal fishing poses a serious problem, jeopardizing fisheries management in terms of economic, social, ecological, and national sovereignty aspects. Consequently, the government has taken serious measures through various policies to prevent, reduce, and eradicate illegal fishing. The surveillance policy incurs costs from the State Budget (APBN), requiring the presentation and accountability of its outcomes, benefits, and impacts to the public. The impacts and benefits of the surveillance policy include enhanced resource security obtained from increased profits that can be assessed. The effort to measure the impacts and benefits of this surveillance is derived through economic valuation as a basis for determining the policy's feasibility, demonstrating the presented benefits in terms of a specific value or ratio. Expressing these values in Indonesian rupiah facilitates the assessment of the policy's worthiness. The research methodology utilizes the producer surplus method, where the analysis is conducted annually using the cost incurred and the generated state revenue during the policy implementation. In order to determine the economic and social impacts, the Extended Cost Benefit Analysis (ECBA) is applied. The results of the identification of the impacts of illegal fishing activities in Indonesia show effects on the economy, society, ecology, and national sovereignty. Therefore, these activities need to be prevented and eradicated through increased surveillance capacity policies. The result of this study indicates that the economic impact of enhanced surveillance policies includes: (a) the potential savings of capture fisheries production value amounting to IDR 1.8 trillion per year, (b) potential savings in government revenue from fisheries Non-Tax Revenue (PNBP)amounting to IDR 4.7 billion per year, and (c) savings in fisheries sector taxes amounting to IDR 9.2 billion per year. Socially, the potential savings include: (a)potential income savings for fishery crew members (ABK) amounting to IDR 205.8 billion per year, and (b) potential savings in fuel (BBM) amounting to IDR 268.7 billion per year. Based on Extended Cost Benefit Analysis (ECBA), surveillance under pre-improvement conditions yields a benefit of (minus) IDR 456.4 billion, while after the improvement of surveillance, it results in a benefit of IDR 1.1 trillion. Therefore,the policy of enhancing illegal fishing surveillance is deemed worthy of continuation. The implications of these research findings suggest that the government needs to enhance its capacity for illegal fishing surveillance at sea by (a) adding surveillance facilities at sea, such as surveillance vessels and surveillance technology, to make sea surveillance more effective and efficient, and (b)increasing the frequency of sea surveillance with an emphasis on the use of satellite data and information, as well as airborne surveillance results. Additionally,businesses engaged in maritime fisheries should comply with existing regulations to avoid exacerbating illegal fishing at sea. In addition to the measured economic and social impacts, surveillance policies also provide intangible benefits. The presence of sea surveillance affects the compliance of illegal fishing actors and the security and comfort of business actors. The government needs to formulate impact values from surveillance activities on resources in the form of valuation to ensure that the performance of the surveillance program is accepted by the public and easily understood. To obtain a more comprehensive understanding of the losses and impacts of illegal fishing activities, research with broader variables on economic and social impacts, as well as research on ecological and national sovereignty impacts, is necessary.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcIllegal Fishing,PengawasanIllegal Fishing,ECBAid
dc.titleValuasi Dampak Kebijakan Pengawasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing)terhadap Bisnis Perikanan lautid
dc.title.alternativehe Valuation Impact Illegal Fishing Surveillance Policies on Marine Fisheries Businessid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordIllegal Fishingid
dc.subject.keywordIllegal Fishing surveillanceid
dc.subject.keywordECBAid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record