Show simple item record

dc.contributor.authorSetiajiati, Fitta
dc.date.accessioned2023-11-09T07:47:55Z
dc.date.available2023-11-09T07:47:55Z
dc.date.issued2023
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/131499
dc.description.abstractSejak awal abad ke-20, kelapa sawit mulai dibudidayakan secara besar-besaran dan diproduksi secara komersial pada perkebunan di seluruh dunia (Meijaard et al. 2020). Total area yang ditanami kelapa sawit di seluruh dunia diperkirakan 21 juta hektar, dengan Asia Tenggara adalah 18,7 juta ha dan Indonesia memiliki 12 juta ha (Descals et al. 2021). Ekspor dari Asia Tenggara dan Indonesia mencapai lebih dari 85% dari produksi minyak sawit global (Qaim et al. 2020). Konversi hutan menjadi kelapa sawit baru-baru ini menjadi ancaman serius terhadap ekosistem hutan tropis seperti di Indonesia (Fitzherbert et al. 2008). Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa dapat menyebabkan terjadinya hilangnya spesies sehingga terjadi perubahan fungsi ekosistem (Barnes et al. 2014). Konversi juga berampak pada perubahan kondisi lingkungan seperti terjadinya pencemaran air, erosi tanah, dan pencemaran udara (Utami et al. 2017). Meskipun demikian, budidaya kelapa sawit dapat meningkatkan pendapatan dan penghidupan masyarakat lokal Indonesia (Feintrenie et al. 2010, Qaim et al. 2020). Hal ini karena kelapa sawit merupakan penghasil minyak yang serbaguna dan paling produktif dibandingkan tanaman lainnya (Wahid et al. 2005). Ekspansi kelapa sawit ini terjadi di beberapa daerah di Indonesia salah satunya Kalimantan tengah. ...id
dc.language.isoidid
dc.titleRantai Nilai Kelapa Sawit Di Kabupaten Katingan Dan Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengahid
dc.typeArticleid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record