Kecernaan secara in vitro beberapa sumber protein yang direaksikan dengan tanin daun Calliandra calothyrsus
View/ Open
Date
2000Author
Abdurohman, Dindin
Girindra, Aisjah
Wina, Elizabeth
Metadata
Show full item recordAbstract
Kadar protein yang cukup tinggi dalam daun kaliandra (25,98%) tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh ternak ruminansia. Hal ini disebabkan adanya zat antinutrisi, yaitu senyawa tanin, yang cukup tinggi (11%). Protein akan berikatan dengan senyawa tanin membentuk kompleks yang stabil sehingga tidak bisa dicerna oleh usus halus. Penambahan bahan pakan sumber protein yang kandungan taninnya rendah, seperti daun gamal dan bungkil kedelai, akan mengikat tanin bebas membentuk ikatan yang lemah. Keberadaan tanin yang membentuk ikatan lemah dengan protein akan berdampak positif, yaitu sebagai senyawa "pelindung" protein terhadap aktivitas mikrob rumen yang disebut protein by-pass. Ikatan ini akan pecah pada pascarumen akibat pengaruh asam. Hal ini dapat meningkatkan pemanfaatan protein oleh ruminansia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini (metode in vitro) meliputi dua tahap, yaitu tahap pengujian ikatan protein tanin untuk mendapatkan tanin optimal yang bisa menurunkan kecernaan bahan kering dan tahap pengujian pengaruh bakteri toleransi tanin (untuk pembanding terhadap kemampuan mikroorganisme yang terdapat dalam cairan rumen), formaldehida (sebagai pembanding terhadap agen pelindung tanin), dan larutan pepsin HCl untuk membuktikan bahwa ikatan tanin-protein akan terlepas. Kadar tanin optimal yang diperlukan untuk membentuk protein by-pass (yang menyebabkan
penurunan kecernaan bahan kering (KCBK) terendah) daun gamal, isolat protein gamal, bungkil kedelai, dan isolat protein kedelai adalah masing-masing 6%, 8%, 8%, dan 8%. Kemiringan garis hubungan kecernaan bahan kering dari daun gamal (-0,97) lebih besar dari isolat proteinnya (-0,39) serta bungkil kedelai (-1,06) juga lebih curam daripada isolat proteinnya (-0,65). Adapun nilai KCBK daun gamal lebih besar daripada proteinnya sedangkan bungkil kedelai justru lebih rendah.
Bobot tanin terlarut sebagai indikasi terlepasnya ikatan tanin-protein pada perlakuan daun gamal dan bungkil kedelai yang diinkubasi selama 48 jam dalam cairan rumen dan dalam isolat bakteri toleransi tanin tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada selang kepercayaan 95%. Pada daun gamal bobot tanin selama waktu inkubasi 48 jam cenderung mengalami kenaikan, tetapi pada bungkil kedelai justru mengalami penurunan. Bobot tanin pada perlakuan menggunakan kasein mengalami peningkatan yang nyata selama 48 jam yang memperlihatkan lemahnya ikatan tanin-kasein dibandingkan daun gamal dan bungkil kedelai. Secara umum kemampuan bakteri isolat tanin dengan cairan rumen (yang sudah diadaptasikan dengan pakan berkadar tanin tinggi) tidak berbeda nyata. Pengukuran tanin terikat residu
setelah diinkubasi dalam larutan pepsin-HCl ternyata negatif. Ikatan tanin dengan protein daun gamal lebih kuat daripada bungkil kedelai dan lebih kuat daripada kasein terhadap degradasi mikroorganisme rumen. Kesulitan terdegradasi dalam cairan rumen ini, ternyata dalam larutan pepsin daun gamal-tanin lebih mudah terurai. Tanin sebagai agen pelindung ini sifatnya berlawanan dengan sifat formaldehida dalam melindungi dari degradasi dalam cairan rumen dan larutan asam pepsin.
Collections
- UT - Chemistry [2035]