Potensi infeksi trematoda secara alamiah pada ayam (Gallus domesticus), itik (Anas domesticus) dan itik manila (Cairina moschata) untuk pengendalian fasciolosis dengan cara biologi
Abstract
Menurut Anonimous (1974), fasciolosis merupakan penyakit ternak yang menmpati urutan kedua setelah Tetelo yang paling banyak menimbulkan kerugian ekonomi. Kerugian ekonomi akibat fasciolosis ini tidak kurang dari 516 miliar rupiah pertahun dari tahun 1986 sampai dengan tahun 1990 (Anonimous, 1991). Pengendalian fasciolosis dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidup dari Fasciola gigantica melalui pemberantasan siput sebagai inang antaranya, pencegahan penyebaran telur atau larvanya maupun pemberantasan cacing dewasa di dalam tubuh induk semangnya baik dengan cara fisik, kimia ataupun dengan cara biologi. Salah satu strategi pengendalian fasciolosis pada ternak ruminansia di Indonesia adalah menggunakan itik (Anas domesticus) sebagai penyedia larva trematoda yang berperan sebagai kompetitor terhadap larva F. gigantica di dalam mendapatkan siput Lymnaea rubiginosa. Namun penggunaan itik ini dapat meningkatkan kasus gatal-gatal pada petani sebagai akibat dari infeksi larva trematoda dari famili Schistosomatidae yang berasal dari siput tersebut. Untuk itu perlu dicari agen biologi alternatif lainnya sebagai pengganti itik.
Dalam penelitian digunakan 3 jenis unggas yaitu: ayam (Gallus domesticus), itik (A. domesticus) dan itik manila (Cairina moschata). Ketiga jenis unggas tersebut berasal dari Kecamatan Surade yang diambil dengan cara sampling sebanyak 15 ekor untuk setiap jenis unggas. Setiap pagi dan sore hari selama tiga hari berturut-turut tinja diambil dan ditimbang untuk diperiksa telur tiap gram tinja (ttgt) dengan metode pengendapan dan total produksti telur trematoda. Pada hari ketiga, semua hewan percobaan dibunuh untuk mengidentifikasi dan menghitung cacing trematoda yang terdapat pada organ hati dan saluran pencernaan.
Hasil penelitian menunjukkan total produksi telur cacing trematoda yang tertinggi ada pada itik manila, diikuti oleh itik dan terendah pada ayam dengan nilai berturut-turut: 11.493; 5.840 dan 4.445. Rataan jumlah cacing trematoda terbanyak terdapat pada itik manila diikuti oleh ayam dan terendah pada itik dengan jumlah masing-masing: 123,1; 55,9 dan 50,1 dengan angka prevalensi 93,3 %, 100 % dan 86,7%. Dari hasil identifikasi cacing trematoda ditemukan sebanyak tujuh genera dari ketiga jenis unggas tersebut. Itik memiliki jenis cacing trematoda yang terbanyak dibandingkan dengan ayam dan itik manila. Sedangkan ayam dan itik manila memiliki jumlah jenis cacing trematoda yang sama.