dc.description.abstract | Kebutuhan konsumsi masyarakat akan bahan pangang semakin meningkat.
Hal ini merupakan peluang usaha bagi pelaku bisnis dengan membuka usaha yang
berbasis pada penyediaan bahan pangan seperti restoran, fast food, dan rumah
makan. Semakin banyaknya usaha ini mengakibatkan persaingan semakin tinggi,
sehingga diperlukan adanya peningkatan citra yang melekat pada konsumen agar
mereka tidak beralih ke rumah makan lain. Atribut utama citra rumah makan adalah
harga jual. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan harga jual adalah
kenaikan harga input yang berdampak pada naiknya biaya produksi. Hal ini
menyebabkan penurunan citra rumah makan tersebut dan pada akhirny a
menyebabka n konsumen berpindah tempat untuk mencari rumah makan yang baru.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kenaikan harga
input maksimum yang menyebabkan keuntungan (nilai tambah bersih) sama dengan
nol dan untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang diciptakan dari pengolahan
ayam kampung menjadi ayam panggang di Rumah Makan Ayam Panggang
GALUGA 2.
Penelitian ini merupakan studi kasus di Rumah Makan Ayam Panggang
GALUGA 2. Data diambil pada bulan Agustus-September 2004 di Rumah Makan
Ayam Panggang GALUGA 2, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Analisis data
yang digunakan adalah analisis biaya, analisis titik impas, analisis nilai tambah, dan
analisis sensitifitas.
Data basil penelitian menunjukkan, besarnya biaya tetap dan biaya variabel
pengolahan ayam panggang di Rumah Makan Ayam Panggang GALUGA 2 adalah
sebesar Rp 63.256.748,97. Total biaya tetap pengolahan ayam panggang sebesar
Rp 6.908.648,97 atau 10,92 persen dengan komponen terbesar penyusun biaya tetap
yaitu pada biaya pemasaran (biaya tenaga kerja tidak langsung) sebesar Rp
3.662.100,00 atau 5,79 persen, biaya administrasi dan umum sebesar Rp 828.000,00
atau 1,32 persen, dan biaya sewa tanah sebesar Rp 6001.120,00 atau 0.95 persen dari
total biaya. Biaya variabel total pengolahan ayam panggang adalah sebesar Rp
56.348.100,00 atau 89,08 persen. Komponen terbesar penyusun biaya variabel
terdapat pada biaya bahan baku utama sebesar Rp 43.890.000,00 atau 69,38 persen,
biaya bahan penolong Rp 7.329.000,00 atau 11,59 persen, dan biaya tenaga kerja
Iangsung sebesar Rp 2.973.750,00 atau 4,70 persen dari total biaya. Besarnya nilai
biaya variabel ini menunjukkan, bahwa kegiatan pengolahan ayam panggang di
Rumah Makan Ayam Panggang GALUGA 2 membutuhkan biaya operasional yang
tinggi untuk dapat melaksanakan kegiatan produksinya secara kontinu.
Nilai titik impas pengolahan ayam panggang di Rumah Makan Ayam
Panggang GALUGA 2 yaitu sebesar 643,13 ekor yang setara dengan nilai
penjualan sebesar Rp 19.293.813,18. Pada nilai penjualan tersebut Rumah Makan
Ayam Panggang GALUGA 2 tidak mengalami kemgian danjuga belum memperoleh
keuntungan. Untuk mengetahui apakah tingkat penjualan aktual telah melebihi
tingkat penjualan impas, perlu dibandingkan antara kedua tingkat penjualan tersebut.
Nilai penjualan aktual rumah makan sebesar 2.926,00 ekor atau setara dengan nilai
penjualan Rp 87.780.000,00, sedangkan nilai penjualan pada titik impas adalah
sebesar 643,13 ekor atau setara dengan nilai penjualan Rp 19.293.813,18, sehingga
terdapat selisih antara penjualan aktual dengan penjualan impas sebesar 2.282,87
ekor atau setara dengan nilai penjualan Rp 68.486.186,82. Persentase nilai selisih
penjualan aktual dengan penjualan impasnya adalah sebesar 354,96 persen atau tiga
kali lebih besar dari penjualan pada titik impasnya. Hal ini menunjukkan, bahwa
kegiatan pengolahan ayam panggang di Rumah Makan Ayam Panggang GALUGA
2 telah memberikan keuntungan.
Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ayam kampung menjadi ayam
panggang di Rumah Makan Ayam Panggang GALUGA 2 sebesar Rp 9.397,47 per
ekor bahan baku. Besarnya rasio nilai tambah pengolahan ayam panggang adalah
31,32 persen, yang artinya untuk setiap Rp 100,00 dari nilai output yang dihasilkan
terdapat nilai tambah sebesar Rp 31 ,32. Nilai tambah yang diciptakan dari
pengolahan ini, selanjutnya didistribusikan kepada pemilik rumah makan yang
berupa keuntungan dan kepada tenaga kerja langsung yang berupa pendapatan tenaga
kerja langsung. Pendapatan tenga kerja Iangsung yang diperoleh per ekor bahan baku
ayam kampung adalah sebesar Rp 1.016,32 atau 10,81 persen dan keuntungan yang
diperoleh pemilik rumah makan adalah sebesar Rp 8.381,15 per ekor bahan baku
ayam kampung atau 89, 19 persen dari nilai tambah yang dihasilkan.
Pada analisis sensitifitas, istilah harga faktor produksi digunakan untuk
menunjukkan komponen biaya. Faktor produksi yang dianalisis hanya faktor
produksi yang mempunyai persentase relatif besar dalam struktur biaya total
pengolahan ayam panggang, sehingga perubahan nilai biaya atau harganya
berpengaruh signifikan terhadap besamya nilai tambah yang diperoleh. Dalam ha!
ini adalah biaya bahan baku ayam kampung dan sumbangan input lain. Tingkat
kenaikan harga faktor produksi yang menyebabkan keuntungan pengolahan ayarn
panggang di Rumah Makan Ayam Panggang GALUGA 2 sama dengan no] (tingkat
kenaikan maksimurn) dicapai pada kenaikan harga bahan baku ayam kampung
sebesar 55,87 persen, kenaikan sumbangan input lain sebesar 149,59 persen, dan
pada kenaikan harga bahan baku dan sumbangan input lain secara bersama-sama
sebesar 40,68. Rata-rata nilai tambah yang diciptakan pada kondisi ini adalah sebesar
Rp 1.016,32 atau 3,39 persen dari nilai outputnya. | id |