Show simple item record

dc.contributor.authorHariswan, Andy
dc.date.accessioned2010-05-05T11:49:03Z
dc.date.available2010-05-05T11:49:03Z
dc.date.issued2002
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12671
dc.description.abstractDalam tiga dasawarsa terakhir ini, harimau telah banyak menarik perhatian dunia internasional. Keberadaan hewan mengagumkan ini di alam sudah mencapai tingkat yang paling kritis. Tiga dari 8 sUb-spesies yang pernah ada telah dilaporkan punah dari permukaan bumi. Ketiga subspesies tersebut adalah sub spesies harimau Kaspia (Panthera tigris virgata), harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali (Panthera tigris balica). Kemusnahan sub-spesies harimau ini disebabkan oleh perbuatan manusia seperti perburuan, perusakan habitat asli serta perdagangan harimau untuk berbagai kepentingan. Lima sub-spesies harimau terakhir yang ada saat ini juga akan mengalami nasib yang sama apabila tidak dilakukan upaya konservasi. Kondisi tersebut mencapai titik kulminasi pada tahun 1975 ketika CITES (Convention on International Trade In Endangered Species) memasukkan hewan ini kedalam daftar Appendix I yaitu kategori hewan yang sangat dilarang untuk diperdagangkan baik pada tingkat nasional maupun internasional. Badan internasional lain yang merupakan badan dibawah pengawasan PBB yaitu IUCN (International Union/or Conservation o/Nature and Natural Resources) juga memasukkan hewan ini kedalam daftar merah yang memuat hewan-hewan yang terancam kepunahan. Atas dasar di atas kemudian muncul berbagai respon dari pihak yang peduli pada upaya pelestarian dan mencegah kepunahan satwa langka tersebut. Sebagai contoh adalah keluarnya perundang-undangan dalam kerangka strategi konservasi yang melarang pemusnahan harimau di setiap negara yang memiliki habitat asli spesies harimau dan hal tersebut berlaku bagi Indonesia. Di Indonesia respon yang dilakukan terhadap pelestarian spesies harimau dilakukan setelah dua sub spesies dari tiga sub spesies yang pernah ada di Indonesia dinyatakan punah. Indonesia pernah memiliki tiga sub spesies dari delapan sub spesies harimau dunia. Sub spesies harimau Bali (Panthera tigris balica) telah dinyatakan punah sekitar tahun 1940-an dan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) diperkirakan punah pada akhir tahun I 970-an. Sedangkan sub spesies terakhir yang dimiliki Indonesia adalah harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Dalanl rangka mendukung program konservasi satwa harimau sumatera, kemudian dibentuk strategi konservasi Harimau Sumatera. Sasaran utama dari strategi ini adalah untuk mengembangkan dan menjamin kelangsungan hidup dari harimau Sumatera liar dalam jangka waktu yang panjang di Indonesia. Strategi ini memiliki dua komponen yang berbeda yaitu : komponen in situ dan komponen ex situ. Komponen in situ mengutamakan tanggung jawab atas perlindungan populasi harimau Sumatera liar (di alam lepas) dan kelangsungan hidupnya serta ditambah pula dengan pengembangan strategi dalam memelihara populasinya. Komponen ex situ mengutamakan tanggung jawab dalam pengembangan populasi dari harimau Sumatera yang ada di dalam kebun binatang (penangkaran) serta mengatur populasi, penyakit dan kemurnian genetik dalarn mengembalikan keutuhan dari populasi liar. Konservasi harimau Sumatera yang telah dilakukan memberikan titik terang dalam upaya menyelamatkan keberadaan harimau Sumatera yang ada. Peningkatan populasi harimau Sumatera didapat apabila dilakukan upaya yang cukup maksimal, dan keberhasilan dalam menyelamatkan satwa ini akan dicapai. Namun hal yang masih perlu ditingkatkan dalam upaya konservasi harimau Sumatera adalah memeasyarakatkan program konservasi kepada seluruh lapisan masyarakat guna menumbuhkan kesadaran dalam menjaga kelestarian harimau Sumatera.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleUpaya Penyelamatan Satwa Liar Indonesia Melalui Konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)id
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record