Model pengembangan hutan mangrove sebagai baseline sumberdaya dan jasa lingkungan mangrove dalam menunjang pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta.
Date
2023Author
Tandio, Tjondroargo
Kusmana, Cecep
Fauzi, Akhmad
Hilmi, Endang
Metadata
Show full item recordAbstract
Pada tahun 2015 sebanyak 193 negara anggota PBB telah mengadopsi kesepakatan dalam skema Agenda 2030 yang mencakup tujuan dan target universal yang komprehensif, terintegrasi, dan transformatif. Agenda ini bertujuan untuk menghapus kemiskinan dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Konsep pembangunan yang berkelanjutan mencakup tiga dimensi yang saling terkait dan seimbang, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs) (Mayang 2019). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu pendekatan pembangunan yang multidimensi, yang mempertimbangkan kepentingan generasi mendatang, pemenuhan kebutuhan saat ini, dan mengutamakan keadilan, kenyamanan, dan kelestarian dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Agenda 2030 ini merupakan negara yang memiliki kekayaan jasa lingkungan alam yang meliputi berbagai jenis hutan seperti hutan mangrove dan hutan pegunungan, serta keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna. Potensi hutan Indonesia menyediakan berbagai jasa lingkungan, termasuk sebagai penyedia bahan baku industri kayu, pulp, dan lain sebagainya. Berbagai jasa ekosistem mangrove tersebut diantaranya adalah manfaat/fungsi ekologis sebagai hasil dari hubungan timbal-balik yang dinamis dalam lingkungan hidup. Manfaat ini meliputi potensi tumbuhan, binatang, jasa renik, dan lingkungan non-hayati yang dapat dinikmati oleh masyarakat pesisir. Proses kerusakan ekosistem mangrove di Jakarta dapat dilihat pada proses kerusakan yang cenderung meningkat. Pada tahun 1973, hutan mangrove di wilayah DKI Jakarta menyebar hampir sepanjang garis pantai. Namun, selama 20 tahun kemudian, pada tahun 1993, terjadi perubahan yang sangat signifikan. Selanjutnya, setelah 22 tahun pada tahun 2015, terjadi perubahan namun tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2015 juga dapat dilihat perubahan bentuk garis pantai, dimana wilayah Muara Angke mengalami penambahan garis pantai karena merupakan lokasi pelabuhan yang dibangun di kawasan tersebut. Jakarta sebagai ibu kota hanya memiliki kawasan hutan mangrove di bagian utara wilayahnya, yang perlu dipertahankan keberadaaanya dan dikurangi tingkat kerusakan nya. Berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove di antaranya adalah tekanan populasi manusia, eksploitasi produk kayu, dan konversi lahan menjadi tambak. Tujuan utama dari penelitian ini adalah membuat model pengembangan hutan mangrove sebagai baseline sumberdaya dan jasa lingkungan mangrove dalam menunjang pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka tujuan antara yang perlu dicapai secara bertahap adalah:
1. Menganalisa kawasan mangrove aktual dan potensial tersedia di pantai utara Jakarta.
2. Mengidentifikasi variable kunci model pengembangan mangrove dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
3. Menganalisis posisi, peran dan sikap para aktor dalam membangun model pengembangan mangrove dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
4. Membuat permodelan pengembangan mangrove yang menunjang pembangunan berkelanjutan berdasarkan indikator SDGs
Metode penelitian yang dipergunakan adalah memetakan kawasan mangrove aktual dan potensial. Memetakan dan memodelkan variabel-variabel yang berpengaruh pada pengembangan kawasan hutan mangrove dengan metode Prospective Analysis. Memetakan dan memodelkan stakeholder kunci yang berpengaruh dan menentukan pengembangan kawasan hutan mangrove dengan metode Prospective Analysis. Membuat model pengembangan mangrove yang dapat menunjang pembangunan berkelanjutan dengan metode Machine Learning. Hasil yang didapat adalah sebuah gambaran perubahan luasan kawasan mangrove aktual dan potensial, struktur variabel kunci yang berpengaruh pada pengembangan mangrove di DKI Jakarta, posisi para stakeholder yang berpengaruh secara politis pada pengembangan mangrove di DKI Jakarta, model pengembangan kawasan mangrove di DKI Jakarta yang dapat menunjang pembangunan berkelanjutan dengan menguatkan ekowisata sebagai akar kunci keberhasilan nya. Ditemukan hasil dari penelitan bahwa terdapat kawasan 1.192.201 Ha untuk area aktual dan 491,75 ha untuk area potensial. Variabel kunci yang berpengaruh pada pengembangan kawasan mangrove di DKI Jakarta adalah hukum lingkungan, Perda Pengelolaan Mangrove di Jakarta, luasan mangrove aktual, dan luasan mangrove potensial. Stakeholder yang berpengaruh pada pengembangan kawasan mangrove DKI Jakarta adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, DPRD, Walikota Jakarta Utara dan Pemerintah Daerah Daerah Khusus Jakarta. Dalam bentuk model ditemukan bahwa keberadaan mangrove dapat menjadi kunci pembangunan berkelanjutan di DKI Jakarta adalah dengan focus menjadikan kawasan mangrove sebagai kawasan ekowisata.