Karakterisasi Genotip Virus Dan Distribusi Bovine Viral Diarrhea (BVD) Pada Sapi Potong Impor di Wilayah Jawa Bagian Barat
Date
2023-08-07Author
Primawidyawan, Aditya
Priosoeryanto, Bambang Pontjo
Setiyaningsih, Surachmi
Wulansari, Retno
Subangkit, Mawar
Metadata
Show full item recordAbstract
Bovine Viral Diarrhea (BVD) secara luas diakui memiliki dampak ekonomi yang signifikan pada ternak yang terinfeksi. Penelitian ini berfokus pada studi deteksi, karakterisasi gejala klinis BVD, dan kajian pola distribusi penyebaran serta mendeteksi kaitan pemeliharaan kandang sebagai faktor risiko sumber penularan penyakit BVD pada sapi potong impor. Selain itu impak studi penelitian ini adalah memberikan informasi distribusi penyebaran penyakit BVD pada sapi impor asal Australia yang berguna sebagai pertimbangan tindakan preventif dalam upaya pengendalian penyakit. Populasi sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi potong impor ras Brahman Cross dan sapi persilangannya asal Australia yang berasal dari feedlot didaerah Sukabumi, Bogor, Cianjur, Tangerang dan Subang. Penelitian karakteristik genotipe BVDV berdasarkan gejala klinis sapi Brahman Cross yang berumur lebih dari dua tahun, sedangkan untuk studi distribusi BVD dilakukan hanya kompartemen feedlot di daerah Sukabumi dengan jenis sapi Brahman Cross dan persilangannya berumur antara 1 tahun 8 bulan sampai 2 tahun 4 bulan. Pengambilan sampel hewan untuk karakteristik genotipe BVDV berdasarkan gejala klinis sebagai screening untuk mendapatkan daerah yang memiliki proporsi BVD yang lebih besar. Pemeriksaan gejala klinisnya pada hari pertama kedatangan di feedlot terpilih. Kriteria pengambilan sampel meliputi usia (> 2 tahun dan < 2 tahun), berat badan (>355 kg), suhu tubuh > 36-39°C, nafas > 15-30/menit, pulsus > 60-80/menit, konjungtivitis, hiperlakrimasi, hipersalivasi, diare, demam, kaki pincang, kekurusan, stomatitis, kelemahan, dan koronitis. Enam puluh empat (64) sampel darah sapi yang telah dilaporkan secara individu memiliki gejala klinis diduga BVD. Pada hari pertama kedatangan diambil sampel darah dengan gejala klinis positif untuk dilakukan pemeriksaan Antigen Capture Enzyme-linked immunosorbent assay (ACE). Hasil gejala klinis ini digunakan untuk analisis sinergis hasil laboratorium menggunakan analisis skala Multidimensional, Heat-map Distribution dan Principal Component Analysis (PCA). Pengujian sampel serum positif ACE diikuti oleh Nested Polymerase Chain Reaction (PCR) dan deteksi molekuler dan karakterisasi genetik BVDV berdasarkan 5'UTR genom virus, dan dilanjutkan dengan metode sekuensing dan analisis filogenetik. Studi distribusi BVDV di kompartemen feedlot di Sukabumi merupakan penelitian tindak lanjut berdasarkan hasil penelitian awal yang didapatkan daerah Sukabumi memiliki proporsi hewan BVDV yang besar. Jumlah hewan yang diambil 100 ekor sapi yang didapatkan dengan metode penghitungan kajian lintas seksional dengan pertimbangan penyakit ini sudah ada di Indonesia. Pembagian proporsi sampel diambil 20 ekor sapi pada kandang karantina dan 80 ekor sapi pada kandang konvensional. Kandang karantina IA dan IB merupakan kandang untuk menampung sapi yang baru datang dan sebagai kandang kontrol. Kandang IA menampung 10 ekor sapi yang memiliki gejala klinis pada awal masuk feedlot, sedangkan kandang karantina IB berisi 10 ekor sapi yang tidak memiliki gejala klinis sebagai kontrol. Sebanyak 80 ekor sapi yang ada di kandang konvensional dibagi ke dalam delapan kelompok dengan kode kandang A, B, C, D, E, F, G, dan H yang masing masing berisi 10 ekor sapi. Sapi pada semua kandang konvensional diamati terhadap kemungkinan adanya gejala klinis serta diambil sampel darahnya pada hari ke 1 dan diulang pada hari ke 14. Serum darah yang didapatkan akan disimpan pada suhu-20°C untuk dilakukan analisis serologis ACE di laboratorium. Karakteristik gejala klinis yang berhubungan dengan infeksi BVD terdiri dari 12 gejala yang disinergikan dengan sampel positif pada analisis komponen utama. Gejala klinis total 5/13 menunjukkan korelasi positif tinggi dengan SN sebagai tolak ukur skrining infeksi BVD. Gejala klinis kelemahan (WK) sebagai korelasi positif tertinggi dengan SN diikuti konjungtivitis (CJ), kehilangan nafsu makan (LA), hipersalivasi (HS), dan hiperlakrimasi (HL). Sebaliknya 7/13 gejala klinis terletak di kuadran berikutnya (B) dari letak SN. Gejala klinis yang terletak di kuadran B adalah kaki pincang (LL), diare (DR), koronitis (CR), suhu tubuh (BT), stomatitis (ST), denyut nadi (PL) dan napas hewan (AB). Posisi gejala klinis yang paling jauh adalah berat badan (BW) yang berada pada kuadran D yang memiliki interpretasi gejala klinis paling lemah diantara gejala klinis yang diamati. Strain BVDV-1a merupakan subtipe utama yang ditemukan dalam penelitian ini. Hasil penyebaran penyakit pada setiap kandang kandang konvensional (A sampai H) menunjukkan sebanyak 21 sampel positif dengan nilai S-N sebesar 0,3-0,7 pada pengambilan hari ke-1. Pengambilan sampel pada hari ke-14 menunjukkan peningkatan kasus positif menjadi 53 sampel dengan nilai S-N meningkat menjadi 0,9-1,5. Peningkatan jumlah kasus positif di luar kandang karantina dari 21 menjadi 53 mengindikasikan penyebaran BVDV cukup tinggi hingga mencapai 2,5 kali. Pengambilan sampel awal pada kandang 1A yaitu sapi yang mempunyai gejala klinis didapatkan sebanyak lima sampel positif (50%) sampel secara ACE, sedangkan pada kandang 1B yaitu sapi yang tidak mempunyai gejala klinis tidak ditemukan adanya sampel positif. Pengambilan sampel pada hari ke-14 pada kandang 1A didapatkan hasil semua sapi positif secara ACE (100%). Sapi pada kandang 1B tidak ditemukan kasus positif (0%). Program biosecurity buruk akan meningkatkan risiko hasil ACE BVD positif sebesar 2,7 kali lebih besar dibandingkan dengan peternakan yang memiliki program biosecurity yang baik (OR=2,7; CI=1,1-6,2). Pengelolaan limbah buruk memiliki risiko 2,5 kali lebih besar menimbulkan hasil ACE BVD positif bila dibandingkan dengan peternakan yang memiliki pengelolaan limbah yang baik (OR=2,5; CI=1,1-5,8). Bangsa Brahman Cross berisiko memiliki ACE BVD positif 3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan sapi non-Brahman Cross (OR=3; CI=1,3-7,1), sedangkan sapi umur lebih dari dua tahun berisiko memiliki ACE BVD positif sebesar 3,2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur sapi kurang dari dua tahun (OR= 3,2; CI=1,4-8,9).
Collections
- DT - Veterinary Science [285]