Show simple item record

dc.contributor.advisorMaarif, M. Syamsul
dc.contributor.advisorAnwar, Syaiful
dc.contributor.advisorMardiana, Rina
dc.contributor.authorElham, Elham
dc.date.accessioned2023-08-11T04:19:11Z
dc.date.available2023-08-11T04:19:11Z
dc.date.issued2023-08-03
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/123642
dc.description.abstractPeta dan data yang benar merupakan prasyarat mutlak bagi pembangunan suatu bangsa. Keberedaannya dan bagaimana informasi tersebut dikumpulkan kemudian divalidasi merupakan masalah yang tidak kunjung selesai di Indonesia sampai hari ini. Data sudah menjadi sumber daya vital yang digunakan organisasi untuk mendorong pengambilan keputusan, inovasi, dan pertumbuhan. Secara umum data dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu data statistik dan data geospasial. Pertama, data statistik yang didefinisikan sebagai data yang berupa angka tentang karakteritsik atau ciri khusus suatu populasi. Data desa yang tersedia saat ini yaitu: Data Potensi Desa (Podes) yang dibuat berdasar data dari BPS dan Data Profile Desa/Kelurahan (Prodeskel) yang dikeluarkan oleh Kemendagri. Kenyataanya antara kedua K/L sumber data tersebut selalu saja terjadi perdebatan yang tidak pernah selesai. Kedua, data geospasial yang mempunyai pengertian sebagai data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik objek. Data geospasial desa yang berupa data monografi desa yang tidak presisi dipakai sebagai database desa yang selanjutnya menjadi database nasional, padahal data tersebut hanya perkiraan saja dan tidak tervalidasi. Lebih jauh lagi data administrasi pertanahan yang masih lemah yaitu tidak koheren dan terpecah-pecah yang menyulitkan untuk mewujudkan peluang keberhasilan program reforma agraria. Pada hakekatnya semua pembangunan yang berbasis tanah, seperti tambang, kebun, infrastruktur, pertanian skala luas, termasuk program reforma agraria sangat bergantung pada penyelesaian persoalan pertanahan. Pemerintah sebenarnya sudah berinisiatif untuk membuat satu data Indonesia, melalui terbitnya Peraturan Presiden No. 39/2019 tentang satu data Indonesia. Demikian pula halnya dengan data spasial, telah dilakukan inisiatif dengan menerbitkan UU N0. 4/2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Namun kenyataannya inisiatif tersebut tidak kunjung terealisasi dikarenakan beberapa sebab utamanya dikarenakan belum didukung dengan konsep dan pendekatan inklusif dalam implementasinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis data desa yang tersedia saat ini baik metode pengumpulan data maupun validasi data tersebut; (2) Merumuskan model pendataan desa yang ideal agar dapat menjadi data desa berkelanjutan; (3) Menganalisis data spasial sebagai database rancang bangun data desa berkelanjutan; serta (4) Merumuskan model pendataan desa berkelanjutan untuk mendukung keberhasilan reforma agraria. Penelitian dilakukan di Desa Senawang, Kecamatan Orongtelu, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dengan pendekatan sistem. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis data (deskriptif), Soft System Methodology (SSM), Pemodelan Spasial (GIS), dan Interpretative Structural Modelling (ISM). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan pakar/key person dan pengukuran pemetaan bidang tanah satu desa lengkap serta sensus sosio agraria setiap rumah tangga. Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan untuk menunjang, melengkapi dan menyempurnakan data primer baik dari internal iv maupun dari berbagai sumber, baik data laporan-laporan dan data yang dipublikasi lainnya. Hasil analisis SSM menunjukkan bahwa situasi problematik dalam data desa berkelanjutan yaitu data tersebut tidak akurat, belum tervalidasi, masih manual, tidak update dan belum terintegrasi sehingga masih belum mencerminkan tolok ukur data desa yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam penyusunannya dibutuhkan suatu proses transformasi pendataan yang dinamakan Peta Desa Holistik (PDH). Pada tahap CATWOE (Customers Actors Transformation Worldview Owners Environmental) diketahui bahwa customers yang menjadi sasaran dan fokus pengembangan adalah Pemerintah dan Masyarakat, Actors sebagai pelaku utama dalam model ini adalah Surveyor Berlisensi dan perangkat desa tepilih (Wali Data), dan Transformation Process mendorong terjadinya perubahan yang dilakukan meliputi: dari yang belum ada menjadi ada, yaitu one map, one data dan one policy (big agrarian data). Tujuan dari model ini adalah mendorong perubahan eksternal ataupun kebijakan serta dalam takaran implementasi perlu dibuat rancang bangun data desa berkelanjutan melalui PDH. Secara umum proses dalam pembentukan PDH dibagi menjadi dua domain, yaitu domain ATR/BPN dan domain KLHK. Hasil analisis model spasial (GIS) menunjukkan bahwa dari lima proses utama pembuatan model dapat diperoleh data kepemilikan tanah, luas, penguasaan, akses dan produktivitas tanah tersebut, yang menghubungkan antara subjek dan objek tanah yang disebut Indonesian Big Agrarian Data (IBAD), dimana dapat diperoleh strata sosial, yang berimplikasi pada penentuan subjek dan objek reforma agraria. Hasil pemetaan dan sensus sosio agraria menunjukkan bahwa, secara umum tanah digunakan sebagai ladang dan sawah dengan proporsi masing-masing sebesar 52,80% dan 23,59%. Hal ini menunjukkan bahwa Desa Senawang adalah desa agraris dimana masyarakat sangat bergantung pada sektor pertanian. Penghasilan terbesar penduduk Desa Senawang dari sektor pertanian adalah dengan pemanfaatan lahan jagung dan ternak. Berdasarkan pendapatan penduduk yang diperoleh melalui IBAD, diketahui bahwa masih terdapat 169 keluarga yang berada dibawa garis kemiskinan atau memiliki pendapatan per-kapita lebih rendah dari Rp535.547. Kemudian berdasarkan tingkat kepemilikan lahan, rata-rata kepemilikan lahan di Desa Senawang oleh masing masing individu sebesar 2,72 ha yang tergolong cukup luas. Namun tingkat produktivitas tergolong rendah sehingga banyak penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Seluas 252,2 ha lahan tidak diusahakan oleh penduduk desa. Hasil analisis terhadap model implementasi PDH kendala utama yang adalah belum adanya metode survey pengumpulan data dan peta yang komprehensif dan holistik, juga belum terbentuknya walidata di tingkat desa. perubahan yang harus dilakukan adalah terbentuknya kebijakan pelaksanaan PDH dengan membuka mindset stakeholder. Elemen kebutuhan program yang utama adalah adanya Interpensi Kebijakan oleh Kemenko Perekonomian dan ATR/BPN dalam upaya untuk menciptakan rancang bangun model PDH berkelanjutan mendukung reforma agraria. Kata Kunci: Data Desa Berkelanjutan, Geographic Information System, Interpretative Structural Modelling, Peta Desa Holistik, Soft System Methodologyid
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleRancang Bangun Model Peta Desa Holistik Berkelanjutan Mendukung Reforma Agraria (Studi Kasus Desa Senawang)id
dc.title.alternativeDesign And Development Of A Sustainable Holistic Village Map Model To Support Agrarian Reform (Case Study Of Senawang Village, West Nusa Tenggara)id
dc.subject.keywordData Desa Berkelanjutan, Geographic Information System, Interpretative Structural Modelling, Peta Desa Holistik, Soft System Methodologyid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record