Rancang Bangun Model Peta Desa Holistik Berkelanjutan Mendukung Reforma Agraria (Studi Kasus Desa Senawang)
View/ Open
Date
2023-08-03Author
Elham, Elham
Maarif, M. Syamsul
Anwar, Syaiful
Mardiana, Rina
Metadata
Show full item recordAbstract
Peta dan data yang benar merupakan prasyarat mutlak bagi pembangunan
suatu bangsa. Keberedaannya dan bagaimana informasi tersebut dikumpulkan
kemudian divalidasi merupakan masalah yang tidak kunjung selesai di Indonesia
sampai hari ini. Data sudah menjadi sumber daya vital yang digunakan organisasi
untuk mendorong pengambilan keputusan, inovasi, dan pertumbuhan. Secara
umum data dapat dibagi ke dalam dua bagian yaitu data statistik dan data
geospasial. Pertama, data statistik yang didefinisikan sebagai data yang berupa
angka tentang karakteritsik atau ciri khusus suatu populasi. Data desa yang tersedia
saat ini yaitu: Data Potensi Desa (Podes) yang dibuat berdasar data dari BPS dan
Data Profile Desa/Kelurahan (Prodeskel) yang dikeluarkan oleh Kemendagri.
Kenyataanya antara kedua K/L sumber data tersebut selalu saja terjadi perdebatan
yang tidak pernah selesai. Kedua, data geospasial yang mempunyai pengertian
sebagai data tentang lokasi geografis, dimensi atau ukuran, dan/atau karakteristik
objek. Data geospasial desa yang berupa data monografi desa yang tidak presisi
dipakai sebagai database desa yang selanjutnya menjadi database nasional, padahal
data tersebut hanya perkiraan saja dan tidak tervalidasi.
Lebih jauh lagi data administrasi pertanahan yang masih lemah yaitu tidak
koheren dan terpecah-pecah yang menyulitkan untuk mewujudkan peluang
keberhasilan program reforma agraria. Pada hakekatnya semua pembangunan yang
berbasis tanah, seperti tambang, kebun, infrastruktur, pertanian skala luas, termasuk
program reforma agraria sangat bergantung pada penyelesaian persoalan
pertanahan. Pemerintah sebenarnya sudah berinisiatif untuk membuat satu data
Indonesia, melalui terbitnya Peraturan Presiden No. 39/2019 tentang satu data
Indonesia. Demikian pula halnya dengan data spasial, telah dilakukan inisiatif
dengan menerbitkan UU N0. 4/2011 tentang Informasi Geospasial (IG). Namun
kenyataannya inisiatif tersebut tidak kunjung terealisasi dikarenakan beberapa
sebab utamanya dikarenakan belum didukung dengan konsep dan pendekatan
inklusif dalam implementasinya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1)
Menganalisis data desa yang tersedia saat ini baik metode pengumpulan data
maupun validasi data tersebut; (2) Merumuskan model pendataan desa yang ideal
agar dapat menjadi data desa berkelanjutan; (3) Menganalisis data spasial sebagai
database rancang bangun data desa berkelanjutan; serta (4) Merumuskan model
pendataan desa berkelanjutan untuk mendukung keberhasilan reforma agraria.
Penelitian dilakukan di Desa Senawang, Kecamatan Orongtelu, Kabupaten
Sumbawa, Nusa Tenggara Barat dengan pendekatan sistem. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis data (deskriptif), Soft System
Methodology (SSM), Pemodelan Spasial (GIS), dan Interpretative Structural
Modelling (ISM). Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan pakar/key person dan
pengukuran pemetaan bidang tanah satu desa lengkap serta sensus sosio agraria
setiap rumah tangga. Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan
untuk menunjang, melengkapi dan menyempurnakan data primer baik dari internal
iv
maupun dari berbagai sumber, baik data laporan-laporan dan data yang dipublikasi
lainnya.
Hasil analisis SSM menunjukkan bahwa situasi problematik dalam data desa
berkelanjutan yaitu data tersebut tidak akurat, belum tervalidasi, masih manual,
tidak update dan belum terintegrasi sehingga masih belum mencerminkan tolok
ukur data desa yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam penyusunannya dibutuhkan
suatu proses transformasi pendataan yang dinamakan Peta Desa Holistik (PDH).
Pada tahap CATWOE (Customers Actors Transformation Worldview Owners
Environmental) diketahui bahwa customers yang menjadi sasaran dan fokus
pengembangan adalah Pemerintah dan Masyarakat, Actors sebagai pelaku utama
dalam model ini adalah Surveyor Berlisensi dan perangkat desa tepilih (Wali Data),
dan Transformation Process mendorong terjadinya perubahan yang dilakukan
meliputi: dari yang belum ada menjadi ada, yaitu one map, one data dan one policy
(big agrarian data). Tujuan dari model ini adalah mendorong perubahan eksternal
ataupun kebijakan serta dalam takaran implementasi perlu dibuat rancang bangun
data desa berkelanjutan melalui PDH.
Secara umum proses dalam pembentukan PDH dibagi menjadi dua domain,
yaitu domain ATR/BPN dan domain KLHK. Hasil analisis model spasial (GIS)
menunjukkan bahwa dari lima proses utama pembuatan model dapat diperoleh data
kepemilikan tanah, luas, penguasaan, akses dan produktivitas tanah tersebut, yang
menghubungkan antara subjek dan objek tanah yang disebut Indonesian Big
Agrarian Data (IBAD), dimana dapat diperoleh strata sosial, yang berimplikasi
pada penentuan subjek dan objek reforma agraria. Hasil pemetaan dan sensus sosio agraria menunjukkan bahwa, secara umum tanah digunakan sebagai ladang dan
sawah dengan proporsi masing-masing sebesar 52,80% dan 23,59%. Hal ini
menunjukkan bahwa Desa Senawang adalah desa agraris dimana masyarakat sangat
bergantung pada sektor pertanian. Penghasilan terbesar penduduk Desa Senawang
dari sektor pertanian adalah dengan pemanfaatan lahan jagung dan ternak.
Berdasarkan pendapatan penduduk yang diperoleh melalui IBAD, diketahui bahwa
masih terdapat 169 keluarga yang berada dibawa garis kemiskinan atau memiliki
pendapatan per-kapita lebih rendah dari Rp535.547. Kemudian berdasarkan tingkat
kepemilikan lahan, rata-rata kepemilikan lahan di Desa Senawang oleh masing masing individu sebesar 2,72 ha yang tergolong cukup luas. Namun tingkat
produktivitas tergolong rendah sehingga banyak penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan. Seluas 252,2 ha lahan tidak diusahakan oleh penduduk desa.
Hasil analisis terhadap model implementasi PDH kendala utama yang adalah
belum adanya metode survey pengumpulan data dan peta yang komprehensif dan
holistik, juga belum terbentuknya walidata di tingkat desa. perubahan yang harus
dilakukan adalah terbentuknya kebijakan pelaksanaan PDH dengan membuka
mindset stakeholder. Elemen kebutuhan program yang utama adalah adanya
Interpensi Kebijakan oleh Kemenko Perekonomian dan ATR/BPN dalam upaya
untuk menciptakan rancang bangun model PDH berkelanjutan mendukung reforma
agraria.
Kata Kunci: Data Desa Berkelanjutan, Geographic Information System,
Interpretative Structural Modelling, Peta Desa Holistik, Soft System Methodology