Model Pengelolaan Ekowisata Mangrove di Hutan Lindung Peropa’ea Gantara Kabupaten Buton Utara Provinsi Sulawesi Tenggara
Date
2023Author
Asniar
Kusmana, Cecep
Arifin, Hadi Susilo
Kuncahyo, Budi
Metadata
Show full item recordAbstract
Ekosistem mangrove pada hutan lindung Peropa’ea Gantara Buton Utara
memiliki fungsi yang sangat penting baik dari aspek ekologi maupun sosioekonomi.
Letak kawasan ekowisata yang berada dalam hutan lindung serta adanya
pemukiman masyarakat di sekitar kawasan akan dapat menimbulkan beberapa
permasalahan seperti kurang jelasnya batas antara lahan milik masyarakat dengan
hutan lindung serta kurangnya pemahaman masyarakat atas fungsi hutan lindung
dan ekowisata mangrove. Pengembangan ekowisata mangrove dapat menjadi suatu
bentuk strategi konservasi yang diharapkan dapat memberikan manfaat secara
sosial ekonomi bagi masyarakat dan terutama bagi kelestarian ekosistem mangrove.
Pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove di kawasan hutan lindung
tidak cukup hanya memetakan potensi dan menawarkan obyek daya tarik ekowisata
yang ada, diperlukan sinergi antar lembaga yang terkait, dan model pengelolaan
yang tepat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: penilaian kondisi dan
potensi ekosistem mangrove; analisa kesesuaian lahan dan daya dukung ekowisata
mangrove; preferensi view responden; struktur elemen kunci dalam pengelolaan
ekowisata; serta rancangan pengembangan dan pengelolaan ekowisata dengan
pendekatan model dinamik.
Sebaran tutupan vegetasi mangrove di kawasan studi seluas ± 3 223 ha dan
sekurang-kurangnya terdapat 6 jenis mangrove yang merupakan mangrove primer
dan mangrove sekunder. Mangrove famili Rhizophoraceae seperti Rhizophora
apiculata dan Rhizophora mucronata dapat hidup dengan baik pada semua spot
pengembangan ekowisata. Rhizophora sp dan Bruquiera sp merupakan species
yang mendominasi kawasan ekosistem mangrove dengan nilai penting yang lebih
tinggi dibandingkan jenis mangrove lainnya. Hasil analisa indeks kesesuaian
ekowisata mangrove menunjukkan bahwa kawasan ekosistem mangrove sangat
sesuai peruntukannya menjadi ekowisata mangrove. Hasil perhitungan daya
dukung kawasan ekowisata mangrove adalah 2.068 orang per hari untuk atraksi
tracking mangrove, dan 915 orang per hari untuk atraksi cruising (berperahu) pada
kawasan ekowisata mangrove. Pada penilaian Scenic Beauty Estimation terlihat
bahwa nilai tertinggi yaitu pada Spot 5 dengan unsur bentang alam yang terdiri atas
hutan mangrove, bukit batu, perbedaan kontur, sungai, laut lepas, serta garis pantai
yang berkelok.
Potensi atraksi wisata mangrove yang dapat dikembangkan adalah tracking
mangrove, berperahu, wisata edukasi, diving dan snorkeling, memancing, serta
wisata lainnya seperi fotografi, wisata kuliner, dan berkemah (camping).
Berdasarkan analisa Interpretative Structural Modelling (ISM), maka di identifikasi
struktur elemen kunci pengelolaan ekowisata mangrove. Lembaga/institusi kunci
(key player) terdiri dari: Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Peropa’ea Gantara yang memiliki
driving power tertinggi dan tingkat ketergantungan rendah sehingga berperan
sebagai penggerak utama, yaitu mengerakkan institusi lainnya dalam
pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove. Elemen kunci tujuan
pengelolaan mangroveadalah perlindungan dan pelestarian ekosistem mangrove di
kawasan hutan lindung.
Rancangan pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove dibangun
dengan mengunakan pendekatan model dinamik. Berdasarkan hasil simulasi model
dinamik, kegiatan pengelolaan ekowisata pada skenario pesimis, moderat dan
optimis memberikan dampak yang positif terhadap kunjungan ekowisatawan, aspek
ekologi (luas mangrove), aspek ekonomi (pendapatan masyarakat, pengelola dan
pemerintah), dan aspek sosial budaya (serapan tenaga kerja) jika dibandingkan
dengan skenario tanpa ekowisata. Skenario optimis merupakan skenario yangpaling
besar memberikan manfaat terhadap aspek ekonomi, dan aspek sosial yang
selanjutnya secara berturut-turut diikuti skenario moderat dan pesimis. Skenario
tanpa ekowisata merupakan skenario yang tidak memberikan manfaat terhadap
aspek ekonomi, dan aspek sosial, tetapi merupakan skenario yang baik bagi luasan
tutupan mangrove. Dari segi biaya investasi, maka skenario optimis akan
memerlukan prakiraan biaya yang paling besar dibandingkan skenario lainnya.
Pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove Peropa’ea dapat dilakukan
antara lain dengan: Pengembangan sarana prasarana penunjang ekowisata,
Pengembangan atraksi wisata, Peningkatan sumberdaya manusia melalui kegiatan
pendidikan dan pelatihan, Pengelolaan pengunjung; dan Pelibatan masyarakat
dalam kegiatan pengelolaan ekowisata mangrove. Pengelolaan ekowisata
mangrove melibatkan unsur pemerintah daerah, pemerintah pusat, perguruan tinggi,
badan usaha, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat umum.