Membandingkan Perbedaan Pola Kemitraan Dalam Pengembangan Karet Rakyat: Suatu Analisis Ekonomi Kelembagaan (Studi Kasus di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan)
View/Open
Date
1997Author
Alamsyah, Idham
Anwar, Affandi
Gonarsyah, Isang
A.F.S. Budiman
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian dilakukan terhadap kasus kemitraan petani
anggota koperasi unit desa "Gelora Tani" (KUDGT) di desa
Pangkalan Balai dengan PT. Remco yang berkedudukan di
Palembang, kemitraan petani anggota asossiasi petani
"Harapan Desa" (APHD) di desa Pulau Harapan dengan PT.
Baja Baru di Palembang, dan petani tidak bermitra di desa
Tanjung Menang. Ketiga desa termasuk wilayah Kecamatan
Banyuasin III Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Data dikumpulkan pada bulan Maret hingga Mei 1996.
Perbedaan bentuk organisasi petani (KUDGT dan APHD)
menimbulkan pertanyaan; apakah hasilnya juga berbeda
ditinjau dari tingkat pendapatan petani, produktivitas
hasil, kualitas bokar, dan seterusnya. Jika berbeda bagaimana
lingkup kerjasama yang berlangsung, struktur dan
kinerja organisasi petani, pola institusi (kelembagaan)
dalam pelaksanaan kemitraan, serta sistem pemasarannya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian bertujuan
untuk: (1) Mengetahui lingkup kerjasama dan kinerja
masing-masing organisasi petani sehingga diketahui kekuatan
dan kelemahannya, (2) Melihat aspek institusi
(kelembagaan) dan aspek pemasaran dalam pelaksanaan
kemitraan yang saling mendukung antara petani dan mitra
usahanya, dan (3) Mempelajari dampak perbedaan kelembagaan kemitraan terhadap tingkat pendapatan, pengembangan usaha,
dan potensi pembentukan modal petani.
Hasil penelitian menunjukkan kemitraan utamanya menyangkut jual beli produk bahan olah karet (bokar) petani dengan bentuk dan kualitas yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama. Kesepakatan demikian menye- babkan kadar karet kering (KKK) bokar petani anggota KUDGT 60 %, petani anggota APHD 65,8 % jauh lebih tinggi dibandingkan dengan petani tidak bermitra 50 %. Pola organisasi KUDGT yang lebih formal (memiliki AD/ART) dibandingkan dengan APHD (tanpa AD/ART) memungkinkan pengaturan struktur organisasi, kewenangan pengurus dan anggota, sistem kerjasama kemitraan yang serta formal pula; dalam pelaksanaannya pola APHD lebih mengembangkan sikap kekeluargaan dan saling percaya (mutual trust). Sistem perwakilan dalam kepengurusan dan rapat anggota KUDGT dengan wilayah kerja yang luas efektif mengangkat aspirasi dari bawah, tetapi dapat memicu kecurigaan petani dalam penggunaan kekayaan koperasi, mengurangi rasa memiliki, serta partisipasi anggota lebih banyak terhadap organisasi. Pola APHD yang kurang formal kurang mampu menyerap aspirasi dan partisipasi anggota secara maksimal, tetapi efisien bagi keputusannya. pengurus dalam gerak dan pengambilan
Collections
- MT - Human Ecology [2275]