Tipologi Spasio Temporal Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatra
View/ Open
Date
2016Author
Albar, Israr
Suratijaya, I Nengah
Saharjo, Bambang Hero
Kuncahyo, Budi
Metadata
Show full item recordAbstract
Sebaran kebakaran hutan dan lahan di Sumatra yang diindikasikan oleh titik
panas terjadi hampir di seluruh kabupaten dengan frekuensi dan intensitas yang
bervariasi. Rata-rata titik panas tahunan di Sumatra periode tahun 2006-2015
adalah 25 528 yang tersebar di hampir seluruh kabupaten yang memiliki selang
nilai yang sangat beragam dengan nilai minimum O (tidak ada titik panas) dan
nilai maksimum 16 988 (kejadian kebakaran sangat tinggi). Frekuensi titik panas
tertinggi terjadi pada tahun 2015 dan terendah pada tahun 2010.
Kepadatan titik panas tertinggi ditemukan di Propinsi Riau (0.109/km2
),
dan Sumatra Selatan (0.094/km2
). Sebaliknya kepadatan terendah tercatat di
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra Barat dan Bengkulu (0.015/km2
) dan
Sumatra Utara (0.017/km2
). Puncak musim kebakaran terjadi pada bulan
F ebruari-Maret dan Agustus-Oktober.
Berdasarkan penutupan lahan, titik panas tertinggi dijumpai pada kelas
semak belukar rawa (23%) dan hutan tanaman (21%). Sedangkan berdasarkan
fungsi hutan, titik panas tertinggi berlokasi di hutan produksi (87%) diikuti oleh
hutan konservasi (8%) dan terendah pada hutan lindung (5%).
Kebakaran lahan dan hutan di Sumatra didominasi oleh kebakaran gambut
(57%) yang terjadi di Propinsi Riau, Sumatra Selatan dan Jambi. Propinsi Riau
dengan rasio luas gambut 44.4% menyumbang 65% kebakaran, Sumatra Selatan
dengan rasio luas gambut 13.8% menyumbang 63% dan Jambi dengan rasio luas
kawasan gambut hanya 1.2% menyumbang 63%. Pencegahan kebakaran pada
lahan gambut di Riau mampu menurunkan kejadian kebakaran secara signifikan.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan di Sumatra didorong oleh faktor
kenaikan laju penduduk, produk domestik regional bruto (PDRB), rasio luas
kebun dengan penduduk dan rasio pertanian lahan kering. Sebaliknya, kebakaran
hutan dan lahan berkorelasi negatif dengan persentase luas hutan, rasio luas hutan
dengan penduduk, kepadatan penduduk, laju pertanian lahan kering campuran,
laju perkebunan, dan laju deforestasi. The distribution of fires in Sumatra indicated by fire hotspot occurs in
almost all districts with varying frequency and intensity. The average annual fire
hotspot in Sumatra period of 2006-2015 was recorded 25 528 points which was
spread over almost all districts with minimum value of O (no fire hotspot) and a
maximum value of 16 988. The highest frequency of hotspot occurred in 2015 and
the lowest in 2010.
The highest density of hotspot are found in the province of Riau
(0.109/km2
), and South Sumatra (0.094/km2
). Instead lowest density was recorded
in Aceh, West Sumatra and Bengkulu (0,015/km2
) and North Sumatra
(0.017/km2
). Peak fire season occurs during February-March and
August-October.
Based on land cover, the highest fire hotspot found in shrub swamp (23%)
and forest plantation (21 % ). While based on the forest area function, the highest
fire hotspot were located in forest production (87%) followed by forest
conservation (8%) and the lowest in protected forests (5%).
Land and forest fires in Sumatra was dominated by peat fires ( 57%) that
occurred in Riau, South Sumatra and Jambi provinces. Riau Province with peat
area ratio 44.4% contributed for 65% of fires, South Sumatra with a peat area ratio
13.8% contributed for 63% fires and Jambi with peat area ratio was only 1.2%
contributed for 63% fires.
Collections
- DT - Forestry [347]