Industri Pertambangan, deagrarianisasi dan dinamika struktur sosial masyarakat desa (Studi kasus Desa Embalut dan Desa Bangunrejo, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara)
View/Open
Date
2015Author
Gandi, Rajib
Sunito, Satyawan
Kinseng, Rilus A
Metadata
Show full item recordAbstract
Aktivitas tambang sebenarnya bukan merupakan hal baru di Indonesia,
Kegiatan tambang telah berlangsung sejak jaman kerajaan. Catatan Erwiza (2007),
menunjukkan jika di Bangka bahwa industri tambang, bahkan beserta ekonomi
illegalnya (penambangan liar), bukanlah sebuah fenomena baru, tetapi sudah
berlangsung sejak ekonomi politik di abad ke-18 sampai abad ke-21, melintasi
rezim yang berbeda dari pra-kolonial, kolonial, pasca-kolonial sampai zaman
pasca reformasi ini. Berkembangnya pertambangan di Indonesia tidak terlepas
dari kolonial yang menjajah Indonesia.
Industrialisasi pertambangan yang berkembang di Desa Bangunrejo dan
Desa Embalut, Kecamatan Tenggarong Seberang secara meyakinkan telah
membawa pengaruh besar baik dari sisi sosial, ekonomi maupun ekologinya. Desa
dan masyarakat di dalamnya semakin terkepung oleh aktivitas tambang. Sejak
Tambang luar (open pit mining) diberlakukan kebutuhan tanah semakin
meningkat karena praktek penggalian pada permukaan tanah. Tambang terbuka
inipun lebih menekankan pada penggunaan teknologi dan alat berat dalam
mengambil batubara, tidak seperti tambang dalam yang lebih menggunakan
tenaga manusia.
Semakin meningkatnya kebutuhan tanah untuk keperluan tambang, alih
fungsi lahan tidak terhindarkan. Pada prakteknya, pembebasan lahan dilakukan
dengan dua tipe, yaitu pinjam pakai dan ganti putus. Tipe ke dua yaitu ganti
putus, menjadi mekanisme yang paling sering digunakan. Mekanisme ini
membuat harga tanah di Embalut dan Bangunrejo mengalami peningkatan yang
sangat tinggi. Tanah kemudian tidak lagi dipandang sebagai aset produksi namun
bergeser menjadi aset investasi.
Enam perusahaan yang mengantongi IUP operasi produksi dan IUP
eksplorasi di Desa Embalut dan Bangunrejo, yaitu PT. KTD , PT. GDM, PT.
BBE, PT. KPC, PT. LT, dan PT. KBE sudah sangat mendominasi penguasaan
tanah. Terhitung ke enam perusahaan tambang yang berada di kedua desa itu telah
mengantongi izin lokasi untuk penguasaan lahan dengan total luas 14.582 ha.
Total luas lahan tambang ke enam perusahaan tambang tersebut bahkan jauh
melebihi luas Desa Embalut dan Desa Bangunrejo yang hanya bertotal 5.500 ha.
Saat ini aktivitas PT.KTD, yang sudah beroperasi selama 34 tahun, berada
dipenghujung operasinya, sehingga sudah nampak daerah-daerah yang
direklamasi dan dikembangkan. Daerah yang sudah direklamasi banyak sekali
ditanami dengan tanaman-tanaman hutan, seperti trembesi, sengon dan lamtoro.
Tapi dengan dominannya tanaman-tanaman tersebut, memperlihatkan bagaimana
corak reklamasi yang dilakukan hanya menekankan aspek fisik lingkungan.
Padahal dengan kontur tanah yang relatif datar sangat cocok untuk pemanfaatan
pertanian, peternakan dan pemukiman.
Keberadaan tambang juga mempengaruhi produksi pertanian. Jika dulu
dalam dalam 1 hektar mampu menghasilkan 70 karung gabah kering giling
dengan penggunaan pupuk 2,5 kwintal, namun untuk saat ini paling maksimal
v
hanya 60 karung gabah kering giling dengan penggunaan pukuk mencapai 3,5
kwintal. Berdasarkan data sensus pertanian 2013, dari 2400 KK penduduk Desa
Bangunrejo, hanya 700 KK yang merupakan keluarga petani. Sedangkan di Desa
Embalut, di tahun 2011, jumlah rumah petani hanya ada sebanyak 95 KK, dan
keluarga yang anggotanya menjadi buruh tani ada 30 KK. Rata-rata luas
penguasaan lahan oleh petani saat ini semakin menyempit. Di Desa Embalut,
berdasarkan data pada tiga kelompok tani, Berkat Etam, Karya Baru dan Loa
Manik, memperlihatkan jika rata-rata luas penguasaan lahan petani hanya seluas
0,27 ha. Padahal sebelum ada tambang, penguasaan lahan masyarakat Embalut
bisa diatas 4 hektar lebih, dan untuk masyarakat transmigrasi (Bangunrejo)
minimum menguasai 2 ha tanah. Menyempitnya luas lahan petani tentu
mengakibatkan pada skala produksi pertanian para petani yang tidak tinggi.
Sehingga hasil tani akhirnya hanya memenuhi untuk kebutuhan konsumsi
keluarga sendiri, karena skala usaha yang tidak ekonomis.
Masyarakat Desa Embalut dan Bangunrejo yang semula cenderung
homogen dalam tiga puluh tahun terakhir mengalami perubahan sistem sosial
ekonomi yang begitu masif. Masuknya tambang, ditandai dengan teknologi dan
sistem ekonomi baru membentuk peningkatan produktivitas ekonomi masyarakat.
Masyarakat banyak beralih ke sektor tambang, karena dinilai hasil upah yang
didapatkan lebih besar. Pertambangan kemudian menjadi semacam pemantik bagi
tumbuhnya usaha-usaha lainnya di desa, terutama non pertanian. Peningkatan
produktivitas ekonomi ini menghasilkan surplus ekonomi yang nilainya besar.
Surplus ekonomi jadi perebutan dan perjuangan bagi masyarakat untuk menguasai
„kue‟ ekonomi yang dihasilkan oleh tambang. Penstratifikasian di masyarakat
akhirnya menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.
Penstratifikasian yang terbentuk pada organisasi kerja tambang berlapislapis.
Semakin tinggi jabatannya maka bentuk dominasi dan pengaruhnya semakin
besar. Berlapis-lapisnya pekerja dalam tambang, membuat penentuan kelas pada
sistem masyarakat tambang tidak bisa hanya dilihat dengan kepemilikan modal
saja, namun juga ditentukan dari dominasi dan kekuasaan yang melekat pada
posisi/ jabatan pekerjaan.
Perkembangan Desa Embalut dan Bangunrejo ditandai dengan
perkembangan ekonominya, yang kemudian merubah sistem sosial masyarakat.
Desa Embalut dan Bangunrejo adalah desa pertanian yang bertransformasi
menjadi desa tambang. Masyarakat terbentuk tidak lagi bekerja hanya untuk
memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten) seperti lekat pada corak pertanian
sebelum tambang yang masih bersifat tradisional, tapi kini masyarakat sudah
mulai berorientasi pada keuntungan, mengakumulasikan modal dan
mengembangkan beberapa usaha, terutama di sektor non pertanian. Sistem upah
dengan jenis transaksi uang, menjadi bentuk yang sangat lumrah digunakan.
Sistem ini kemudian menciptakan hubungan diantara masyarakat menjadi lebih
transaksional
Collections
- MT - Human Ecology [2273]