Show simple item record

dc.contributor.advisorSunarti, Titi Candra
dc.contributor.advisorMangunwidjaja, Djumali
dc.contributor.advisorRichana, Nur
dc.contributor.authorWinarti, Christina
dc.date.accessioned2023-05-09T00:36:37Z
dc.date.available2023-05-09T00:36:37Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117352
dc.description.abstractPati garut (Maranta arundinaceae) merupakan salah satu jenis pati lokal yang belum terlalu banyak dieksplorasi. Pati garut memiliki kadar amilosa yang cukup tinggi ( 30%), dengan kristalinitas tipe A yang potensial untuk menghasilkan fraksi amilosa tipe V dengan kemampuan mengikat bahan bioaktif dan berukuran nanometer. Pati nanopartikel (NP) merupakan salah satu bentuk pati termodifikasi untuk memperluas pemanfatan pati dengan munculnya sifat-sifat baru, diantaranya kelarutan yang tinggi, resistensi terhadap enzim pencernaan, sifat ampifilik (hidrofobik) dan kemampuan pengikatan bahan aktif. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan pati NP yang akan diaplikasikan sebagai matriks pengikat bahan bioaktif dengan kemampuan pengikatan yang tinggi dan bersifat lepas terkendali. Pada penelitian ini bahan bioaktif herbal yang digunakan yaitu kurkumin dan andrografolid yang berasal dari ekstrak temulawak dan sambiloto. Dalam penelitian ini, produksi pati NP sebagai bahan matriks enkapsulasi terdiri atas beberapa perlakuan yaitu preparasi awal dengan hidrolisis asam (lintnerisasi), dilanjutkan pembentukan pati NP melalui fraksinasi butanol dan presipitasi etanol, kemudian peningkatan hidrofobisitas dengan asetilasi. Hidrolisis asam untuk meningkatkan kristalinitas dan meningkatkan fraksi amilosa dengan derajat polimerisasi (DP) lebih rendah, atau disebut fraksi kristalin. Perlakuan yang dicobakan pada tahap preparasi adalah lama proses lintnerisasi yaitu 2, 4, 6, 24, 72 dan 120 jam menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat polimerisasi (DP), kadar amilosa, daya cerna dan kemampuan mengembang menurun, tetapi kelarutan dan kristalinitas meningkat. Dari perlakuan terbaik dipilih untuk proses pembentukan pati NP, yaitu lama lintnerisasi 2 jam dan 24 jam. Produksi pati NP menggunakan RAL faktorial dengan 2 faktor yaitu lama lintnerisasi (2 dan 24 jam) dan konsentrasi pati lintnerisasi (5 dan 10%) untuk fraksinasi butanol. Sedangkan untuk presipitasi etanol perlakuan yang dicobakan adalah lama lintnerisasi yaitu 2, 4,6, dan 24 jam, konsentrasi 5%, masing-masing dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan pati nanopartikel melalui fraksinasi butanol ternyata meningkatkan kadar amilosa dan kristalinitas serta merubah pola kristalin dari tipe A menjadi tipe V dengan rendemen 20-27%. Morfologi dan distribusi ukuran partikel hasil perlakuan lintnerisasi 24 jam jauh lebih kecil (± 100 nm) dibandingkan hidrolisis yang lebih pendek (2 jam) dengan ukuran sekitar 300 nm. Selain itu daya cerna menurun dan kemampuan mengikat air dan minyak meningkat. Sedangkan perlakuan presipitasi etanol menghasilkan rendemen jauh lebih tinggi yaitu 40-90% dengan struktur amorfous dengan kadar amilosa sedikit meningkat dibanding pati lintnerisasi dan daya sedikit cerna menurun tetapi kemampuan mengikat air dan minyak meningkat. Perlakuan lintnerisasi 24 jam menghasilkan ukuran partikel jauh lebih kecil (ukuran nanometer).id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgriculture Technologyid
dc.titleProduksi Pati Garut Nanopartikel sebagai Matriks Enkapsulasi Bahan Bioaktif Herbaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordArrowroot (Maranta arundinaceae) starchid
dc.subject.keywordnanoparticlesid
dc.subject.keywordbutanol fractionationid
dc.subject.keywordethanol precipitationid
dc.subject.keywordAndrographis paniculataid
dc.subject.keywordCurcuma xanthorrhizaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record