Analisis ekonomi wabah Surra di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur-Indonesia
View/ Open
Date
2019Author
Dewi, Rita Sari
Damajanti, Retno
Wardhana, April H
Mulatsih, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Surra merupakan penyakit yang disebabkan oleh haemoparasit Trypanosoma
evansi (T. evansi). Penyakit ini dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal.
Penularan secara horizontal melalui gigitan lalat (Tabanidae dan Stomoxis) yang
bertindak sebagai vektor mekanik. Wabah Surra terjadi di Pulau Sumba Provinsi
Nusa Tenggara Timur pada 2010. Masuknya Surra ke provinsi ini diduga melalui
lalu lintas ternak khususnya yang berasal dari daerah endemis (Laporan Dinas
Peternakan Sumba Timur).
Wabah Surra di Pulau Sumba khususnya Sumba Timur memberikan dampak
ekonomi dan sosial. Pengetahuan tentang dampak ekonomi akibat Surra dan
efektivitas pengendalian penyakit selama wabah di Sumba Timur akan sangat
bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan masukan kebijakan pemerintah dalam
mengatasi Surra lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk (i) menganalisis faktor
yang mempengaruhi kejadian Surra, (ii) menghitung kerugian ekonomi akibat
wabah Surra di Sumba Timur dari tahun 2010 sampai 2016, (iii) mengevaluasi
kelayakan ekonomi program pengendalian Surra (2012–2015), (iv) menganalisis
efektifitas metode pengobatan Surra tahun 2010 sampai 2016, (v) menganalisis
pemilihan beberapa metode uji Surra berdasarkan nilai ekonominya.
Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh
dari wawancara dengan menggunakan kuisioner semi terstruktur. Jumlah responden
sebanyak 30 peternak yang ditetapkan secara multi stage sampling. Data sekunder
berupa data ternak mati, ternak sakit dan populasi, sampel dan pengujian
laboratorium, serta data lalu lintas ternak di dapat dari Dinas Peternakan Sumba
Timur, Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, Balai Besar Penelitian Veteriner
Bogor, dan Balai Karantina kelas I Kupang.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kasus Surra di Sumba Timur
dianalisa yaitu profil peternak, sistem peternakan, keberadaan vektor dan
pengetahuan tentang Surra. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan faktor-faktor
tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap kasus Surra. Dampak ekonomi
wabah Surra dihitung dengan menggunakan kerangka kerja yang dikembangkan
dari Rusthon et al. 1999, menghasilkan kerugian ekonomi total dengan nilai Rp25.7
milyar, yang terdiri dari biaya langsung sebesar Rp9.5 milyar (37%), biaya tidak
langsung sebesar Rp11.7 milyar (46%) dan pengeluaran pengendalian penyakit
sebesar Rp4.5 milyar (17%).
Evaluasi ekonomi terhadap program pengendalian Surra yang dilakukan
selama 2012–2015 menghasilkan B/C rasio 1.18, NPV total Rp1.488 milyar, dan
IRR 50,1%, yang menunjukkan bahwa program pengendalian Surra layak karena
memberikan keuntungan secara ekonomi. Efektifitas pengendalian Surra dianalisa
menggunakan uji proporsi terhadap 2 metode pengobatan. Pengobatan
menggunakan diminazene aceturate (kuratif) dan isometamidium chloride
(preventif) tahun 2012–2016 (periode 2), memberikan dampak penurunan
mortalitas dan morbiditas yang lebih besar dibandingkan pengobatan menggunakan
isometamidium chloride tahun 2010–2011 (periode 1).
Dampak program pengendalian Surra terhadap penurunan jumlah hewan
tertular dan kematian pada kuda dan kerbau diproyeksi untuk 12 bulan ke depan.
Proyeksi menggunakan analisis forecasting dengan metode dekomposisi.
Berdasarkan hasil peramalan, pengendalian Surra yang telah dilakukan sejak tahun
2010 sampai 2016 berhasil menurunkan jumlah kasus Surra pada beberapa bulan
ke depan.
Metode uji diagnostik Surra yang sering digunakan yaitu uji parasitologi,
Micro-Hematocrit Centrifugation Technique (MHCT), Card Aglutination
Trypanosome Test/T. evansi (CATT), dan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Evaluasi ekonomi terhadap metode uji Surra dengan analisa pohon keputusan
(decision tree analysis) menggunakan software WinQSB. Hasil evaluasi
menunjukkan yang memberikan Expected Monetary Value (EMV) tertinggi yaitu
metode PCR sebesar Rp781.3 juta diikuti dengan MHCT dengan Rp668.4 juta.
Hasil terendah yaitu WBF senilai Rp114.5 juta, sedangkan CATT/T. evansi
memberikan keuntungan Rp505.5 juta. PCR merupakan metode yang paling
meguntungkan dalam pengujian Surra.
Collections
- DT - Veterinary Science [286]