Ecosystem Services Assessment for Ecosystem-Based Peatland Management
Date
2023-04-18Author
Rossita, Annuri
Boer, Rizaldi
Hein, Lars
Ridho Nurrochmat, Dodik
Riqqi, Akhmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemanfaatan lahan gambut di Indonesia memiliki sejarah panjang yang
berkaitan dengan perjalanan politik dan budaya. Pemanfaatan lahan gambut dalam
beberapa dekade menunjukan kondisi degradasi yang memprihatinkan. Kondisi ini
mengindikasikan pentingnya untuk mengakomodasi nilai ekonomi dan biofisik dari
aset ekosistem gambut kedalam kegiatan ekonomi. Interaksi yang kuat antara
dinamika tutupan lahan dan pola pemanfaatan lahan telah dikonfirmasi oleh banyak
studi. Dalam asumsi ini, intervensi pada jenis pengelolaan lahan akan berpotensi
untuk meningkatkan suatu jasa ekosistem dan menurunkan jasa ekosistem lainnya.
Pada studi ini, kami melakukan kajian yang komprehensif mengenai
pengelolaan lahan gambut berbasis Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG). Pada Bab 3,
kami memulai penelitian dengan mengkaji pendekatan dalam penentuan luasan
kebakaran lahan gambut, salah satu gangguan pada ekosistem yang menghasilkan
kerugian ekonomi dan non-ekonomi. Hasil dari kajian pada Bab 3 digunakan pada
Bab 4 untuk mengevaluasi bagaimana sistem pengelolaan lahan gambut menentukan
rejim kebakaran pada skala KHG. Di Bab 5, kami melakukan analisis ecosystem
accounting dalam skala tabular (non-spasial) untuk mengidentifikasi interaksi dari
dua jasa ekosistem esensial: jasa penyediaan sumberdaya material dan bahan pangan,
dan jasa penyerapan karbon.
Dengan menggunakan hasil dari Bab 5, kami mengembangkan kajian jasa
ekosistem berbasis spasial pada Bab 6. Pendekatan spasial jasa ekosistem diujikan
pada skenario Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan skenario Indonesia LongTerm Strategy menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau kondisi FOLU
Net Sink pada 2030. Hasil dari Bab 6 akan menunjukan kemampuan masing-masing
skenario dalam mempertahankan dan/atau meningkatkan peran dan kualitas multi jasa
ekosistem di lahan gambut. Untuk mengkaji proses bottom-up dari kegiatan restorasi
lahan gambut, kami melakukan kajian sosial di Bab 7 untuk mengidentifikasi peran
sektor swasta, sebagai salah satu pemangku kepentingan dan penerima manfaat dari
ekosistem lahan gambut. Kajian pada Bab 7 difokuskan pada pengembangan pasar
untuk komoditas lahan gambut dan bisnis berbasis jasa lingkungan.
Dari hasil kajian di Bab 3, kami menekankan pentingnya untuk menghasilkan
data ekosistem lahan gambut yang akurat, terutama data spasial kebakaran lahan
gambut. Kebakaran gambut adalah salah satu gangguan ekosistem yang paling
dinamik nilainya secara spasial dan temporal. Kami menemukan bahwa pendekatan
tradisional yang menggunakan informasi hotspot untuk menetukan areal kebakaran
memiliki akurasi dibawah 50%, dimana kebakaran lahan gambut cenderung menjadi
overestimate.
Pada Bab 4, kami menggunakan informasi spasial kebakaran lahan gambut dan
kondisi biofisiknya untuk memahami bagaimana faktor antropogenik menentukan
pola kebakaran lahan gambut di wilayah studi. Kami menemukan bahwa tingkat
drainase menentukan pola kebakaran di lahan hutan, sedangkan di lahan non-hutan
faktor intensitas drainase tidak signifikan. Temuan ini menekankan pentingnya untuk
melakukan kegiatan pembasahan kembali di area hutan untuk menurunkan
kemungkinan kejadian kebakaran di area dengan kerapatan kanal tinggi.
Berdasarkan hasil kajian jasa ekosistem di Bab 5, terdapat tren penurunan jasa
regulasi karbon seiring dengan peningkatan nilai jasa penyediaan sumberdaya. Pada
Bab 6, kami mencoba mengaplikasikan pendekatan spasial jasa ekosistem pada
skenario RTRW dan FOLU Net Sink. Hasil kajian menunjukan, meskipun skenario
RTRW mampu menghasilkan manfaat ekonomi tertinggi dari jasa penyediaan
sumberdaya material dan bahan pangan, zonasi pemanfaatan lahan pada RTRW tidak
mampu mempertahankan dan/atau meningkatkan jasa pengaturan penyerapan karbon.
Secara ekologi, skenario FOLU net sink mampu memberikan performa paling
optimum untuk manfaat berbasis pasar dan non-pasar. Namun sistem penilaian
manfaat lingkungan yang saat ini hanya menangkap manfaat karbon tidak cukup dan
tidak sejalan dengan visi besar dalam men dekarbonisasi sektor lahan dan kehutanan.
Pada Bab 7, hasil penelitian menunjukan posisi penting sektor swasta dalam
mewujudkan target Net Zero Emission. Hasil kajian kami adalah yang pertama yang
mengkonfirmasi ketertarikan sektor swasta untuk menyediakan skema pembiayaan
untuk pemanfaatan lahan gambut berkelanjutan. Meskipun pihak swasta mayoritas
sudah menjalankan peraturan dan mekansime kebijakan pengelolaan lahan gambut,
responden menyatakan masih kurangnya dukungan dan skema insentif oleh
pemerintah, terutama untuk menyelesaikan sengketa lahan dengan masyarakat. Untuk
meningkatkan partisipasi swasta, pemerintah harus meningkatkan posisi tawar swasta
dengan menyediakan lingkungan bisnis yang sesuai untuk pemanfaatan jasa
lingkungan.