Model Economic Sea Rent Pemanfaatan Ruang Laut Untuk Perikanan Budidaya Berkelanjutan
Date
2022-11-10Author
Kamil, Ikhsan
Rustiadi, Ernan
Kusumastanto, Tridoyo
Anggraini, Eva
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemanfaatan potensi ruang laut masih sangat rendah, hal ini disebabkan belum ada alokasi yang jelas berdasarkan nilai ekonomi dari ruang tersebut. Kegiatan perikanan budidaya merupakan salah satu aktivitas yang memanfaatkan ruang, namun perlu ada pengalokasian ruang yang pasti untuk menghindari konflik pemanfaatan ruang dengan sektor lainnya. Salah satu upaya dalam meningkatkan pemanfaatan ruang tersebut adalah melalui pengalokasian ruang laut berdasarkan nilai rente.
Economic sea rent merupakan surplus ekonomi yang dihasilkan dari aktivitas pemanfaatan ruang laut dengan mempertimbangkan daya dukung perairan (Ricardian rent), jarak (locational rent) dan eksternalitas negatif (environmental rent). Tujuan penelitian ini adalah (1) analisis kesesuaian perairan Teluk Lampung untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dengan menggunakan sarana KJA; (2) penilaian daya dukung perairan Teluk Lampung untuk kegiatan budidaya ikan kerapu; (3) analisis model economic sea rent perikanan budidaya; (4) analisis potensi pajak pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan budidaya ikan di KJA; dan (5) analisis perubahan nilai economic sea rent untuk kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, pariwisata dan konservasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara langsung. Sedangkan data sekunder diperoleh dari BPS, Bappeda Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, laporan dan dokumen instansi terkait lainnya serta literatur dan hasil penelitian yang telah dilakukan. Metode analisis yang digunakan adalah kesesuaian perairan, daya dukung, model economic sea rent perikanan budidaya, nilai ekonomi pemanfaatan ruang dan model dinamik.
Hasil analisis kesesuaian 14 parameter berdasarkan tiga aspek (fisik, kimia, dan sosial ekonomi), luas kesesuaian Kota Bandar Lampung tingkat kesesuaian sedang 1.553,74 ha, rendah 916,22 ha dan tidak sesuai 35,95 ha, sementara Kabupaten Pesawaran luas kesesuaian tinggi 67,64 ha, sedang 4.284,43 ha dan rendah 2.298,67 ha. Selanjutnya hasil analisis tersebut di overlay dengan RZWP3K. Hasil kesesuaian gabungan menunjukkan bahwa Kota Bandar Lampung luas kesesuaian tinggi 224,7 ha, sedang 23,7 ha, rendah 61,7 ha dan tidak sesuai 2.195,8 ha, sementara Kabupaten Pesawaran luas kesesuaian tinggi 1.241,6 ha, rendah 378,4 dan tidak sesuai 5.030,8 ha. Perbedaan luas kesesuaian dari kedua analisis tersebut adalah dalam alokasi ruang (RZWP3K) diperuntukkan pemanfaatannya bukan untuk kegiatan perikanan budidaya meskipun berdasarkan hasil kajian kesesuaian tiga aspek merupakan areal yang sesuai.
Analisis daya dukung dilakukan berdasarkan kondisi fisik maupun lingkungan perairan. Daya dukung fisik berdasarkan jumlah unit KJA yang dapat ditampung pada hamparan perairan. Kota Bandar Lampung dapat menampung 719 unit KJA (3x3x3 m, 10 lubang) yang setara dengan 1.324,5 ton ikan/tahun, Kabupaten Pesawaran dapat menampung KJA sebanyak 3.825 unit yang setara dengan 7.039,4 ton ikan/tahun. Daya dukung lingkungan berdasarkan kemampuan perairan dalam mengasimilasi nitrogen. Kota Bandar Lampung memiliki daya dukung lingkungan 337,89 ton ikan/tahun dan Kabupaten Pesawaran 8858,33 ton ikan/tahun. Hasil analisis menunjukkan daya dukung tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh luas dari hamparan, namun dipengaruhi juga oleh aktivitas yang dilakukan di areal tersebut (internal loading) maupun beban hasil dari kegiatan antropogenik (external loading) daratan yang masuk ke perairan sekitar lokasi budidaya.
Nilai total economic sea rent perikanan budidaya di wilayah studi adalah Rp. 369.669.516.680,00/tahun, Kota Bandar Lampung Rp. 13.669.883.410,00/ tahun dan Kabupaten Pesawaran Rp. 355.999.633.270,00/tahun. Rata-rata economic sea rent perikanan budidaya per ha/tahun untuk wilayah studi adalah Rp. 219.208.703,00, Kota Bandar Lampung lebih rendah dari rata-rata wilayah studi dengan nilai rente sebesar Rp. 44.163.540,00 / ha/tahun, sedangkan Kabupaten Pesawaran lebih tinggi daripada rata-rata sea rent wilayah studi yaitu sebesar Rp 311.337.736,00 / ha/tahun. Economic sea rent perikanan budidaya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya daya dukung perairan (ricardian rent), jarak (locational rent) dan eksternalitas negatif dari kegiatan perikanan budidaya tersebut (environmental rent).
Penghitungan nilai pajak (government rent) dari pemanfaatan ruang laut untuk kegiatan budidaya ikan kerapu di KJA di wilayah studi adalah sebesar Rp 9.579.730.094,00/tahun, Kota Bandar Lampung sebesar Rp 993.161.953,00/tahun dan Kabupaten Pesawaran Rp. 8.586.568.141,00/tahun. Faktor daya dukung lebih berpengaruh dalam menentukan besaran nilai pajak dari pemanfaatan ruang, karena dengan daya dukung yang lebih berperan penting dalam menentukan kapasitas produksi dibandingkan dengan luas hamparan.
Perbandingan nilai sea rent empat aktivitas yang memanfaatkan ruang laut dalam studi ini adalah perikanan budidaya, perikanan tangkap, pariwisata dan konservasi menunjukkan bahwa aktivitas dengan nilai rente/ha yang tinggi akan berlokasi dekat dengan pelabuhan. Analisis model dinamik digunakan untuk melihat implikasi dari skenario yang diterapkan terhadap nilai sea rent optimal. Skenario 3 menghasilkan nilai sea rent tertinggi di Kota Bandar Lampung yaitu sebesar Rp 2.169.816.499.037,18 atau 6,83 % lebih tinggi dari skenario 1 dan 2,52% lebih tinggi dari skenario 2. Urutan prioritas alokasi pemanfaatan ruang laut yang optimal adalah pariwisata, perikanan budidaya, perikanan tangkap dan konservasi. Skenario 2 menghasilkan nilai sea rent tertinggi di Kabupaten Pesawaran yaitu sebesar Rp 47.422.612.066.325,10, atau 1.524,64% lebih tinggi dari skenario 1 dan 1.214,78% lebih tinggi dari skenario 3. Urutan prioritas alokasi pemanfaatan ruang yang optimal adalah perikanan budidaya, pariwisata, perikanan tangkap dan konservasi. Kegiatan dengan nilai rente yang lebih tingi akan ditempatkan pada lokasi dengan akses dan kemudahan menuju pusat kegiatan ekonomi dalam hal ini pelabuhan.
