dc.description.abstract | Tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan salah satu tanaman yang
memiliki kandungan gizi dan senyawa bioaktif yang cukup tinggi dan telah
diketahui memiliki sifat farmakologis. Berbagai produk berbahan dasar kelor mulai
banyak berkembang di masyarakat terutama di luar negeri, antara lain tepung daun
kelor, teh kelor, ekstrak daun kelor, kosmetik, dan industri berbagai macam produk
herbal. Tanaman kelor relatif mudah untuk dibudidayakan, dapat diperbanyak
dengan stek batang ataupun perbanyakan dari biji, dapat tumbuh baik pada berbagai
jenis dan kondisi tanah, serta toleran terhadap kondisi kekurangan air sehingga
dapat ditanam di daerah dengan curah hujan rendah. Untuk lebih memaksimalkan
potensi tanaman kelor tersebut, bahan tanaman dari bibit terpilih dan teknik
budidaya yang tepat untuk optimasi produksi dan kandungan senyawa bioaktif
tanaman perlu dikembangkan. Kegiatan penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk pengembangan tanaman kelor melalui seleksi bibit dari berbagai aksesi di
Indonesia yang memiliki potensi produksi biomassa dan kandungan senyawa
bioaktif yang tinggi dan optimasi kandungan senyawa bioaktif tersebut dengan
mengontrol pengairan sebelum panen. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam
2 tahap percobaan: 1) Studi keragaman genetik dan seleksi aksesi tanaman kelor
dari beberapa pulau di Indonesia berdasarkan potensi produksi biomassa daun dan
kandungan senyawa bioaktif yang tinggi; dan 2) Optimasi kandungan senyawa
bioaktif tanaman kelor dengan perlakuan kekeringan. Kegiatan tahap 1
menggunakan 10 aksesi tanaman kelor, yaitu aksesi Sumatera, Jawa, Madura, Bali,
Lombok, Sumbawa, Sumba, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua hasil koleksi dari
Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI. Kegiatan ini meliputi identifikasi
keragaman tanaman kelor secara molekuler dan morfologi, serta seleksi aksesi
tanaman kelor tersebut berdasarkan produksi biomassa dan kandungan senyawa
bioaktif (flavonoid) serta aktivitas antioksidannya. Kegiatan tahap 2 merupakan
kegiatan optimasi kandungan senyawa bioaktif tanaman kelor dengan perlakuan
cekaman kekeringan (Drought Stress) menggunakan aksesi terpilih hasil kegiatan
tahap 1. Kegiatan ini terdiri atas perlakuan cekaman kekeringan bertingkat yang
diberikan dengan perbedaan interval pengairan (1, 3, dan 7 hari) dengan durasi yang
berbeda (8, 16, 24, dan 32 hari sebelum panen) yang bertujuan untuk mendapatkan
metode pengairan yang tepat dalam memproduksi senyawa bioaktif flavonoid tanpa
menurunkan produksi biomassa yang terlalu besar. Selain itu, perubahan profil
metabolit tanaman akibat perlakuan kekeringan juga diamati melalui studi
metabolomik dengan metode LC-MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelor
Indonesia cukup beragam yang ditunjukkan oleh tingginya persentase polimorfik
(81,40%) yang secara dominan disebabkan oleh perbedaan aksesi (54%). Aksesi Jawa
merupakan aksesi yang paling berbeda dibandingkan aksesi-aksesi lain yang
menunjukkan persebaran yang sempit. Perbedaan aksesi Jawa dengan aksesi lain
utamanya berdasarkan jumlah anak daunnya yang paling banyak namun dengan
ukuran yang kecil. Berdasarkan karakter biomassa, aksesi Sumatera dan jawa adalah 2
aksesi tertinggi, namun berdasarkan kandungan senyawa flavonoid total dan aktivitas
antioksidannya, aksesi Sumatera merupakan aksesi tertinggi dibanding 9 aksesi yang
lain, sehingga aksesi inilah yang digunakan pada penelitian selanjutnya. Pada
percobaan kedua, dari semua kombinasi perlakuan yang diberikan, perlakuan cekaman
kekeringan dengan interval pengairan 3 hari dengan durasi 16 hari merupakan
perlakuan yang paling efektif dan efisien dalam meningkatkan kandungan flavonoid
daun kelor yang ditunjukkan oleh nilai Water Use Efficiency berdasarkan kandungan
flavonoid (WUEf) yang tertinggi. Hasil analisis fold change juga menunjukkan bahwa
perlakuan tersebut dapat meningkatkan kandungan flavonoid sekitar 2,0-2,5 kali lipat
dibandingkan kontrol. Hasil analisis metabolomik menggunakan aksesi Sumatera yang
diberi perlakuan interval pengairan 1, 3, dan 7 hari dan durasi perlakuan selama 24 hari
sebelum panen menunjukkan bahwa terdapat 119 metabolit yang teridentifikasi yang
terbagi menjadi 30 kelompok senyawa. Kelompok senyawa asam karboksilat dan
turunannya, terpenoid, dan flavonoid merupakan 3 kelompok senyawa yang dominan
dengan jumlah senyawa masing-masing sebanyak 20, 14, dan 11. Dari 119 senyawa
tersebut, sebanyak 23 senyawa berbeda secara signifikan. Sebanyak 13 senyawa
meningkat hanya pada cekaman ringan, 3 senyawa hanya meningkat pada cekaman
parah, 4 senyawa meningkat pada kedua level cekaman, dan 3 senyawa menurun akibat
cekaman kekeringan. Penelitian ini juga berhasil mendapatkan 3 senyawa indikator
cekaman kekeringan pada tanaman kelor, yaitu arginina, N-Fructosil fenilalanina, dan
apigenin 8-C-glucosida. Berdasarkan data tersebut, cekaman kekeringan yang
ringan disinyalir menjadi perlakuan pengairan untuk akumulasi senyawa bioaktif
daun kelor. | |