Model Manajemen Risiko Pengelolaan Limbah Elektronika di Indonesia: Studi Kasus di DKI Jakarta.
Abstract
Senyawa logam berat memiliki dampak yang sangat serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Hal ini disebabkan karena sifat dari senyawa ini yang digolongkan sebagai salah satu senyawa berbahaya dan beracun. Senyawa ini dapat ditemukan dalam produk-produk elektronika yang dapat muncul saat mengalami proses daur ulang. Pengelolaan limbah elektronika di Indonesia sampai saat ini belum memiliki peraturan yang spesifik dan berpotensi memunculkan permasalahan yang sangat kompleks.
Tujuan utama penelitian ini adalah membuat model manajemen risiko limbah elektronika yang berkelanjutan di DKI Jakarta agar dapat dijadikan pedoman dalam mengurangi terjadinya risiko dalam kegiatan pengelolaan limbah elektronika yang selama ini telah dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mencapai tujuan tersebut maka, penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut: memperoleh data kuantitatif dan metode eksisting dari pengelolaan limbah elektronika; mendapatkan faktor-faktor risiko yang berpotensi menimbulkan masalah bagi kualitas lingkungan dan kesehatan manusia dari pengelolaan elektronika; merumuskan strategi yang dapat digunakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan limbah elektronika; memperoleh model manajemen faktor-faktor risiko yang direkomendasikan menjadi strategi pengelolaan limbah elektronika yang berkelanjutan.
Untuk mendapatkan informasi terkait dengan jumlah produk elektronika dilakukan survei pada rumah tangga dan sektor informal. Jumlah responden rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 400 orang dan 54 sektor informal. Pemilihan responden rumah tangga didasarkan pada masyarakat yang memiliki produk elektronika mesin cuci, lemari pendingin, AC dan televisi. Selain itu, lima orang pakar digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan jawaban atas kuesioner yang telah dibuat. Beberapa metode digunakan dalam penelitian ini seperti Material Flow Analysis (MFA), Fishbone diagram, Failure Mode Effect Analysis (FMEA), Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Sistem Dinamis.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah potensi limbah elektronika yang berasal dari rumah tangga dan sektor adalah sebesar 7713,42 Kg atau sebesar 4,04 Kg per orang pertahun. Studi juga menunjukkan bahwa masyarakat memperlakukan limbah elektronika dengan berbagai macam seperti disimpan, dijual, didonasikan dan diperbaiki ulang. Selain itu, metode eksisting pengelolaan limbah elektronika menunjukkan beberapa rute aliran limbah elektronika dari rumah tangga seperti pengumpul, pengepul tingkat 1, pengepul tingkat 2 dan pabrik.
Hasil penelitian juga memberikan informasi bahwa terdapat potensi ekonomi yang diperoleh oleh para pelaku daur ulang di sektor informal. Potensi ekonomi yang diperoleh oleh para pelaku daur ulang ini bervariasi karena tergantung dari jumlah limbah elektronika yang dikumpulkan. Pada pengumpul dengan berat limbah elektronika sebesar 516,80 Kg mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 4.380.800 sedangkan pada pengepul 1 dengan berat 1388,42 Kg memperoleh
pendapatan sebesar Rp. 10.703.300 sementara pada pengepul 2 dengan berat 5001,20 Kg memperoleh pendapatan sebesar Rp. 38.554.200.
Selain potensi ekonomi juga terdapat potensi risiko yang ditimbulkan dari paparan senyawa logam berat. Hasil penelitian menunjukkan adanya potensi pencemaran oleh logam berat dari daur ulang limbah elektronika yang mengambil material berharga dari papan cetak sirkuit (PCB) dapat dikategorikan berbahaya karena melewati baku mutu kualitas lingkungan yang ditetapkan oleh WHO. Potensi pencemaran logam berat masih lebih kecil dibanding dengan pencemaran yang terjadi di pusat daur ulang limbah elektronika di Guiyu China, India dan Nigeria. Hal ini menunjukkan adanya potensi terjadinya risiko kerusakan lingkungan dan penurunan kesehatan manusia.
Berdasarkan hasil studi literatur diperoleh beberapa faktor yang berpotensi menimbulkan risiko kegagalan pengelolaan limbah elektronika seperti faktor teknologi, regulasi, sosial, daur ulang dan finansial. Hasil analisis risiko diperoleh nilai risiko tertinggi sebesar 729 antara lain, teknologi manual atau tradisional, jumlah teknologi, kepatuhan hukum, dan biaya daur ulang. Sementara itu beberapa sub-faktor juga menunjukkan nilai risiko yang tinggi sebesar 567 antara lain fasilitas daur ulang, metode kerja, sentralisasi lokasi daur ulang.
Hasil analisis menggunakan metode AHP menunjukkan alternatif yang menjadi pilihan para pakar adalah perbaikan regulasi dan monitoring dengan bobot 0,493. Selanjutnya, kriteria tertinggi dalam strategi pengelolaan limbah adalah regulasi dengan bobot 0,525, sementara itu pada sub-kriteria tertinggi adalah kepatuhan hukum dengan bobot 0,629.
Hasil analisis menggunakan metode model sistem dinamis diperoleh hasil simulasi sebelum dan sesudah intervensi. Pada model simulasi sebelum dilakukan intervensi diperoleh hasil peningkatan risiko pada tiap-tiap sub model. Hasil intervensi dengan skenario tidak menunjukkan perubahan signifikan. Pada intervensi dengan skenario moderat menunjukkan perbedaan nilai risiko sebesar 1284,3 pada tahun 2028. Intervensi dengan skenario optimis juga menghasilkan perbedaan nilai risiko pada tahun 2028 sebesar 1556,5.
Kebijakan pemerintah terutama Provinsi DKI Jakarta tentang pengelolaan limbah elektronika harus memperhatikan faktor-faktor risiko dalam mengantisipasi terjadinya potensi risiko kegagalan proses pengelolaan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah teknologi, regulasi atau hukum, finansial, sosial dan daur ulang. Lebih lanjut, model manajemen risiko pengelolaan limbah elektronika ini dapat direplikasikan pada pengelolaan limbah elektronikadi wilayah lain. Untuk replikasi pada wilayah lainnya disarankan penyesuaian pada kondisi wilayah guna mengantisipasi terjadinya potensi risiko kegagalan lainnya.