Show simple item record

dc.contributor.advisorHakim, Dedi Budiman
dc.contributor.advisorSyaukat, Yusman
dc.contributor.advisorNovianti, Tanti
dc.contributor.authorHerliana, Sri
dc.date.accessioned2022-11-03T02:07:19Z
dc.date.available2022-11-03T02:07:19Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/115156
dc.description.abstractBahan pangan pokok yang utama dan strategis baik di negara berkembang ataupun negara maju, salah satunya adalah Beras. Sebesar 90 persen beras dikonsumsi oleh penduduk Asia dan lebih dari 22 persen dikonsumsi penduduk Asia Tenggara. Negara-negara di Asia Tenggara sangat berkepentingan untuk mencukupi beras yang dibutuhkan penduduknya, tetapi tidak semua negara bisa leluasa memenuhinya, beberapa negara mempunyai kendala sumberdaya alam dan agroklimat. Hal ini memungkinkan negara-negara di Asia Tenggara ada yang berperan sebagai eksportir, ada juga sebagai importir. Perdagangan beras Asia Tenggara berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perdagangan beras di pasar beras dunia (Hermawan 2013). Beras merupakan komoditas penting di ASEAN, maka penting untuk menjaga stok beras tetap aman. Kebijakan menjaga stok beras yang cukup berkontribusi besar untuk menjaga ketahanan pangan. Kebijakan peningkatan produksi dan mempertahankan reserve-stock beras, ditempuh oleh banyak negara Asia, baik negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan, maupun negara berkembang, seperti Filipina dan Bangladesh. Hal yang sama untuk negara net eksportir seperti Thailand, Vietnam dan India maupun oleh negara net importir seperti Indonesia, Filipina dan Sri Lanka dengan tujuannya untuk keperluan darurat seperti bencana alam, perang dan konflik sosial, serta untuk keperluan stabilitas harga. Dengan adanya cadangan beras, akan mengurangi kelangkaan beras serta menjaga agar tingkat harga beras lebih stabil (Sawit 2010). Perdagangan beras dipengaruhi juga oleh faktor kedekatan jarak antara wilayah. Phung et al. (2017) membuat penelitian mengenai perdagangan antara Vietnam dengan negara-negara dalam kawasan intra-ASEAN dengan mempertimbangkan aspek ruang dan jarak wilayah dalam analisis untuk melihat hubungan perdagangan Vietnam terhadap negara-negara ASEAN lainnya. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa terjadi interaksi spatial-lag dalam perdagangan Vietnam dan negara intra-ASEAN, secara spasial Vietnam cenderung mengekspor barang ke negara yang memiliki lokasi berdekatan dengan Vietnam. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Nur R (2018) yang menganalisis ekspor komoditas minyak nabati dan hewani oleh Negara-negara ASEAN-9 ke Intra Kawasan ASEAN dalam upaya untuk mengetahui adanya efek spasial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat efek spasial pada ekspor komoditas minyak nabati dan hewani di kawasan ASEAN. Thailand dan Vietnam merupakan eksportir beras terbesar sedangkan Indonesia dan Filipina merupakan importir beras terbesar di ASEAN. Aktivitas ekspor-impor beras yang terjadi di kawasan ASEAN tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi keterpaduan antara pasar beras di Indonesia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Dengan kata lain, ketika terjadi perubahan atau guncangan di suatu pasar akan memengaruhi pasar lainnya. Tingginya tingkat konsumsi domestik akan beras di ASEAN, membuat produsen beras tidak semuanya menjadi negara pengekspor. Menurut World Bank (2015), kebanyakan produksi serelia digunakan untuk konsumsi domestik, di mana hanya 10 persen dari total produksi dunia yang diperdagangkan secara global, tidak terkecuali dengan beras. dst ..id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleIntegrasi Pasar Spasial Dan Efek Asimetris Pada Perdagangan Beras Di Negara-negara ASEANid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordIntegrationid
dc.subject.keywordSpatialid
dc.subject.keywordAsymmetricid
dc.subject.keywordRice Tradeid
dc.subject.keywordASEANid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record