Model Rekayasa Lalu lintas dalam Sistem Transportasi dengan Pola Kerjasama antar WilayahBerkelanjutan di Kota Bogor
Date
2022Author
Syaiful
Siregar, Hermanto
Rustiadi, Ernan
Hariyadi, Eri Susanto
Metadata
Show full item recordAbstract
Pola pergerakan orang baik dari pusat kota maupun dari pinggiran kota
termasuk pergerakan dari pedesaan ke pusat bisnis merupakan pola perjalanan
alami. Pola pergerakan orang maupun barang di kota dan kabupaten Bogor dengan
memperhatikan pada lima titik penelitian menunjukkan peningkatan jumlah
kendaraan pada pagi, siang dan sore hari pada simpang Ciawi dan simpang Semplak
pada sore hari dengan Derajat Kejenuhan/DS > 1. Permasalahan utama transportasi
diperkotaan adalah kemacetan. Banyak faktor yang mempengaruhi kemacetan,
jumlah kendaraan tidak seimbang dengan kapasitas jalan, kendaraan yang tidak
layak jalan masih dipaksakan untuk beroperasi, tidak tertibnya masyarakat
pengguna jalan dalam mematuhi rambu lalu lintas, tidak berfungsinya pedestrian
sebagai mana mestinya, belum tersedianya jalur khusus untuk penyandang
disabilitas dan pesepeda. Penelitian ini bertujuan merumuskan model strategis
rekayasa lalu lintas dalam system transportasi dengan pola Kerjasama antar wilayah
berkelanjutan di kota Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu Juni 2019- Maret 2020
dan pembaharuan data pada bulan Februari 2021-April 2021. Penelitian dilakukan
dengan pengambilan data langsung dilapangan dengan menghitung jumlah
kendaraan bermotor dan tidak bermotor, wawancara terhadap responden, Focus
Group Discussion/FGD, wawancara dengan pakar dan studi literatur dalam
menentukan atribut maupun dimensi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Penelitian ini mempunyai 4 tujuan turunan, turunan pertama mengevaluasi pola
kinerja simpang bersinyal/APILL dalam system transportasi didapatkan Panjang
antrian disetiap persimpangan yang beragam. Semakin Panjang antrian semakin
tidak bergerak kendaraan bermotor seperti pada simpang Ciawi dengan Panjang
antrian lebih dari 500m. Panjang antrian paling sedikit kurang dari 100m
menunjukkan pengemudi masih bisa mengatur kecepatannya di persimpangan.
Tujuan kedua dengan merumuskan dan mengevaluasi fasilitas infrastruktur
transportasi dan rambu lalu lintas. Menggunakan analisis SWOT dalam pencapaian
tujuan adalah adanya potensi kekuatan/peluang dalam mendapatkan strategi SO
sebesar 7.156 dengan mengoptimalkan pembangunan infrastruktur transportasi
menunjang pengembangan wilayah. Strategi kekuatan/kelemahan mendapatkan ST
sebesar 6.771 dengan memaksimalkan pengembangan jaringan jalan dengan
pengoptimalan distribusi angkutan penumpang dan pada angkutan pengumpan
(angkutan antar lingkungan). Strategi kelemahan/peluang dalam strategi WO
sebesar 5.796 dengan penekanan pada mengatur dan meminimalisir tingkat
kemacetan dalam pengaturan APILL. Strategi kelemahan/ancaman dengan konsep
WT sebesar 5.681 menekankan pada meminimalkan konflik kepentingan tata ruang
melalui penataan kembali tata ruang wilayah sesuai dengan kondisi dan daya
dukung karakteristik wilayah perbatasan. Tujuan ketiga menghasilkan model
simpang bersinyal pada lima titik penelitian bahwa simpang bersinyal Salabenda
dimensi ekonomi paling rendah yaitu sebesar 42,97%), sedangkan dimensi
teknologi paling tinggi sebesar 72,33%. Skor tertinggi pada simpang bersinyal
Semplak pada dimensi teknologi sebesar 62,36% sedangkan skor terendahnya pada
iv
dimensi ekonomi yaitu sebesar 39,67%. Simpang bersinyal Bubulak indeks
keberlanjutannya untuk skor tertinggi pada dimensi social sebesar 59,711%
sedangkan dimensi kelembagaan mendapatkan skor 50,00%. Selanjutnya untuk
simpang bersinyal POMAD skor tertinggi pada dimensi ekologi sebesar 59,44%
sedangkan skor terendah pada dimensi kelembagaan yaitu sebesar 35,87%. Untuk
simpang bersinyal Ciawi skor tertinggi diperoleh dari dimensi teknologi yaitu
sebesar 64,15% sedangkan dimensi kelembagaan dengan skor 40,57% pada skor
terendah. Sedangkan untuk tujuan keempat dalam mendapatkan model strategis
pengambilan keputusan rekayasa lalu lintas dalam system transportasi
menggunakan metode AHP didapatkan hasil penilaian perbandingan berpasangan
dari kelima kriteria diatas menunjukkan bahwa nilai konsistensi rasio adalah
sebesar 0,085 artinya CR yang didapatkan adalah kurang dari 0,1 yang disyaratkan
oleh Saaty sudah memenuhi. Dimana Saaty menetapkan nilai Consystency Ratio
(CR) harus kurang dari 0.1, sehingga perhitungan perbandingan berpasangan
memenuhi.
Simulasi model ditawarkan empat scenario melalui intervensi dimana model
dengan scenario melalui intervensi optimis terhadap parameter model. Parameter
model yang tepat digunakan adalah mewujudkan keberlanjutan rekayasa lalu lintas
dalam system transportasi dalam wujud Kerjasama antar wilayah akan memberikan
dampak/pengaruh paling besar terhadap perbaikan kinerja lalu lintas dalam system
transportasi dengan nama SYSMOPULL. Untuk mewujudkan scenario
SYSMOPULL ini dengan konsep scenario optimis dengan pola intervensi. Adapun
pola intervensi yang diharapkan adalah kebijakan dalam pengambilan keputusan
berdasarkan konsep yang ditawarkan. Persoalan rekayasa lalu lintas dalam system
transportasi berkelanjutan diwilayah Bogor mendapatkan hasil dari system
perhitungan menggunakan MKJI/KAJI dengan penitik beratan pada level of
service kinerja persimpangan di lima wilayah studi dapat digambarkan bahwa LoS
merupakan factor kunci dalam penentuan kebijakan. LoS F dengan memberikan
simulasi scenario model kebijakan yang ditawarkan melalui intervensi optimis
terhadap parameter model. Untuk memperkuat kebijakan operasionalisasi
pemerintah daerah maka perlu dilakukan peningkatan kualitas aparatur pemerintah
daerah dengan penyusunan RTRW kabupaten Bogor dan RTRW kota Bogor
sejalan. Adapun kebijakan kerjasama operasional fasilitas infrastruktur melalui
program model scenario sebagai berikut. (1) pengelolaan dan peningkatan
Kerjasama Kawasan lain yaitu PARUNGSEMPLAK dan Kawasan
CIAWIBARANANGSIANG dalam pengembangan system transportasi wilayah,
(2) menentukan dan Menyusun Kawasan Bersama dan simpul transportasi
diperbatasan yaitu Bubulak-Laladon dan Ciawi-Baranangsiang, (3) menyusun
petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pembentukan Kerjasama system
transportasi kawasan. Terkait dengan tujuan ketiga dalam menentukan kebijakan
yang akan dilakukan untuk mendukung pengendalian rekayasa lalu lintas dalam
system transportasi adalah sebagai berikut: (1) merealisasikan pengendalian
transportasi antar wilayah guna mengurangi kesenjangan aksesibilitas Kawasan
perbatasan, (2) menciptakan pengendalian rekayasa laulintas dalam system
transportasi antar wilayah dengan penguatan peraturan mengenai Kawasan ini.
Sedangkan kebijakan peningkatan rekayasa lalu lintas dalam system transportasi
perkotaan adalah: (1) peningkatan pembangunan infrastruktur transportasi pada
dua wilayah penyangga Kawasan, (2) peningkatan kapasitas jalan dan kapasitas
simpang dalam menunjang perkembangan Kawasan perbatasan, (3) peningkatan
kualitas sumberdaya manusia dalam menunjang kerjasama antar wilayah
dikawasan perbatasan menjadi prioritas utama.