Show simple item record

dc.contributor.advisorMulatsih, Sri
dc.contributor.advisorJuanda, Bambang
dc.contributor.advisorFariyanti, Anna
dc.contributor.authorMeilani, Ema Hilma
dc.date.accessioned2022-04-23T02:34:07Z
dc.date.available2022-04-23T02:34:07Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/111659
dc.description.abstractPendekatan pembangunan sentralistik telah menciptakan berbagai ketimpangan, diantaranya ketimpangan antara perdesaan dan perkotaan. Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan telah menghasilkan kemiskinan di perdesaan dan mendorong terjadinya urbanisasi. Agar tidak terjadi kesenjangan maka pemerintah berupaya untuk menurunkan angka kemiskinan. Angka penurunan kemiskinan di perkotaan lebih besar dibandingkan angka penurunan kemiskinan di perdesaan. Solusi terhadap permasalahan kesenjangan antara perkotaan perdesaan adalah dengan meningkatkan pembangunan di perdesaan. Sektor pertanian merupakan sector andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan kawasan pertanian merupakan isu strategis nasional agar pengentasan kemiskinan dapat berjalan dengan baik. Salah satu model pembangunan berbasis kawasan dapat diterapkan melalui system agribisnis. Konsep agribisnis memandang suatu usaha pertanian termasuk usaha ternak secara holistic sejak dari subsistem penyediaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan hingga pemasaran. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengukur tingkat perkembangan kawasan agribisnis peternakan sapi potong di Kabupaten Sukabumi, 2) menganalisis keunggulan komparatif wilayah agribisnis peternakan sapi potong, 3) menentukan skala minimum usaha penggemukan sapi potong bagi pelaku usahaternak, 4) menganalisis keberlanjutan kawasan dan strategi pengembangan kawasan agribisnis peternakan di Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilaksanakan pada 13 kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang ditetapkan sebagai kawasan agribisnis peternakan. Penelitian untuk mengetahui perkembangan kawasan berdasarkan indicator subsistem agribisnis. Selain itu penelitian dilakukan untuk menilai dan menganalisis usahaternak sapi potong dari sisi produksi dan mengetahui status keberlanjutan kawasan sehingga mampu menyediakan kebutuhan protein bagi masyarakat. Analisis data dilakukan sesaui dengan masing masing tujuan penelitian yaitu menggunakan analisis TOPSIS untuk mengetahui perkembangan kawasan, analisis komparatif untuk mengetahui keunggulan komoditas sapi potong, analisis fungsi produksi untuk mengetahui produksi ternak sapi potong dan analisis keberlanjutan untuk mengetahui kawasan tetap berjalan tanpa merusak lingkungan namun tetap menghasilkan profit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perkembangan pada kecamatan dalam kawasan. Hasil analisis TOPSIS Kecamatan Purabaya memiliki nilai yang paling tinggi yaitu 0,49. Selain Kecamatan Purabaya terdapat 2 kecamatan lain yang memiliki nilai berdekatan dengan kecamatan Purabaya yaitu kecamatan Jampangtengah dan kecamatan Curugkembar. Secara Geografis ketiga kecamatan tersebut berdekatan dan saling berbatasan. Keadaan ini dapat dimanfaatkan sebagai perluasan kawasan zona inti dan merupakan system yang dapat menjadi kawasan agribisnis peternakan secara utuh mengingat beberapa sarana dan prasarana yang ada di ketiga kecamatan tersebut saling melengkapi untuk memenuhi system agribisnis yang tertutup agar efisien dari sisi biaya. Apabila kecamatan lain akan dijadikan kawasan maka dapat diambil kebijakan untuk menduplikasi zona inti sehingga tidak perlu ada zona pendukung dan zona penyangga di lokasi yang berbeda karena akan kesulitan untuk melakukan distribusi pakan ataupun hasil produk. Terdapat lima kecamatan yang mampu menjadikan komoditas sapi potong sebagai unggulan dengan hasil analisis LQ selama rentang waktu 2013-2018 tetap diatas 1 yaitu kecamatan Ciracap, Ciemas, Surade, Tegalbuleud dan Cibitung. Namun hanya kecamatan Cibitung dan Tegalbuleud yang memiliki relevansi antara potensi sapi potong sebagai komoditas unggulan dengan potensi pakan hijauan yang tersedia. Namun demikian dari kestabilan jumlah peternak sapi potong Kecamatan Surade dan Kecamatan Tegalbuleud yang memiliki jumlah peternak yang sangat banyak. Hal ini karena peternak tidak menjadikan pemeliharaan sapi potong sebagai mata pencaharian utama namun sebagai matapencaharian sampingan. Artinya pelaku usahaternak menjadikan sapi sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga pelaku usahaternak dan juga sebagai status social di masyarakat. Skala minimum jumlah sapi yang harus dipelihara agar dapat menjadi pendapatan bagi peternak sebesar 8 ekor. Sistem agribisnis secara multidimensi pada kawasan diukur dari keberlanjutan sistem masih berada dalam kriteria keberlanjutan kurang dengan nilai indeks keberlanjutan sebesar 34,92.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePenetapan Kawasan Agribisnis Peternakan Sapi Potong dalam Pembangunan Wilayah Sukabumi. Determined of livestock Agribusiness area in the regional development of Sukabumi.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAgribusiness of livestock areaid
dc.subject.keywordComparative advantageid
dc.subject.keywordminimum scale of livestockid
dc.subject.keywordsustainabilityid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record