Klebsiella pneumoniae Pada Pneumonia Sapi Aceh: Kajian Mikrobiologi dan Morfopatologi
Date
2021-09Author
Darniati
Handharyani, Ekowati
Setiyaningsih, Surachmi
Agungpriyono, Dewi Ratih
Metadata
Show full item recordAbstract
Klebsiella pneumoniae merupakan bakteri oportunistik yang sering dijumpai di lingkungan, dan mampu menginfeksi manusia, hewan dan tumbuhan. Infeksi oleh K. pneumoniae pada hewan dan manusia menyebabkan peradangan pada berbagai organ seperti paru, hati, gastrointestinal, traktus urinari, hingga menimbulkan septikemia. Infeksi oleh K. pneumoniae pada sapi seringkali dikaitkan dengan mastitis, dan masih sangat jarang ditemukan adanya laporan yang mengaitkannya dengan penyakit pernapasan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi K. pneumoniae secara fenotipik dan molekuler, mendeteksi tipe kapsular secara molekular, produksi antibodi monospesifik anti-K. pneumoniae hipervirulen (K1 dan K2), mengamati morfopatologi dan distribusi antigen pada jaringan paru, dan menginduksi pneumonia pada mencit dengan isolat tunggal K1 dan K2. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, dengan No. 144/KEH/SKE/VIII/2019.
Jaringan paru yang menunjukkan lesi pneumonia dikumpulkan dari 62 sapi yang menunjukkan gejala depresi, dehidrasi, atau kaheksia, dengan atau tanpa adanya gejala pernapasan. Dalam studi mikrobiologi, sampel jaringan dan swab dikultur pada media agar untuk mengisolasi bakteri patogen. Isolat yang dicurigai secara fenotipik selanjutnya diidentifikasi dengan uji biokimia dan amplifikasi pada gen rpoB menggunakan PCR. Fenotipe mukoid dari isolat ditentukan dengan string test, sedangkan deteksi serotipe kapsular secara genotipik dilakukan dengan mendeteksi keberadaan gen magA (K1), k2A (K2) dan k5wzx (K5), yang dievaluasi dengan PCR. Dalam studi patomorfologi, jaringan paru diwarnai dengan pewarnaan hematoksilin-eosin dan pewarnaan imunohistokimia (IHK) untuk mengamati lesi histopatologi dan distribusi antigen K. Pneumoniae hipervirulen (hvKp). Antibodi poliklonal monospesifik terhadap hvKp yang diproduksi pada kelinci digunakan sebagai reagen pada pewarnaan IHK. Infeksi eksperimental pada tikus model pneumonia dilakukan untuk mengevaluasi kemampuan isolat klinis strain hipervirulen asal sapi Aceh dalam menginduksi pneumonia pada mencit. Mencit diinfeksi secara intranasal dengan 1,5 × 108 cfu K. pneumoniae serotipe K1 dan K2. Gejala klinis, patologi anatomi, dan histopatologi paru diamati setiap 72 jam setelah hewan dieutanasi.
Sebanyak 61 isolat K. pneumoniae diisolasi dari 38 (61,3%) individu sapi. Gen magA (serotipe K1) terdeteksi pada 28 (45,9%) isolat klinis, gen k2A (serotipe K2) terdeteksi pada 18 (29,5%), sedangkan 15 (24,6%) isolat tidak teridentifikasi sebagai K1, K2 maupun K5 (Non-K1/K2). Klebsiella pneumoniae hipervirulen (K1 dan K2), mampu menginduksi produksi antibodi pada kelinci dalam waktu yang relatif singkat (37 hari). Antibodi terhadap K. pneumoniae mulai muncul pada hari ke-14 setelah injeksi pertama dan mengalami peningkatan setelah booster ke-1 dan ke-2. Kedua antibodi yang dihasilkan menunjukkan adanya reaksi silang yang diduga disebabkan oleh kesamaan pada tipe antigen-O yang terdapat pada permukaan sel bakteri. Reaksi silang antar antigen dapat dieliminasi melalui tahapan immunoaffinity purification dan menghasilkan antibodi yang monospesifik. Karakterisasi antibodi dengan SDS-PAGE menunjukkan adanya dua pita protein dengan berat molekul sekitar 54 kDa dan 25 kDa yang masing-masing mewakili rantai berat dan rantai ringan dari imunoglobulin G mamalia. Antibodi poliklonal yang telah dipurifikasi menunjukkan afinitas dan spesifisitas yang tinggi terhadap antigen homolog pada uji agar gel immunodiffusion (AGID), direct agglutination, dan pewarnaan imunohistokimia.
Gejala patologi anatomi pneumonia yang teridentifikasi pada paru sapi Aceh adalah hiperemi, konsolidasi, dan atelektasis. Pengamatan patologi menunjukkan dua pola infeksi yaitu bentuk akut dan kronis. Infeksi akut ditandai dengan hiperemi, infiltrasi sel radang (neutrofil dan makrofag), hemoragi, edema, hiperplasia epitel bronkhiolus, obstruksi bronkhus dan bronkhiolus dengan eksudat purulen, dan atelektasis; sedangkan infeksi kronis didefinisikan oleh adanya infiltrasi makrofag, emfisema, dilatasi bronkhus, penebalan dinding alveolar oleh fibrosis interstisial, dan fibrosis pleura. Pewarnaan IHK menggunakan antisera monospesifik yang diinduksi oleh hipervirulen K. pneumoniae (hvKp) mengkonfirmasi adanya sebaran antigen spesifik K. pneumoniae pada infeksi akut terutama di daerah peri-bronkiolar, peri-vaskular, dan intra-alveolar. Berbeda dengan sebaran imunopositif pada infeksi kronis, yang umumnya diamati menyebar pada area pleura dan interstisial.
Induksi kejadian pneumonia pada mencit menggunakan K. pneumoniae serotipe K1 dan K2 dari isolat klinis sapi Aceh mampu menginduksi terjadinya pneumonia pada mencit dan menunjukkan karakterisasi klinis dan lesi yang menyerupai pneumonia akut pada sapi Aceh. Lesi patologi anatomi pada trakhea dan paru pada kedua kelompok menunjukkan hiperemi, kongesti, dan konsolidasi terutama pada lobus kranioventral. Hasil pengamatan histopatologi menunjukkan adanya bronkopneumonia pada kedua kelompok perlakuan. Bronkopneumonia ditandai dengan infiltrasi sel radang, kongesti, hemoragi, edema, pembentukan eksudat purulen, obstruksi lumen bronkhiolus yang mengarah pada konsolidasi dan atelektasis. Pewarnaan imunohistokimia pada jaringan paru menunjukkan reaksi imunopositif terhadap antigen K. pneumoniae pada kedua kelompok perlakuan yang dimulai dari ke- 3 pi hingga 12 pi. Penyebaran antigen secara difus dapat diamati pada hari ke- 3 pi hingga 6 pi, tetapi mulai menunjukkan penurunan pada hari ke- 9 pi hingga 12 pi. Antigen yang diamati pada hari ke- 12 pi, membentuk koloni di dalam matriks protein yang diduga merupakan biofilm. Pembentukan biofilm oleh bakteri menyebabkan infeksi yang persisten dan dapat berlangsung kronis. Klebsiella pneumoniae is an oportunistic bacteria frequently found in the environment that can cause infection in humans, animals, and plants. Klebsiella pneumoniae is a leading cause of severe infection in humans such as pneumonia, liver abscess, urinary tract infection, and septicemia. K. pneumoniae infection in cattle is widely recognized as the causative agent of mastitis. However, there was little evidence of K. pneumoniae association with bovine respiratory disease. Therefore, this study aimed to isolate and identify K. pneumoniae from the respiratory tract of Aceh cattle, to determine capsular serotype, to produce monospecific antibodies against hypervirulent K. pneumoniae (K1 and K2), to examine pathomorphology and distribution of antigens in lung tissue, and to induce pneumonia in mice with a single isolate of K1 and K2 serotypes. This research has received approval from the Ethical Committee of Veterinary Medicine Faculty, Institut Pertanian Bogor, under certificate No. 144/KEH/SKE/VIII/2019.
Lung tissues with gross pathological lesions of pneumonia were collected from 62 cattle showing depression, dehydration, or cachexia, with or without respiratory symptoms. Pneumonic lung tissue and tracheal swabs were collected from slaughtered animals at Banda Aceh and Aceh Besar abattoirs. For the microbiological study, all samples were plated on blood agar, and the suspected colonies were selected and identified using biochemical tests and rpoB gene amplification using PCR. The mucoid phenotype of the isolates was determined by the string test. The presence of K1, K2, and K5 genes was evaluated by PCR using specific primers for the respective genes. For the pathomorphological study, lung tissue slices were stained with hematoxylin-eosin and immunohistochemical staining (IHC) to observe the histopathological lesions and distribution of hypervirulent K. pneumoniae (hvKp) antigens, respectively. Monospecific polyclonal antibodies against hvKP produced in rabbits were used as a reagent in IHC. Experimental infection was performed to evaluate the ability of the hvKp isolates to induce pneumonia in mice. Mice were inoculated intranasally with 1.5 × 108 CFU of single isolate K. pneumoniae serotypes K1 and K2. Clinical signs, gross lesions, and histopathology of the lung were observed every 72 hours after the mice were euthanized.
A total of 61 isolates of K. pneumoniae were successfully isolated from 38 (61,3%) cattle. Of those, 28 (45,9%) clinical isolates were K1, 18 (29,5%) were K2, and 15 isolates (24,6%) were not identified as K1, K2 nor K5 (Non-K1/K2). Hypervirulent K. pneumoniae (K1 and K2) isolates were heat-killed and injected into rabbits for antibody production. Specific antibodies against each isolate began to appear on the 14th day after the first injection and progressively intensified after the 1st and 2nd boosters. The crossreactivity between the antigen was eliminated by absorbing the antisera against the opposite and several non-K1/K2 serotypes to produce monospecific antibodies. The SDS-PAGE analysis of affinity chromatography purified antisera showed two bands of 54 kDa and 25 kDa representing the heavy and light chains of mammalian immunoglobulin G, respectively. The purified polyclonal antisera showed high affinity and specificity for homologous antigens in agar gel immunodiffusion, direct agglutination tests, and immunohistochemical staining.
The pneumonic lesions identified in the lungs of Aceh cattle included hyperemia, hemorrhage, consolidation, and atelectasis. Two patterns of infection were observed histopathologically; acute and chronic. Acute infection was characterized by hyperemia, inflammatory cells infiltration (neutrophil and macrophage), hemorrhage, edema, bronchiolar epithelium hyperplasia, bronchial and bronchiolar obstruction with purulent exudate, and atelectasis; whereas the chronic infection defined by macrophage infiltration, emphysema, bronchial dilatation, alveolar wall thickening with interstitial fibrosis and pleural fibrosis. Immunohistochemical (IHC) staining confirmed the presence of K. pneumoniae antigen predominantly in the peri-bronchiolar, peri-vascular, and intra-alveolar areas, in contrast to the diffuse infiltrates in the pleura and interstitial alveolae in acute and chronic infections, respectively.
The administration of K. pneumoniae K1 and K2 isolates resulted in the induction pneumoniae in mice characterized by clinical signs and lesions similar to acute pneumonia in Aceh cattle. Gross pathological lesions of the trachea and lung in both groups were hyperemia, congestion, and consolidation mainly in the cranioventral lobe. The histopathological changes typical of bronchopneumonia were present in both treatment groups including the accumulation of inflammatory cells, congestion, hemorrhage, edema, formation of purulent exudates, obstruction of the bronchiolar lumen, consolidation, and atelectasis. Immunohistochemical staining of lung tissues showed immunopositive reaction to K. pneumoniae antigen in both treatment groups starting from 3 dpi up to 12 dpi. The antigen was widely dispersed at 3 dpi to 6 dpi but tended to decrease at 9 dpi up to 12 dpi. Notably, at 12 dpi cluster of antigens appeared as colonies in the protein matrix were present. This observation suggests the development of biofilm, which is frequently associated with chronic infection.
Collections
- DT - Veterinary Science [286]