dc.description.abstract | Rantai pasok agroindustri udang termasuk dalam kelompok rantai pasok
pangan produk olahan. Komoditas udang dan produk olahan udang beku
merupakan komoditas unggulan sektor perikanan yang berdaya saing kuat. Oleh
karena itu agroindustri yang memproduksi produk olahan udang beku menghadapi
persaingan dengan industri sejenis. Persaingan pun semakin rumit dengan adanya
pola permintaan konsumen yang berubah-ubah, dan banyaknya pelaku pada rantai
pasok. Selanjutnya, untuk dapat bersaing, agroindustri udang harus mampu
melakukan efisiensi yang identik dengan pengurangan biaya. Namun, efisiensi
biaya saja tidak cukup untuk mengatasi perubahan pasar yang sangat cepat sehingga
harus diimbangi dengan meningkatkan service level pada pembeli. Permasalahan
lain yang dihadapi adalah tidak adanya integrasi kegiatan pada rantai pasok
agroindustri udang sehingga menimbulkan risiko biaya, kuantitas dan pengiriman.
Kegiatan yang dianggap kritis pada rantai pasok adalah perencanaan produksi
dan distribusi. Keputusan yang terpisah-pisah pada dua kegiatan tersebut
mengakibatkan produk akhir yang diproduksi dan didistribusikan ke konsumen
berada dalam jumlah dan waktu yang tidak tepat. Sementara itu, horison
perencanaan yang relatif pendek menghendaki integrasi perencanaan produksi dan
distribusi yang semakin tinggi.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan model integrasi
perencanaan produksi dan distribusi pada rantai pasok agroindustri udang. Adapun
tujuan khususnya yang pertama adalah menganalisis proses bisnis perencanaan
produksi dan distribusi pada agroindustri udang dan mendapatkan posisi titik
decoupling. Tujuan kedua yaitu merancang model integrasi perencanaan produksi
dan distribusi pada rantai pasok agroindustri udang untuk meminimasi total biaya
dan memaksimasi service level. Terakhir, tujuan ketiga ialah mendapatkan
prototipe sistem perangkat lunak untuk mengambil keputusan yang
mengintegrasikan perencanaan produksi dan distribusi pada rantai pasok
agroindustri udang.
Alat yang digunakan untuk menjawab tujuan kesatu adalah BPMN 2.0
(business process model and notation). Sedangkan model integrasi perencanaan
produksi dan distribusi diformulasikan dalam bentuk mixed integer linear
programming (MILP) dengan dua fungsi tujuan yaitu minimasi total biaya rantai
pasok dan maksimasi service level. Formulasi MILP merupakan salah satu model
optimasi. Penyelesaian model optimasi dilakukan dengan menggunakan algoritma
non-dominated sorting algorithm (NSGA)-II. NSGA-II menghasilkan titik-titik
Pareto front yang merupakan kumpulan solusi berisikan nilai-nilai fungsi tujuan.
Pemilihan solusi terbaik dilakukan dengan menggunakan metode
filtering/displaced ideal solution (DIS). Prototipe sistem perangkat lunak dirancang
berdasarkan fase intelejensi, fase desain, fase pemilihan dan fase implementasi.
Model proses bisnis perencanaan produksi dan distribusi pada PT X adalah
sistem produksi hybrid MTS-MTO, untuk mengantisipasi keragaman pasokan
bahan baku dan permintaan pembeli yang tidak pasti. Terdapat tiga titik decoupling
yang berhasil diidentifikasi, yaitu antara agroindustri dengan pemasok, pada sistem
MTS-MTO di agroindustri dan antara agroindustri dengan pembeli dengan
perantara perusahaan jasa logistik sebagai distributor. Multi titik decoupling
menunjukkan bahwa kerjasama antar pelaku rantai pasok harus dilakukan, terutama
terkait perencanaan produksi dan distribusi dalam rangka memenuhi permintaan
pembeli.
Model integrasi perencanaan produksi dan distribusi pada rantai pasok
agroindustri udang yang dihasilkan adalah Model Optimasi Multi Objektif (2
tujuan), yaitu minimasi total biaya rantai pasok dan maksimasi service level dalam
bentuk probabilistik Mixed Integer Linear Programming (MILP). Solusi Model
telah berhasil memperoleh “trade off” antara tujuan meminimumkan biaya
produksi/distribusi (total biaya) dan memaksimumkan service level sebagai
representasi untuk kepuasan pelanggan. Kriteria performansi terbaik dicapai saat
dengan total biaya bernilai Rp 0,183 triliun, dan service level 34.389,91. Biaya
pembelian bahan baku merupakan biaya yang paling mempengaruhi total biaya
rantai pasok (89,29%), kemudian biaya produksi (8,07%), biaya kerusakan material
(1,79%), dan biaya persediaan (0,85%). Hasil pengujian menunjukkan bahwa
terdapat kondisi ”over stock” yang lebih besar daripada ”under stock”. Ini
menandakan bahwa PT X mampu memenuhi permintaan pembeli dengan baik, dan
mempunyai kemampuan untuk berdaya saing dengan industri sejenis.
Prototipe sistem perangkat lunak untuk pengambilan keputusan pada model
integrasi perencanaan produksi dan distribusi yang dihasilkan diberi nama Sistem
Rencana dan Distribusi (SRP-Shrimp). SRP-Shrimp dirancang mampu membantu
pengambil keputusan menganalisis performansi rantai pasok agroindustri udang,
dari aspek jumlah pasokan bahan baku udang dari ketiga pemasok, jumlah
persediaan, jumlah CPTO dan PD, jumlah block frozen yang diproduksi, serta
jumlah CPTO dan PD yang didistribusikan pada periode tertentu. | id |