Show simple item record

dc.contributor.advisorBoer, Rizaldi
dc.contributor.advisorAldrian, Edvin
dc.contributor.advisorDasanto, Bambang Dwi
dc.contributor.authorHandoko, Unggul
dc.date.accessioned2020-10-22T01:20:40Z
dc.date.available2020-10-22T01:20:40Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103611
dc.description.abstractPerubahan iklim menyebabkan peningkatkan kejadian ekstrem, seperti curah hujan ekstrem, suhu udara ekstrem, serta perubahan percepatan siklus hidrologi di permukaan bumi yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi bencana. Secara umum, curah hujan ekstrem dapat dibedakan menjadi curah hujan ekstrem basah yang mengakibatkan banjir dan curah hujan ekstrem kering yang berdampak pada kekeringan. Bencana alam yang berkaitan dengan permasalahan hidrologi karena pengaruh hujan ekstrem seperti banjir dan kekeringan melanda hampir di seluruh belahan bumi. Peningkatan kejadian banjir dan kekeringan terjadi di mana-mana, baik dari segi frekuensi kejadiannya ataupun besar dampak yang ditimbulkan dari bencana tersebut. Banjir dan kekeringan merupakan 90% dari 1.000 kejadian bencana yang berbahaya sejak tahun 1990, dengan adanya risiko bencana tersebut dunia belum siap menghadapinya. Peran perencanaan tata ruang wilayah sangat penting dalam kegiatan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Adanya perencanaan tata ruang dapat memberikan arahan di masa akan datang terhadap beberapa sektor yang terkait dengan dampak perubahan iklim seperti sektor hidrologi, ekologi, pertanian, dan permukiman. Untuk adaptasi terhadap perubahan iklim diperlukan evaluasi suatu perencanaan tata ruang wilayah jangka panjang (50-100 tahun) sehingga akan tercipta suatu kawasan yang tangguh iklim. Selain itu, menurut amanat Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis mewajibkan setiap pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat KLHS untuk memastikan prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah. KLHS sebagaimana disebutkan di atas salah satunya wajib dilaksanakan ke dalam penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah beserta rinciannya. Studi tentang adaptasi perubahan iklim dan dampak yang ditimbulkannya membutuhkan informasi iklim pada waktu yang telah lampau dan juga prediksi iklim di masa yang akan datang. Salah satu alat yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh informasi tersebut adalah model iklim. Model iklim merupakan alat utama yang dapat digunakan untuk menyelidiki respon dari sistem iklim yang diakibatkan oleh beberapa forcings. Selanjutnya model ini dapat digunakan untuk membuat prediksi iklim beberapa dekade ke depan atau untuk melakukan proyeksi iklim satu abad mendatang. Salah satu model iklim dengan resolusi yang bagus adalah Regional Climate Model (RCM). Penggunaan model RCM secara langsung tanpa adanya koreksi masih mengandung bias. Oleh sebab itu, sebelum digunakan sebagai masukan model dampak, RCM masih memerlukan koreksi bias dan perlakuan subtitusi nilai-nilai outlier dengan metode IQR. Koreksi bias dan pengaturan nilai outlier terbukti dapat meningkatkan kinerja model RCM dalam menyimulasikan curah hujan di daerah penelitian. Selain itu, untuk mengetahui model RCM terbaik telah dilakukan analisis dengan dua metode yaitu berdasarkan perangkingan nilai KGE dan diagram Taylor. Kedua metode tersebut menunjukkan urutan performa yang sama. Oleh sebab itu, untuk analisis model RCM terbaik selanjutnya cukup menggunakan satu metode, yaitu metode statistik KGE yang lebih mudah dan efisien perhitungannya. Data RCM yang sudah melalui koreksi bias dan cukup handal selanjutnya digunakan untuk analisis perubahan iklim di DAS Batanghari. Perubahan iklim di DAS Batanghari mempengaruhi peningkatan lima dari enam indeks hujan ekstrem yang dianalisis yaitu R95p, R99p, Rx1day, Rx5day, dan SDII. Peningkatan hujan ekstrem ini sejalan dengan peningkatan kejadian banjir di DAS Batanghari dalam kurun waktu yang hampir sama. Selanjutnya, kemampuan model RCM dalam menyimulasikan curah hujan ekstrem dianalisis dengan analisis grafik CDF. Hasil menunjukkan juga bahwa hampir semua indeks bisa disimulasikan oleh model dengan baik, kecuali indeks SDII. Karena RCM memiliki kemampuan yang baik dalam menyimulasikan hujan ekstrem, RCM dapat digunakan untuk memproyeksikan banjir di masa depan. Banjir di DAS Batanghari dapat dimodelkan dengan menggunakan data indeks hujan ekstrem. Berdasarkan hasil analisis pengaruh indeks curah hujan ekstrem terhadap banjir, diketahui bahwa indeks PRCPTOT dan R99p adalah indeks yang paling berpengaruh terhadap banjir. Dengan menggunakan ensemble 12 model RCM dan analisis statistik, diproyeksikan kejadian banjir akan lebih sering terjadi dibandingkan dengan saat ini. Sub DAS Batanghari Hilir merupakan wilayah yang paling rentan terjadi banjir esktrem pada masa yang akan datang dibandingkan dengan sub DAS lainnya. Berkembangnya pengetahuan di bidang kajian lingkungan dalam beberapa dekade ini dikenal istilah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Definisi dari KLHS tidak secara umum dianut oleh semua pihak namun tergantung dari cara merefleksikan dan memaknainya. Di Indonesia, definisi KLHS adalah proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dan menjamin diintegrasikannya prinsip-prinsip keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang strategis. KLHS sangat penting digunakan untuk mengevaluasi dampak perubahan iklim dan perubahan lahan pada masa yang akan datang agar tercipta perencanaan pembangunan berkelanjutan yang bersifat tangguh bencana iklim (Climate Proof). Climate proof merupakan sebuah istilah untuk mengidentifikasi risiko dari suatu pembangunan sebagai konsekuensi adanya variabilitas dan perubahan iklim serta memastikan bahwa risiko tersebut dapat dikurangi ke tingkat yang dapat diterima dalam jangka waktu yang panjang, ramah lingkungan, ekonomis, berdampak sosial melalui satu atau lebih tahapan perencanaan, desain, konstruksi, dan operasi. Hasil evalusi tata ruang dengan lima skenario yaitu: (1) RTRW Provinsi Jambi dan Sumatera Barat, (2) reboisasi dan penghijauan di lereng lebih dari 40%, (3) reboisasi dan penghijauan pada sempadan sungai, (4) kombinasi skenario 2 dan 3, serta (5) arahan fungsi lahan dari BAPPENAS menunjukkan bahwa skenario 5 mampu menurunkan periode ulang banjir ekstrem di DAS Batanghari. Hasil ini membuktikan bahwa perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan sangat mempengaruhi periode ulang kejadian banjir ekstrem.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcClimate Disasterid
dc.titleTata Ruang Tangguh Bencana Iklim di DAS Batanghariid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordperubahan iklimid
dc.subject.keywordRegional Climate Model (RCM)id
dc.subject.keywordcurah hujan ekstremid
dc.subject.keywordbanjirid
dc.subject.keywordtata ruangid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record