Karakteristik Spermatozoa Banteng Jawa (Bos javanicus) Asal Epididimis dan Ejakulat
View/Open
Date
2020Author
Yoelinda, Vincentia Trisna
Agil, Muhammad
Arifiantini, R. Iis
Sajuthi, Dondin
Metadata
Show full item recordAbstract
Banteng (Bos javanicus d’Alton 1832) adalah satwa liar yang dilindungi di Indonesia. Banteng masuk dalam daftar International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List dengan status terancam punah (endangered). Pelestarian satwa liar yang dilindungi di Indonesia salah satunya adalah melalui upaya pelestarian di lembaga konservasi eksitu yakni Taman Safari. Kunci penting suatu lembaga konservasi adalah mengembangbiakkan atau melakukan usaha reproduksi satwa yang dipelihara. Banteng jantan di beberapa lokasi konservasi sangat sedikit dibandingkan dengan betina, sehingga menyebabkan tingginya kejadian inbreeding. Kualitas jantan, termasuk kualitas semen, merupakan salah satu satu faktor keberhasilan reproduksi. Morfologi dan morfometri spermatozoa merupakan salah satu parameter kualitas semen yang penting. Aspek tetrsebut telah dikaji dari berbagai spesies, dan menunjukkan keragaman antarspesies. Morfologi dan morfometri spermatozoa juga berdampak pada beberapa hal seperti kemampuan untuk dibekukan (freezability) dan ketahanan individu terhadap suhu tinggi. Analisis morfometri spermatozoa juga telah dikaitkan dengan fertilitas, inbreeding dan studi filogenetik. Berbagai teknik pewarnaan dan pemeriksaan telah digunakan untuk pemeriksaan morfologi dan morfometri spermatozoa.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik morfologi dan morfometri spermatozoa asal epididimis dan ejakulat, serta mengkaji penggunaan masase transrektal sebagai metode koleksi ejakulat banteng. Hewan sampel berasal dari Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor. Spermatozoa asal epididimis diperoleh dari banteng yang mati secara alami, sedangkan spermatozoa asal ejakulat berasal dari satu ekor banteng berumur ± 2.4 tahun. Koleksi spermatozoa asal ejakulat dilakukan dengan metode masase transrektal (M) dan kombinasi dengan vagina buatan (MVB) dengan interval satu minggu sekali. Sampel spermatozoa dibuat preparat ulas dan diberi pewarnaan Williams, kemudian dilakukan pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa.
Spermatozoa banteng asal epididimis telah berhasil dikoleksi dalam penelitian ini. Spermatozoa asal ejakulat juga berhasil dikoleksi dengan metode masase transrektal (M) maupun metode kombinasi masase transrektal dengan vagina buatan (MVB) dengan lama habituasi sekitar 5 bulan. Metode MVB dapat dijadikan alternatif koleksi semen banteng apabila tidak tersedia betina maupun dummy. Total spermatozoa normal asal epididimis banteng mencapai 72.05±5.11%, sedangkan asal ejakulat dengan metode M dan MVB secara berturut-turut adalah 54.30±1.74% dan 57.45±3.87%. Berbagai jenis abnormalitas kepala, ekor spermatozoa serta teratoid form teramati pada spermatozoa asal epididimis maupun ejakulat. Rentang panjang, lebar, luas kepala, serta panjang ekor spermatozoa banteng berdasarkan penelitian ini secara berturut-turut adalah 9.88±0.01-9.88±0.02 μm, 4.91±0.00-4.94±0.01 μm, 38.12±0.05-38.35±0.11 μm2 dan 60.24±0.06-60.48±0.03 μm.
Collections
- MT - Veterinary Science [931]