Komunikasi Lingkungan dalam Pengembangan Kelapa Sawit di Indonesia.
View/ Open
Date
2020Author
Ardian, Heldi Yunan
Lubis, Djuara P.
Muljono, Pudji
Azahari, Delima Hasri
Metadata
Show full item recordAbstract
Pengelolaan sumber daya alam pada umumnya melibatkan pihak yang memiliki konflik pengaruh dan kepentingan, begitu halnya dengan pengembangan kelapa sawit di Indonesia. Pengembangan yang masif menjadikan Indonesia sebagai negara produsen sawit terbesar di dunia. Bagi Indonesia, kelapa sawit memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat dan perolehan devisa bagi negara. Devisa ekspor yang dihasilkan oleh komoditas ini pada tahun 2016 mencapai 24 juta ton dengan nilai 16 miliar dolar Amerika. Luas perkebunan mencapai 14,3 juta ha pada tahun 2018 (angka estimasi) dengan total produksi mencapai 42,7 juta ton. Perkebunan rakyat berkontribusi terhadap 36,5% produksi minyak sawit nasional dengan luas areal perkebunan mencapai 5,8 juta ha atau setara dengan 42,3% dari total areal perkebunan sawit nasional. Namun demikian pertumbuhan industri minyak kelapa sawit dalam perkembangannya menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat internasional khususnya di kawasan Eropa dan Amerika yang berujung pada hambatan perdagangan dan menurunnya daya saing minyak sawit Indonesia. Berkembangnya diskursus negatif secara luas kemudian memunculkan adanya pembelaan-pembelaan yang berujung pada terjadinya perang diskursus yang menilai bahwa kontroversi minyak sawit sebenarnya adalah persoalan perang dagang.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi dan memetakan diskursus yang berkembang dan menjadi kontroversi dalam tata kelola kelapa sawit di Indonesia.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis interpretasi/persepsi dari para pemangku kepentingan terhadap diskursus dalam tata kelola kelapa sawit di Indonesia.
3. Menganalisis pengaruh dan dampak diskursus tentang tata kelola kelapa sawit di Indonesia terhadap praktik pertanian keberlanjutan yang diadopsi petani.
4. Menganalisis derajat pengaruh dan kepentingan dari pemangku kepentingan serta merumuskan strategi komunikasi yang tepat dan solutif dalam perbaikan tata kelola kelapa sawit di Indonesia.
Metode kualitatif dengan paradigma konstruktivis digunakan dalam penelitian ini. Alur analisis terbagi menjadi dua tahapan utama yaitu analisis diskursus tiga tingkat Fairclough yang dilanjutkan dengan analisis pemangku kepentingan. Analisis teks media online selama periode 2015-2018 menunjukkan bahwa pemberitaan sawit di media online masih didominasi oleh publikasi yang berkaitan dengan isu lingkungan yang mengindikasikan semakin kuatnya tekanan LSM terhadap aspek transparansi, penegakan hukum dan keterlibatan multipihak yang ditujukan kepada kepada pemerintah dan korporasi. LSM mampu membentuk opini publik bahwa kerusakan lingkungan yang terjadi merupakan kejahatan korporasi dan dampak dari kegagalan
pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah lingkungan. Tuntutan dan tekanan dimaksud berdampak pada terjadinya beberapa perubahan kebijakan yang menempatkan aspek lingkungan sebagai isu sentral. Analisis interpretasi diskursus dari pemangku kepentingan yang menginterpretasikan kontestasi antara sawit dengan hutan sebagai diskursus utama dalam tata kelola sawit di Indonesia. Kelompok developmentalis menggunakan legitimasi pragmatis dan kognitif untuk mengkritisi hegemoni standar keberlanjutan global yang didukung oleh legitimasi moral. Analisis sosial menunjukkan bahwa standar keberlanjutan global berdampak pada terciptanya petani pragmatis petani cenderung menyatakan tidak ada keterkaitan langsung antara diskursus negatif global mengenai isu degradasi lingkungan dengan praktik budidaya yang mereka terapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi keberlanjutan dapat merubah perilaku petani secara komunal, namun belum sampai pada perubahan nilai-nilai dan motivasi personal terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Analisis pemangku kepentingan membagi pihak-pihak yang terlibat dalam tata kelola sawit di Indonesia dalam empat kuadran dalam sebaran yang tidak berimbang. Terdapat 31 pemangku kepentingan yang berada pada kuadran Crowd yang menunjukkan adanya indikasi bahwa keriuhan kontroversi yang terjadi bersumber dari pihak-pihak yang sebetulnya tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap perbaikan tata kelola. Di lain pihak, pemangku kepentingan yang memiliki posisi strategis tidak diajak untuk berpartisipasi lebih aktif dalam mencapai sebuah konsensus. Strategi komunikasi yang direkomendasikan oleh penelitian ini antara lain:
1. Melakukan komunikasi yang lebih terbuka dan partisipatif, khususnya kepada pemangku kepentingan Key Players (Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Greenpeace) dan Context Setter (SPKS, Sawit Watch, Kemenko Perekonomian, TUK dan CIFOR) dengan disertai upaya nyata dalam meningkatkan aspek keberlanjutan.
2. Mengkomunikasikan perencanaan jangka pendek dan jangka panjang yang jelas dalam perbaikan tata kelola kelapa sawit dan mendorong kerjasama yang lebih konstruktif dengan negara mitra.
3. Review bersama antara Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk mengurai kekusutan dan tumpang tindih regulasi secara menyeluruh, terutama masalah legalitas lahan, mengingat masalah ini merupakan isu krusial yang menjadi akar dari permasalahan-permasalahan tata kelola lainnya seperti konflik lahan, ketidakpastian investasi, deforestasi serta lambatnya implementasi program peremajaan dan sertifikasi ISPO.
4. Memperluas cakupan kerjasama penelitian antar pemangku kepentingan pemerintah dan non pemerintah untuk menghasilkan penelitian yang tidak memihak dari kredibel. Output penelitian yang dihasilkan dapat digunakan sebagai basis studi akademik obyektif dalam upaya diplomasi dan menjadi acuan intervensi kebijakan.
Collections
- DT - Human Ecology [567]