dc.description.abstract | Anemia ditandai oleh kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang berada di bawah normal. Hal tersebut diakibatkan oleh defisiensi salah satu atau beberapa zat gizi yang dibutuhkan dalam pembentukan sel darah merah. Kelompok yang rentan terhadap anemia adalah tenaga kerja wanita karena kurangnya asupan zat gizi dan haid yang dialami Wanita Usia Subur setiap bulannya, sehingga berpengaruh terhadap kadar hemoglobin dan produktivitas (Khatun et al. 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 diketahui prevalensi anemia pada ibu hamil sebesar 48.9% dengan usia yang paling banyak mengalami anemia yaitu pada usia 15-24 tahun (84.6%) (Kemenkes 2018). Anemia yang terjadi pada wanita usia subur dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan dan performa kerja seperti kelelahan dan penurunan kapasitas kerja. Banyaknya masalah kesehatan yang terjadi pada tenaga kerja di Indonesia sangat tinggi. Masalah tersebut diakibatkan oleh stres karena bekerja, gangguan kesehatan akibat faktor ekonomi, gangguan kesehatan reproduksi dan masalah gizi (Kemenkes 2014). Salah satu masalah yang dapat memengaruhi produktivitas kerja terutama pada pekerja wanita adalah anemia gizi. Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa pada tahun 2013 hingga tahun 2018, prevalensi anemia wanita usia subur (15-45 tahun) di Indonesia yaitu 37.1% kemudian meningkat menjadi sebesar 48,9%.
Kajian mengenai penanganan anemia dengan cara mengombinasikan antara pendidikan gizi interaktif dan pemberian suplementasi khususnya pada wanita usia subur baru sedikit dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah : 1) menganalisis status sosial ekonomi dari pekerja wanita di perkebunan teh, 2) menganalisis prevalensi anemia pekerja wanita di perkebunan teh, 3) menganalisis status gizi (antropometri), riwayat kesehatan pekerja wanita di perkebunan teh, 4) menganalisis asupan energi, protein, zat besi, asam folat, vitamin B12 dan vitamin C pekerja wanita di perkebunan teh, 5) menganalisis hubungan kualitas protein dengan status besi, 6) menganalisis hubungan kualitas sarapan dengan status besi dan produktivitas pekerja wanita di perkebunan teh, dan 7) menganalisis dampak intervensi terhadap pengetahuan, anemia, kebugaran fisik dan produktivitas pekerja wanita di perkebunan teh.
Penelitian ini adalah penelitian survei dan ekperimental. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner, dan pengukuran langsung. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Desember 2016 di PTPN VIII perkebunan teh di Pangalengan Bandung, Jawa Barat. Karakteristik subjek yang dikumpulkan adalah nama, jenis kelamin, usia, pendidikan, riwayat kesehatan, higiene dan sanitasi. Data konsumsi diperoleh dari SQFFQ (Semi Quantitatif Food Frequency Questionnaire) dan Food Recall 24 jam. Subjek pada studi pendahuluan berjumlah 148 orang pekerja wanita usia subur berusia antara 18-49 tahun yang sudah menikah dan tidak sedang hamil. Untuk intervensi subjek yang digunakan berjumlah 60 orang.
Data diolah secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan SPSS yang meliputi univariat, bivariat dan multivariat. Data asupan makanan diproses menggunakan perangkat lunak Nutrisurvey 2007 versi Indonesia. Analisis menggunakan uji-t, korelasi Pearson, uji ANOVA dan uji Wilcoxon. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan perlakuan intervensi; 1) kelompok Intervensi 1 yang mengonsumsi suplementasi gizi mikro 1 (terdiri dari besi dan multivitaminmineral) disertai pendidikan gizi interaktif, 2) kelompok Intervensi 2 yang mengonsumsi suplementasi gizi mikro 2 (terdiri dari asam folat+vitamin B12) disertai pendidikan gizi interaktif; dan 3) kelompok Kontrol yaitu kelompok yang tidak diberikan perlakuan apapun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja wanita pemetik teh berusia 40-44 tahun memiliki tingkat pendidikan rendah. Rata-rata pengeluaran nonpangan lebih besar daripada pengeluaran pangan. Berdasarkan indikator komposisi tubuh, diketahui jumlah wanita pemetik teh dengan kondisi berat badan yang berlebih (overweight dan obesitas) adalah sebesar 56.8%, dan yang memiliki lingkar lengan atas normal sebesar 98.6%. Sebagian besar subjek memiliki status gizi berlebih. Subjek yang memiliki rata-rata total lemak tubuh (>32%) sebanyak 53.4%, visceral fat normal (≤9%) sebanyak 64.9%, lingkar pinggang berisiko ≥80 cm sebanyak 57.4%, dan RPP (Rasio pinggang pinggul) ≥0.8 cm sebanyak 81.1%.
Prevalensi anemia pada wanita pemetik teh sebesar 42.6%. Adapun faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah overweight sebagai faktor risiko dan umur muda sebagai faktor protektif. Asupan besi, protein, vitamin C, asam folat dan vitamin B12 berada dibawah angka kecukupan, untuk energi sudah cukup memenuhi tingkat kecukupan per hari. Kualitas protein sudah tergolong sangat baik dan kualitas sarapan sudah cukup memenuhi kebutuhan sehari. Selain itu, didapatkan hasil bahwa salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan suplementasi adalah kepatuhan dalam mengonsumsi suplementasi. Intervensi 2 paling berpengaruh terhadap pengetahuan gizi. Terdapat pengaruh pendidikan gizi dalam upaya meningkatkan kepatuhan konsumsi suplementasi. Kelompok intervensi 2 mengalami peningkatan kadar Hb yang lebih tinggi dibandingkan kelompok intervensi 1. Kebugaran fisik (VO2maks) subjek pada kedua intervensi relatif sama. Terdapat perbedaan signifikan (p<0,01) dalam hal produktivitas, yang paling berpengaruh adalah intervensi 2.
Saran yang dapat dihasilkan dari penelitian ini adalah: 1) perlu dilakukan penelitian lebih luas dengan melakukan intervensi asam folat+vitamin B12, sehingga dapat diketahui penyebab anemia di kalangan masyarakat dan solusi yang tepat untuk menurunkannya, 2) wanita usia subur agar rutin mengonsumsi pangan-pangan asal hewan, pangan sumber vitamin dan mineral, dan juga tidak melewatkan waktu sarapan, dan 3) diperlukan suatu kebijakan untuk mengukur secara rutin kadar Hb dan untuk menyediakan edukasi rutin tentang anemia kepada kelompok rawan. | id |