Fisiologi reproduksi pada pematangan gonad dan pemijahan siput gonggong (Laevistrombus turturella) dari Tanjungpinang di wadah budidaya
View/Open
Date
2019Author
Muzahar
Zairin Jr., Muhammad
Yulianda, Fredinan
Suprayudi, Muhammad Agus
Alimuddin
Effendi, Irzal
Metadata
Show full item recordAbstract
Siput gonggong adalah sejenis siput laut Kelas Gastropoda, Famili
Strombidae, Genus Laevitrombus, yang terkenal di Kepulauan Riau (Kepri)
sebagai makanan laut (seafood) bercita rasa enak dan mengandung protein yang
tinggi sekitar 46.65%. Harga siput gonggong hidup yang berukuran 27–32 ekor
per kilogram adalah Rp 35,000. Permintaan siput gonggong diperkirakan terus
meningkat seiring dengan pertambahan penduduk Tanjungpinang dari 202,215
orang pada tahun 2015 menjadi 205,735 orang di tahun 2016. Kenaikan
permintaan siput gonggong menyebabkan eksploitasi terhadap siput ini semakin
intensif dilakukan. Eksploitasi intensif menimbulkan tekanan terhadap populasi
siput ini sehingga stok siput gonggong di alam diperkirakan menyusut. Tidak
menutup kemungkinan suatu saat siput gonggong akan sulit ditemukan Kepri.
Upaya produksi siput gonggong melalui budidaya dan pelestarian di alam perlu
dilakukan. Upaya budidaya siput gonggong dihadapkan pada terbatasnya
informasi tentang aspek reproduksi siput ini. Keberhasilan budidaya siput
gonggong ditentukan oleh penguasaan pengetahuan dan teknologi reproduksinya.
Berdasarkan pada tahapan kegiatan pembenihan biota akuatik, maka penelitian ini
dirancang sesuai dengan alur tersebut yang diawali dengan identifikasi spesies
siput gonggong Madong-Tanjungpinang untuk kepastian taksonomi.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji fisiologi pematangan gonad
dan pemijahan siput gonggong melalui rekayasa hormonal untuk produksi benih
siput gonggong. Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi guna
pengembangan IPTEK budidaya siput gonggong. Penelitian ini dibagi menjadi
empat tahap, yaitu: (1) identifikasi spesies siput gonggong berdasarkan morfologi
dan karakterisasi profil genotipe siput gonggong Madong-Tanjungpinang, (2)
mengevaluasi perkembangan gonad siput gonggong yang diberi perlakuan
stimulasi hormon 17β-estradiol, (3) mengembangkan teknik penentuan jenis
kelamin siput gonggong dengan paparan suhu air yang berbeda, dan mengevaluasi
pemijahan siput gonggong (L. turturella) secara semibuatan dengan induksi
kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin pada induk, dan (4) mengevaluasi
paparan suhu air yang berbeda terhadap perkembangan embrio dan larva siput
gonggong (L. turturella).
Penelitian tahap pertama bertujuan untuk mengidentifikasi spesies siput
gonggong Madong-Tanjungpinang berdasarkan morfologi cangkang dan
genotipenya. Morfologi cangkang yang diamati antara lain adalah bentuk
penebalan bibir luar cangkang, takik/notch dan pengukuran morfometrik
cangkang. Morfologi cangkang siput gonggong yang diukur mengadopsi metode
morfometrik Cob. Identifikasi mengacu pada MolluscBase/WoRMS
(www.marinespecies.or.com). Genotipe siput gonggong dianalisis menggunakan
gen parsial histon H3. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa gonggong Madong-
Tanjungpinang termasuk spesies Laevistrombus turturella, dengan kerabat
terdekat adalah Strombus canarium. Genotipe gonggong Madong-Tanjungpinang
tersusun atas 343-378 bp basa penyusun sekuen gen histon H3.
Penelitian tahap kedua bertujuan untuk mendapatkan siput gonggong
matang gonad melalui manipulasi hormonal. Percobaan pada evaluasi
perkembangan gonad siput gonggong dengan stimulasi 17β-estradiol dilakukan
dengan tiga analisis, yaitu: analisis konsentrasi estradiol hemolimfa dengan
metode ELISA, karakterisasi berat molekul vitelogenin hemolimfa menggunakan
SDS-PAGE, dan pemeriksaan histologi gonad. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa pemberian suntikan larutan 17β-estradiol pada siput gonggong (L.
turturella) menstimulasi perkembangan gonad siput gonggong yang dibuktikan
dengan ukuran diameter oosit gonad, nilai pertumbuhan bobot gonad total dan
GSI gonggong perlakuan suntikan larutan17β-estradiol (P3) lebih besar dibanding
perlakuan lainnya. Analisis SDS-PAGE menunjukkan hemolimfa gonggong
memiliki beberapa jenis protein dengan berat molekul bervariasi. Vitelogenin
siput gonggong diprediksi memiliki berat molekul 54-55 kDa.
Penelitian tahap ketiga bertujuan mendapatkan kriteria ukuran induk siput
gonggong Madong-Tanjungpinang matang gonad, penentuan jenis kelamin, serta
memijahkan induk dengan stimulasi kombinasi hormon LHRH-a dan
antidopamin, sebagai upaya pemijahan secara terkontrol dalam rangka
pembenihan spesies ini. Analisis kriteria ukuran induk gonggong Madong-
Tanjungpinang dilakukan menggunakan uji student t-test. Penentuan jenis
kelamin induk dilakukan dengan paparan suhu yang berbeda, yaitu 15 °C, 20 °C
dan 30 °C. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan uji Kruskal
Wallis. Percobaan evaluasi pemijahan siput gonggong (L. turturella) secara
semibuatan dengan induksi kombinasi hormon LHRH-a dan antidopamin pada
induk pilihan dilakukan dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan
terdiri atas: tanpa suntikan hormon, dosis 0.57μL/g bobot tubuh lunak (BB),
0.7μL/g BB dan 0.9μL/g BB. Data jumlah induk yang memijah dan jumlah telur
yang dikeluarkan induk dianalisis dengan ANOVA dan uji Duncan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ukuran panjang cangkang induk gonggong jantan
dan betina asal Madong-Tanjungpinang berbeda nyata (P<0.05), masing-masing
adalah 63.45±5.35 mm dan 66.95±5.88 mm. Penentuan jenis kelamin induk dapat
dipercepat dengan paparan suhu air sebesar 20 °C. Pemberian suntikan kombinasi
hormon LHRH-a dan antidopamin dengan dosis berbeda menunjukkan bahwa
dosis hormon yang rendah 0.5μL/g BB (P1) menghasilkan persentase jumlah siput
gonggong yang memijah 34.48%, lebih tinggi daripada dosis 0.7μL/g BB (P2,
27.59%), dosis 0.9 μL/g BB (P3, 20.69%), dan tanpa suntik (TS, 17.24%). Jumlah
telur yang dikeluarkan induk adalah 10.874-63.489 butir/ekor, dan rerata
39.347±16.667 butir/ekor. Waktu latensi paling cepat adalah 0.42 hari pada dosis
0.7 μL/g BB, dan paling lambat sebelas hari pada perlakuan 0.5 μL/g BB dan 0.9
μL/g BB.
Penelitian tahap keempat bertujuan mendapatkan suhu air yang optimal
untuk perkembangan embrio dan larva siput gonggong. Percobaan dilakukan
dengan rancangan acak lengkap tiga perlakuan dan dua ulangan. Paparan suhu
yang digunakan terdiri atas: suhu 27 °C, 29 °C dan 31 °C. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa paparan suhu air 31 °C memberikan hasil tercepat untuk
perkembangan embrio dan larva gonggong (L. turturella).
Collections
- DT - Fisheries [736]