Komunikasi Ritual dalam Pelestarian Kearifan Lokal di Desa Waesano, Kecamatan Sanonggoang, Kabupaten Manggarai Barat
Abstract
Salah satu sebab kerusakan hutan tropis adalah hilangnya masyarakat lokal
di sekitar hutan yang memiliki pengetahuan ekologi tradisional seperti pemanfaatan
tanaman obat dan sumber mata air. Selain itu secara sosial ekonomi mereka
bergantung dalam pemenuhan kebutuhan hidup termasuk pangan dan kesehatan.
Penggundulan hutan di Indonesia cenderung meningkat dari tahu ke tahun.
Deforestasi pada 1970-an mencapai 300.000 hektare meningkat menjadi 600.000
hektare (1981); dan pada 1990 mencapai satu juta hektare. Sejak 1996, laju
deforestasi meningkat menjadi menjadi rata-rata dua juta hektare per tahun.
Pemanfaatan tumbuhan obat dan sumber mata air merupakan kearifan lokal
Warga Desa Waesano, Kecamatan Sanonggoang, Kabupaten Manggarai Barat.
Kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan, yakni keseluruhan sistem gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Manusia menciptakan budaya sebagai suatu
adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis.
Penelitian kualitatif di Desa Waesano ini menggunakan metode etnografi
komunikasi untuk menjelaskan hubungan antarkategori dalam penelitian. Etnografi
komunikasi berupaya menggambarkan cara-cara hidup manusia. Dengan demikian
etnografis mengacu pada deskripsi ilmiah sosial tentang manusia dan landasan
budaya kemanusiaannya, kajian tentang kehidupan dan kebudayaan suatu
masyarakat atau etnik.
Kearifan tradisional salah satu warisan budaya di masyarakat umumnya
berisi ajaran untuk memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, kearifan lokal memerlukan proses enkulturasi,
yakni proses penerusan kebudayaan kepada seseorang individu yang dimulai segera
setelah dilahirkan. Sebetulnya kebudayaan itu komunikasi dan komunikasi itu
kebudayaan.
Enkulturasi kearifan lokal pemanfaatan tumbuhan obat melalui komunikasi
ritual seperti antara ayah dan anak, mertua dan menantu, serta mbeko atau herbalis
dengan pasien. Bentuk komunikasi lain yang berperan dalam proses enkulturasi
berlangsung dalam kelompok pada produsen tumbuhan obat serta siswa di sekolah
yang memperoleh pelajaran tumbuhan obat dari guru mata pelajaran muatan lokal
Pendidikan Lingkungan Hidup dan Konservasi. Ritual taing hang empo untuk
mengatasi penyakit tertentu yang tidak kunjung sembuh juga berperan dalam
enkulturasi. Begitu juga enkulturasi kearifan lokal berupa pemanfaatan mata air
juga melalui beragam pola komunikasi. Pertama, komunikasi interpersonal antara
ayah dan anak. Kedua, komunikasi kelompok ketika berlangsung nempung cama
riang puar atau nacaripu dan program laat puar. Ketiga, komunikasi ritual wau
wae dan nareng wae. Dengan beragam proses komunikasi itu maka kedua kearifan
lokal itu diharapkan mampu bertahan di Desa Waesano.
Collections
- DT - Human Ecology [567]