dc.description.abstract | Stem cells atau sel punca merupakan sel yang memiliki kemampuan
memperbarui diri dan belum berdiferensiasi secara spesifik. Sel ini secara umum
terdiri dari sel punca dewasa dan sel punca embrionik. Sel punca embrionik atau
embryonic stem cells (ESC) berasal dari perkembangan embrio tahap blastosis.
Blastosis hasil fertilisasi sebagai sumber propagasi ESC sayangnya menimbulkan
polemik karena embrio merupakan awal dari kehidupan yang baru sehingga
penggunaannya dinilai tidak etis. Salah satu alternatif yang kemudian
dikembangkan adalah pseudo embryo yang diperoleh melalui metode
partenogenesis. Partenogenesis adalah strategi reproduksi tanpa fertilisasi oleh
spermatozoa. Partenogenesis secara alami tidak ditemukan pada mamalia, akan
tetapi pemahaman mekanisme seluler aktivasi oosit selama proses fertilisasi
memungkinkan proses ini dapat dilakukan. Embrio partenogenesis akan gagal
berkembang menjadi individu baru dikarenakan hilangnya kontribusi gen-gen
spesifik asal paternal akan tetapi dapat dikultur sampai tahap blastosis untuk
kemudian dipropagasi menjadi sel punca. Propagasi blastosis menjadi sel punca
membutuhkan beberapa tahapan penting. Blastosis dikultur membentuk koloni
primer pada tahap pertama. Koloni primer kemudian dipasase dan dilakukan
karakterisasi sampai benar-benar stabil memenuhi kriteria ESC. Koloni primer asal
blastosis dapat diarahkan untuk berdiferensiasi dengan metode tertentu salah
satunya dengan pemanfaatan conditioned medium. Conditioned medium (CM)
adalah medium yang berasal dari kultur sel tertentu, khususnya sel punca dan
berbagai jenis sel progenitor lainnya, serta mengandung protein-protein yang
disekresikan oleh sel dalam bentuk sekretom.
Bukti-bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa CM bukan hanya limbah
biologis tetapi berpeluang untuk dimanfaatkan. Rangkaian penelitian ini dilakukan
untuk menguji potensi CM asal sel otak fetus tikus terhadap diferensiasi neuronal
koloni primer dari blastosis fertilisasi dan partenogenetik. Penelitian tahap pertama
membuktikan bahwa CM asal sel otak fetus tikus E17 mampu menginduksi
diferensiasi neuronal dari koloni primer blastosis fertilisasi. Penambahan CM 50%
dapat memerantarai pertumbuhan neurit menghasilkan neuron like cells pada hari
ke-7 setelah penambahan CM. Proses diferensiasi awal membentuk struktur
menyerupai embryoid bodies, kemudian menjadi round shape cells yang memiliki
karakteristik sel neuroepitelial atau radial glial, diikuti dengan perpanjangan neurit.
Kandungan dalam CM yang berasal dari sekresi sel otak fetus tikus mendorong
terjadinya perpanjangan neurit tersebut.
Penelitian tahap kedua mengeksplorasi proses produksi CM untuk
mengetahui efek heterogenitas sel dan waktu puasa sel serta mengidentifikasi
protein-protein yang ada dalam CM. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa
proses kultur tanpa serum atau proses puasa sel akan memengaruhi heterogenitas
sel dan profil sekretom. Berdasarkan analisis dari penelitian tahap ini diketahui
bahwa CM1 dengan waktu puasa 24 jam didominasi oleh sel neuron immature.
Protein yang terkandung dalam CM1 ini berfungsi untuk pengaturan pertumbuhan
sel, stimulasi diferensiasi dan produksi energi. Durasi waktu puasa sel yang lebih
panjang yaitu 48 jam menyebabkan dominasi astrosit dan sel glia pada populasi sel.
Hal ini disebabkan ketahanan sel glia khususnya astrosit terhadap cekaman stres
pada kondisi kultur dan daya hidup astrosit lebih tinggi dibandingkan dengan
neuron. Sel progenitor yang masih ada juga memiliki tendensi yang lebih tinggi
untuk berdiferensiasi menjadi sel glia pada kondisi tanpa serum. Protein yang
disekresikan setelah puasa sel 48 jam yang terkandung dalam CM2 merupakan
jenis-jenis protein yang disekresikan oleh astrosit dan lebih berperanan dalam
proteksi neuron yang masih tersisa. Identifikasi protein dan analisis fungsional
mendasari pemilihan CM1 untuk proses induksi koloni primer asal blastosis
partenogenetik pada tahap ketiga.
Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk menganalisis diferensiasi neuronal
pada koloni primer asal blastosis partenogenetik dengan CM1 yang diperoleh dari
penelitian tahap kedua. Blastosis partenogenetik berhasil diperoleh dengan kultur
pada medium bebas fosfat dan mampu membentuk koloni primer meskipun dengan
tingkat pembentukan yang lebih rendah dari blastosis terfertilisasi. Hal ini terkait
dengan karakter blastosis partenogenetik dengan jumlah sel dan rasio inner cell
mass yang lebih rendah dibanding blastosis hasil fertilisasi. Koloni primer dari
blastosis partenogenetik masih memiliki sifat pluripotensi dan dapat diinduksi
menjadi sel-sel neuronal. Neuron like cells teridentifikasi pada hari ke-7 setelah
kultur dengan kombinasi medium neurobasal dan CM1. Penelitian tahap ketiga ini
juga mengungkap bahwa CM yang diinaktivasi pada suhu 70°C selama 10 menit
tidak mendiferensiasikan koloni primer menjadi sel neuronal dan koloni primer
justru tidak berkembang. Hal ini mengonfirmasi peranan kandungan protein dan
growth factors serta komponen lain dalam CM pada proses diferensiasi. Rangkaian
penelitian tahap pertama hingga ketiga membuktikan bahwa CM memiliki potensi
dan prospek untuk dimanfaatkan dalam proses diferensiasi neuronal secara in vitro
baik pada koloni primer asal blastosis fertilisasi maupun blastosis partenogenetik.
Hasil dari pemanfaatan CM ini diharapkan membuka peluang substitusi
growth factor komersial. Hasil ini juga memperkuat hipotesis parakrin dimana
sitokin dan growth factor dalam bentuk sekretom yang terkandung dalam CM
mendorong terjadinya diferensiasi pada eksperimen in vitro. Penelitian ini juga
menunjukkan peluang blastosis partenogenetik sebagai sumber alternatif stem cells
meskipun masih diperlukan berbagai optimasi agar efektivitas yang optimal dapat
dicapai. Penelitian ini masih terbatas pada uji induksi terhadap koloni primer dan
dapat ditingkatkan pada uji terhadap stem cell lines yang telah dikarakterisasi. Hasil
penelitian ini dapat diaplikasikan pada laboratorium-laboratorium yang melakukan
kultur sel dan menghasilkan CM. Conditioned medium yang selama ini mungkin
tidak termanfaatkan dapat diekplorasi potensi penggunaannya untuk mendukung
penelitian-penelitian terkait dengan kultur sel khususnya dalam diferensiasi in vitro. | id |