Show simple item record

dc.contributor.advisorChikmawati, Tatik
dc.contributor.advisorSobir
dc.contributor.advisorSulistijorini
dc.contributor.authorGunawan
dc.date.accessioned2020-07-27T03:32:52Z
dc.date.available2020-07-27T03:32:52Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/103194
dc.description.abstractBelimbing merah termasuk ke dalam anggota Phyllantaceae yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai sumber makanan dan bahan obat. Namun, informasi dasar yang terkait belimbing merah belum tersedia. Literatur yang ada hanya menguraikan manfaat dan kegunaan belimbing merah sebagai bahan obat. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi belimbing merah yang lengkap meliputi informasi morfologi, taksonomi, keragaman genetik, filogenetik, autekologi dan memprediksi lokasi yang sesuai untuk budidaya dan konservasi belimbing merah di Kalimantan dan Pulau Natuna. Penelitian ini terdiri atas 5 bagian yaitu pengamatan variasi belimbing merah menggunakan penanda morfologi dan molekuler, analisis filogenetik menggunakan sekuen trnL-F intergenic spacer dari DNA kloroplas, profil senyawa metabolit buah belimbing merah yang diambil dari beberapa lokasi dan korelasinya dengan morfologi buah, serta pola dan peta distribusi tumbuhan belimbing merah. Selain itu, juga dijelaskan peta model kesesuaian habitat untuk menentukan lokasi yang sesuai dengan habitat alami belimbing merah yang berguna untuk budidaya dan konservasi. Belimbing merah yang ditemukan di lokasi penelitian mempunyai variasi morfologi organ vegetatif dan generatif yaitu ukuran daun, tangkai daun berambut jarang, warna ibu tangkai bunga betina merah, bentuk kepala putik mementol, warna putik merah, tidak ada daun pelindung bunga, panjang tangkai putik 3-4 mm, bentuk buah membulat pada irisan melintang dengan ujung meruncing, dan bentuk biji melonjong. Analisis fenetik menggunakan 20 ciri morfologi organ vegetatif dan generatif membagi belimbing merah menjadi 3 kelompok dengan nilai indeks keserupaan 0.53. Aksesi yang memiliki variasi morfologi organ vegetatif dan generatif tersebut membentuk kelompok tersendiri dan memisah dari belimbing merah (B. angulataMerr.). Aksesi tersebut ditandai dengan nama takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang. Keragaman genetik belimbing merah (B. angulata) di Kalimantan dan Pulau Natuna memiliki nilai keragaman (H) dan indeks informasi Shannon (I) berturut turut adalah 0.26 dan 0.16, keragaman genetik tersebut tergolong rendah. Namun beberapa populasi memiliki keragaman genetik yang tinggi yaitu populasi Ngabang dan Entikong. Variasi genetik di dalam populasi lebih besar (63 %) dibandingkan dengan variasi antar populasi (37 %) belimbing merah (B. angulata). Pengelompokan dengan metode UPGMA membagi 63 aksesi belimbing merah menjadi 3 kelompok dengan nilai indeks keserupaan 0.63. Informasi keragaman genetik tersebut dapat digunakan untuk program pemuliaan dan menejemen konservasi belimbing merah, dengan model konservasi yang diusulkan adalah insitu dan exsitu. Analisis fenetik belimbing merah (B. angulata Merr.) dan takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang menggunakan data molekuler juga memisahkan takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang menjadi kelompok tersendiri. Analisis struktur populasi menggunakan data molekuler yang diolah dengan program STRUCTURE juga menghasilkan pola pengelompokkan yang sama. Analisis filogenetik terhadap 15 jenis Baccaurea menggunakan sekuen trnL-F IGS dari DNA kloroplas mampu memisahkan B. angulata, B. dulcis, dan B. lanceolata pada klada yang berbeda. Penggunan ciri morfologi pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketiga taksa tersebut bersifat politomi. Hasil analisis filogenetik juga menunjukkan bahwa belimbing merah (B.angulata) yang berasal dari Kalimantan dan Pulau Natuna adalah jenis yang sama, dengan nilai persamaa basa nukleotida mencapai 96.9 %. Kladogram yang dihasilkan menunjukkan bahwa takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang berada pada klada yang memisah cukup jauh dengan belimbing merah (B. angulataMerr.), dengan nilai perbedaan basa nukleotida sebesar 21.4 %. Urutan basa nukleotida merupakan salah satu bukti taksonomi yang akurat untuk membedakan antar jenis pada tumbuhan. Berdasarkan hasil analisis GC-MS buah belimbing merah (B. angulata) yang diambil dari 11 lokasi yang berbeda mengandung 49 jenis senyawa metabolit. Kelas senyawa metabolit buah belimbing merah terdiri atas terpenoid, ester, asam lemak, alkohol, hidrokarbon, aromatik, dan kelas senyawa lainnya. Lokasi Sompak, Sanggau, Sintang, Pangkalan Bun, Entikong, dan Natuna memiliki kandungan beberapa senyawa metabolit yang lebih tinggi. Namun, berdasarkan analisis PCA terdapat beberapa senyawa yang tidak berkorelasi dengan asal lokasi buah belimbing merah. Senyawa bikaverin, vaccenic acid, dan eicosanol dapat digunakan untuk membedakan antara B. angulata dan takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang. Ciri morfologi bentuk buah, panjang buah, berat buah, diameter buah, tebal kulit, dan tebal buah berkorelasi dengan kandungan senyawa metabolit hexadecanoic acid, oktadecanoic acid, stigmastan, 3-hexynol, sitosterol, 5-methoxypyrimidin-4(3h)-one, furfuranol, dan linoleid acid. Profil senyawa metabolit dan penanda morfologi tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan B. angulata dan takson Baccaurea bentuk buah membulat pada irisan melintang sebagai sumber bahan obat. Belimbing merah yang memiliki ciri morfologi yang berbeda dengan konsep jenis pada penelitian sebelumnya, diusulkan menjadi jenis baru dengan nama Baccaurea globulus (Gunawan) Gunawan stat. nov. Penetapan jenis baru tersebut didukung oleh data morfologi, molekuler, fitokimia, dan sebaran geografi. Analisis filogenetik menggunakan penanda molekuler dapat memisahkan B. angulata, B. lanceolata, dan B. dulcis. Analisis filogenetik juga membuktikan bahwa B. angulata yang berasal dari Kalimantan dan Pulau Natuna adalah jenis yang sama. Ciri morfologi buah dapat digunakan sebagai penanda dalam memilih kandungan senyawa metabolit B. angulata dan B. globulus. Keberadaan B. angulata dan B. globulus di alam dipengaruhi oleh faktor lingkungan intensitas cahaya dan suhu. Lokasi dengan intensitas cahaya berkisar 1500–1600 lux, suhu 26–30 oC, dan ketinggian tempat 50–500 m dpl adalah lokasi tumbuh yang optimal untuk B. angulata dan B. globulus. Lokasi dengan kondisi ekologi tersebut dapat digunakan sebagai lokasi budidaya dan konservasi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcPlant Biologyid
dc.titleBiosistematika Belimbing Merah di Kalimantan dan Pulau Natunaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordkeragaman genetikid
dc.subject.keywordMaxEntid
dc.subject.keywordmetabolomikid
dc.subject.keywordmorfologiid
dc.subject.keywordstruktur populasiid
dc.subject.keywordtrnL-F intergenic spacer (IGS)id


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record