Evaluasi Metode Pendugaan Lahan Kritis (Studi Kasus di DAS Cisadane)
Abstract
Lahan kritis di Indonesia pada tahun 2018 menurun sangat nyata, dari 77.8 juta ha (2007) menjadi hanya 14 juta ha. Penurunan luas lahan kritis yang sangat nyata tersebut belum diikuti dengan berkurangnya bencana terkait lahan kritis, seperti kejadian banjir, kekeringan, rendahnya produktivitas lahan, dan kekeruhan sungai. Berkurangmya lahan kritis tersebut diduga akibat perubahan kriteria lahan kritis yang digunakan dalam pemetaan lahan kritis. Pemetaan lahan kritis di Indonesia telah direvisi dari Perdirjen BPDASPS Nomor P.4/SET-V/2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis menjadi Perdirjen PDASHL Nomor P.3/PDASHL/SET/ KUM.1/7/2018 dalam upaya menyederhanakan parameter yang digunakan dan menghindari pengulangan parameter (baik bobot dan skor). Namun demikian, petunjuk teknis hasil revisi tersebut secara teoritis masih mengandung redundansi, yaitu memberikan skor untuk tingkat erosi dan parameter penyusun penduga erosi (kelas kemiringan lereng, penutupan lahan). Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pendugaan lahan kritis menggunakan metode skoring dengan metode tingkat erosi yang tertuang dalam Perdirjen PDASHL Nomor P.3/PDASHL/SET/ KUM.1/7/2018. Analisis kesesuaian antara hasil pendugaan lahan kritis menggunakan metode skoring dengan metode tingkat erosi dilakukan dengan menumpangsusunkan peta tingkat kekritisan lahan hasil metode skoring dan metode tingkat erosi. Hasil analisis menunjukkan hasil pemetaan tingkat kekritisan lahan yang sama antara metode skoring dan metode tingkat erosi seluas 92179.79 ha (61.0%), sedangkan yang berbeda seluas 59129.7 ha (39.0%). Metode skoring memberikan skor terhadap parameter pendugaan erosi, yaitu penggunaan lahan dan tingkat erosi serta mempertimbangkan ulang kelas kemiringan lereng, sehingga terjadi redundansi atau pengulangan penilaian tingkat kekritisan lahan. Selain itu metode skoring membedakan tingkat kekritisan berdasarkan status lahan, yaitu di dalam dan di luar Kawasan Hutan. Status lahan tidak selalu membedakan karakteristik biofisik lahan. Penggunaan skor dan status lahan menyebabkan perbedaan hasil pendugaan.
Collections
- UT - Forest Management [3097]