Analisis Keberlanjutan Usahatani Bawang Merah di Kabupaten Garut, Jawa Barat
View/ Open
Date
2020Author
Suryadi, Didik
Syaukat, Yusman
Kusnadi, Nunung
Metadata
Show full item recordAbstract
Konsep keberlanjutan muncul dan berkembang sebagai kritik terhadap
orientasi pembangunan yang cenderung menjadi bias karena hanya mengejar
pertumbuhan atau peningkatan produksi. Akibatnya, tujuan utama pembangunan
yaitu pemberdayaan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat seolah tersisihkan.
Keberlanjutan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan. Pengembangan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu langkah
penting dalam upaya pembangunan guna mencapai kesejahteraan petani maupun
masyarakat pada umumnya. Salah satu komoditas pertanian yang mendapat perhatian
penting adalah bawang merah. Bawang merah merupakan komoditas penting
yang termasuk dalam kelompok rempah tak bersubstitusi, memiliki nilai ekonomi
tinggi, berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi wilayah, dan sebagai sumber
pendapatan serta kesempatan kerja. Kabupaten Garut telah dikembangkan sebagai
sentra produksi bawang merah sejak tahun 2015. Usahatani bawang merah di
Kabupaten Garut memiliki karakteristik yang menarik. Pada umumnya bawang
merah dibudidayakan di musim kemarau karena pada musim penghujan tanaman
bawang merah rentan terserang hama dan penyakit. Namun demikian, usahatani
bawang merah di Kabupaten Garut lebih banyak dilakukan di musim penghujan
karena berbagai kendala.
Tujuan umum penelitian ini yaitu mengevaluasi keberlanjutan usahatani
bawang merah di Kabupaten Garut dengan basis efisiensi. Penelitian ini terdiri dari
tiga bagian. Bagian pertama membahas mengenai pendapatan dan faktor-faktor
yang memengaruhi produksi, bagian kedua membahas efisiensi produksi, dan bagian
ketiga menganalisis status keberlanjutan usahatani bawang merah di Kabupaten
Garut. Penelitian menggunakan data primer cross section, sebanyak 100 usahatani
sampel yang terdiri dari 70 usahatani di musim penghujan dan 30 usahatani di
musim kemarau. Analisis dilakukan dengan membandingkan musim penanaman.
Hal tersebut secara tidak langsung juga mewakili perbedaan karakteristik agroekosistem,
dimana usahatani bawang merah pada musim penghujan dilakukan di
ladang dan musim kemarau dilakukan di lahan sawah.
Berdasarkan hasil estimasi model fungsi produksi Cobb-Douglas, diketahui
bahwa penggunaan bibit, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja pria, dan tenaga
kerja wanita berpengaruh signifikan terhadap produksi bawang merah. Penggunaan
pupuk anorganik sudah tidak memberikan kontribusi signifikan karena jumlahnya
sudah melebihi dosis anjuran. Terdapat perbedaan signifikan antara produksi
bawang merah di musim penghujan dan musim kemarau. Usahatani bawang merah
yang dilakukan di musim kemarau (lahan sawah) menghasilkan produksi yang lebih
tinggi dibandingkan di musim penghujan (ladang). Keuntungan usahatani bawang
merah di musim kemarau sebesar Rp 61,709,220 /ha dengan profitabilitas sebesar
77%, lebih tinggi dibanding di musim penghujan yaitu Rp 46,446,607 /ha dengan
profitabilitas sebesar 53%.
Hasil analisis efisiensi produksi menunjukkan bahwa usahatani bawang
merah di Kabupaten Garut telah efisien secara teknis, namun belum efisien secara
v
alokatif dan ekonomi. Rata-rata nilai efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomi pada
musim penghujan yaitu 0.918, 0.545, dan 0.501, dan pada musim kemarau yaitu
0.844, 0.374, dan 0.315. Hal ini mengindikasikan masih terdapat potensi untuk
meningkatkan produktivitas bawang merah melalui upaya peningkatan efisiensi.
Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis yaitu residu nitrogen,
jarak tanam bibit, mekanisasi, pengalaman bertani, dan keanggotaan kelompok tani.
Keberlanjutan usahatani bawang merah dianalisis menggunakan pendekatan
Sustainable Value Added (SVA), dengan rata-rata nilai dari 10% usahatani sampel
dengan efisiensi tertinggi sebagai benchmark. Hasil analisis menunjukkan bahwa
usahatani bawang merah di Kabupaten Garut pada kedua musim memiliki rata-rata
nilai keberlanjutan negatif. Artinya nilai manfaat yang diciptakan belum mampu
menutupi opportunity cost dari sumberdaya yang digunakan dibandingkan dengan
usahatani benchmark. Potensi peningkatan nilai penerimaan apabila sustainable
efficiency dapat dicapai yaitu sebesar Rp 14,785,184 pada musim penghujan dan
Rp -4,752,558 pada musim kemarau. Faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
keberlanjutan usahatani bawang merah yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif,
harga output, mekanisasi, penyuluhan, dan musim tanam.
Sebagai langkah awal dalam upaya mencapai keberlanjutan, usahatani harus
mampu mencapai efisiensi terlebih dahulu. Perbaikan dari sisi penggunaan input
produksi (efisiensi alokatif) lebih relevan dan memberikan kontribusi yang lebih
dominan dibandingkan dengan peningkatan produksi melalui pencapaian efisiensi
teknis dalam upaya pencapaian keberlanjutan usahatani bawang merah melalui
pencapaian efisiensi. Penyediaan informasi harga dan rekomendasi penggunaan
input diperlukan untuk mendukung usahatani bawang merah. Penyaluran informasi
dapat dilakukan melalui lembaga pertanian seperti penyuluh, kelompok tani, dan
instansi pemerintah terkait. Diperlukan analisis lebih lanjut mengenai penggunaan
input optimal yang dapat meningkatkan efisiensi usahatani dan mendukung
tercapainya usahatani bawang merah yang berkelanjutan. Petani disarankan untuk
mulai menjalankan usahatani bawang merah di musim kemarau karena memiliki
potensi yang lebih tinggi dibanding usahatani pada musim penghujan.
Collections
- MT - Economic and Management [2971]