Pengelolaan Perikanan Kepiting Bakau (Scylla serrata) Berbasis Ekologi-Masyarakat di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu
View/Open
Date
2019Author
Cahyadinata, Indra
Fahrudin, Achmad
Sulistiono
Kurnia, Rahmat
Metadata
Show full item recordAbstract
Pulau Enggano adalah salah satu pulau kecil terluar di Indonesia yang
telah ditetapkan sebagai sentra kelautan perikanan terpadu. Pengembangan
aktivitas ekonomi dalam jangka panjang tidak diarahkan pada eksploitasi
sumberdaya daratan tetapi diarahkan pada subsektor perikanan, khususnya
perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap di Pulau Enggano sebanyak 1 765
ton atau sekitar 29.60% dari total produksi perikanan tangkap Kabupaten
Bengkulu Utara, termasuk produksi kepiting bakau (Scylla serata) sebagai
komoditi potensial yang harus dikelola dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk
menyusun model pengelolaan perikanan kepiting bakau berbasis ekologimasyarakat
dengan pendekatan structural equation model (SEM), yang dicapai
melakukan beberapa tahapan penelitian, yaitu 1) menganalisis potensi
pemanfataan perikanan kepiting bakau, 2) menganalisis persepsi dan partisipasi
nelayan, status kemiskinan, ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga
nelayan dan 3) mengevaluasi pemanfaatan perikanan kepiting bakau oleh nelayan
dengan pendekatan ekologi, sosial dan ekonomi.
Lokasi penelitian adalah 3 desa di Pulau Enggano, yaitu Desa Kahyapu,
Desa Kaana dan Desa Banjarsari. Pencapaian tujuan penelitian dilakukan dengan
memilih responden sebanyak 42 orang (84% dari jumlah populasi), pencatatan
data produksi selama satu tahun, pengukuran lebar karapas dan bobot kepiting
bakau sebanyak 467 individu kepiting dalam waktu 7 bulan dan survey parameter
kualitas habitat pada empat stasiun. Wawancara, survey dan pengumpulan data
dilakukan dari Januari 2018 sampai Februari 2019.
Alat analisis yang digunakan alah pemusatan ekonomi wilayah (LQ),
hubungan lebar karapas dan bobot, laju eksploitasi, persepsi dan partisipasi,
indeks ketahanan pangan, kemiskinan, indeks kemiskinan multidimensional dan
kesejahteraan. Analisis lain yang digunakan adalah ecosystem approach for
fisheries management (EAFM), indeks kualitas habitat dan efisiensi usaha. Hasil
analisis dikombinasi menjadi model pengelolaan perikanan kepiting bakau dengan
pendekatan structural equation model.
Kepiting bakau adalah komoditi potensial pada pulau kecil terluar,
khususnya Pulau Enggano, dengan kontribusi produksi sebesar 18.49% dari total
produksi kepiting bakau di Provinsi Bengkulu. Ukuran kepiting yang ditangkap
relatif lebih besar dari wilayah lain dengan lebar karapas 14.1 cm dan bobot 640
gram. Penangkapan nelayan menjadi ancaman terhadap kelestarian sumberdaya
yang ditunjukkan oleh mortalitas penangkapan lebih besar dari mortalitas alami
dan indikasi terjadinya over eksploitasi.
Persepsi nelayan terhadap kepiting bakau dalam kategori baik dan persepsi
terhadap ekosistem mangrove dalam kategori sangat baik. Persepsi yang baik
menghasilkan partisipasi dalam pengelolaan kepiting bakau yang tinggi dan
pengelolaan ekosistem mangrove sangat tinggi. Persepsi dan partisipasi nelayan
menghasilkan ketahanan pangan dalam kategori cukup tahan, rumah tangga
umumnya tidak miskin namun rentan terjadi kemiskinan multidimensional dan
kesejahteraan termasuk dalam kategori kesejahteraan sedang.
Evaluasi terhadap kualitas habitat kepiting bakau menunjukkan hasil yang
baik sehingga hasil tangkapan nelayan cukup memadai sehingga usaha
penangkapan termasuk dalam kategori yang efisien. Tetapi pengelolaan perikanan
kepiting bakau dengan pendekatan ekosistem termasuk dalam kategori sedang.
Kategori baik adalah domain ekonomi, kategori sedang adalah domain
sumberdaya ikan, habitat dan ekosistem, dan teknik penangkapan ikan, kategori
kurang adalah domain sosial dan kategori belum menerapkan EAFM adalah
domain kelembagaan.
Model pengelolaan perikanan terdiri atas 14 variabel laten dan 21
indikator dengan hubungan positif dan negatif. Hubungan nyata positif adalah 1)
akses pangan, ketersediaan pangan, dan karakteristik nelayan terhadap ketahanan
pangan, 2) karakteristik nelayan, kemiskinan multidimensional dan status EAFM
terhadap persepsi, 3) ketahanan pangan terhadap kesejahteraan, 4) persepsi
terhadap partisipasi dan 5) partisipasi terhadap efisien usaha. Hubungan nyata
negatif adalah 1) efisiensi usaha terhadap kemiskinan dan 2) kemiskinan terhadap
kesejahteraan. Model struktural secara keseluruhan adalah valid dan reliable
dengan koefisien determinasi sebesar 86.6%.
Hasil penelitian menunjukkan kepiting bakau dengan lebar karapas lebih
kecil atau sama dengan 15 cm adalah 66.4% dan bobot lebih kecil atau sama
dengan 200 gram adalah 2.4%. Lebar karapas 15 cm setara dengan bobot 716.05
gram atau bobot 200 gram setara dengan lebar karapas 9.89 cm. Lebar karapas 15
cm setara dengan bobot 590 gram atau bobot 200 gram setara dengan lebar
karapas 9.94 cm. Hasil ini dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melakukan revisi
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 56/Permen-
KP/2016 tentang larangan penangkapan dan/atau pengeluaran lobster (Panulirus
spp.), kepiting (Scylla spp.), dan rajungan (Portunus spp.) dari wilayah Negara
Republik Indonesia yang berisi kepiting ditangkap dengan lebar karapas lebih dari
15 cm atau bobot lebih dari 200 gram. Peraturan menteri ini dapat disesuaikan
menjadi lebar karapas diatas 12 cm atau bobot diatas 350 gram per ekor.
Pemerintah dapat melengkapi kelembagaan pengelolaan dengan mendirikan
stasiun atau pos karantina, zona konservasi, penguatan penyuluh perikanan dan
beasiswa khusus bagi anak-anak nelayan untuk melanjutkan pendidikan pada
jenjang yang lebih tinggi. Masyarakat dapat meningkatkan kapasitas dan
partisipasi dalam pengelolaan dengan membentuk kelompok nelayan, kelompok
pengawas masyarakat dan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pemerintah, investor, masyarakat dan pihak terkait dapat bekerjasama dalam
pengembangan pulau kecil terluar, khususnya Enggano, menjadi daerah tujuan
wisata bahari dan industri pengolahan kerupuk kepiting bakau untuk menciptakan
nilai tambah dan efek pengganda (multiplier effect) untuk semua sektor,
khususnya perikanan kepiting bakau.
Kata kunci: kepiting bakau, partisipasi nelayan, pengelolaan perikanan,
kesejahteraan, Enggano
Collections
- DT - Fisheries [736]