Aktivitas Antivirus dari Ekstrak Etanol Empat Jenis Tanaman terhadap Bovine Respiratory Syncytial Virus (BRSV) secara In Vitro
View/ Open
Date
2019Author
Lanniari, Nafrina
Priosoeryanto, Bambang Pontjo
Setiyaningsih, Surachmi
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan negara megabiodiversitas dengan keanekaragaman
tumbuhan dan hewan terbesar kedua di dunia. Hutan tropis Indonesia dengan luas
ratusan juta hektar yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem merupakan gudang
keanekaragaman hayati, yang memiliki puluhan ribu spesies flora dan fauna.
Tanaman obat semakin meningkat penggunaannya sebagai agen antivirus.
Beberapa tanaman obat asli Indonesia yaitu sambiloto, meniran, temu ireng dan
temulawak telah digunakan sebagai antivirus.
Penyakit saluran pernafasan atau bovine respiratory disease complex
(BRDC) merupakan masalah utama pada sapi yang banyak terjadi di berbagai
penjuru dunia. Kasus BRDC belum banyak dilaporkan di Indonesia tetapi Indonesia
sebagai salah satu negara dengan jumlah impor sapi yang tinggi sangat rentan
terjadi kasus BRDC. Proses transportasi dapat menyebabkan ternak menjadi stres
sehingga sangat rentan terinfeksi penyakit yang salah satunya adalah BRDC.
Penyakit BRDC disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri patogen yang saling
berinteraksi satu sama lain. Kombinasi ini termasuk virus pernafasan pada sapi
yaitu Bovine Respiratory Syncytial Virus (BRSV), Bovine Herpes Virus, Bovine
Viral Diarrhea, Bovine Parainfluenza-3 Virus, Pasteurella multocida, Mannheimia
haemolytica, Mycoplasma bovis dan Histophilus somni. Agen penyebab BRSV
merupakan patogen primer dari BRDC, sedangkan agen infeksi sekundernya adalah
bakteri.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas antivirus
dari ekstrak etanol empat jenis tanaman pada sel lestari MDBK (Madin Darby
Bovine Kidney) dan A549 yang terinfeksi oleh BRSV. Ekstrak tanaman yang
digunakan adalah sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus
niruri), temu ireng (Curcuma aeruginosa) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza)
dilarutkan dalam larutan 0.1% DMSO (Dimetilsulfoksida) dan disimpan pada suhu
-80 0C. Senyawa diencerkan menjadi 1 dan 10 μg/ml menggunakan Dulbecco’s
Modified Eagles Medium (DMEM) 2% Foetal Bovine Serum (FBS). Sel lestari
A549 ditanam pada plate 12 dan 96-lubang, setelah biakan sel mencapai konfluen
(pertumbuhan > 60%), kemudian dilakukan uji sitotoksisitas dengan ekstrak
tanaman untuk penentuan batas dosis yang aman sebagai dosis terpilih. Stock virus
BRSV dipersiapkan dengan kepadatan sebesar 1.45x106 Plaque Forming Unit
(PFU)/ml kemudian diujikan terhadap keempat jenis ekstrak tanaman. Pengujian
aktivitas antivirus dan dosis efektif ekstrak tanaman dilakukan dengan cara
mengukur pengurangan plak yang terjadi pada biakan sel lestari A549 yang
diinfeksi BRSV dan ditambahkan ekstrak keempat tanaman dengan berbagai dosis
pada tiga waktu yang berbeda. Data yang didapat dianalisis menggunakan analisis
varian (ANOVA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan pra-infeksi viabilitas
sel tertinggi dan pengurangan plak dicapai oleh ekstrak temulawak dengan dosis
125 μg/ml. Pada percobaan infeksi tepat waktu viabilitas sel tertinggi dan
pengurangan plak dicapai oleh ekstrak sambiloto dengan dosis 250 μg/ml. Pada
percobaan pasca-infeksi viabilitas sel tertinggi dan pengurangan plak dicapai oleh
ekstrak meniran dengan dosis 62.5 μg/ml.
Berdasarkan hasil diatas disimpulkan bahwa aktivitas antivirus dari keempat
ekstrak tanaman bervariasi tergantung pada waktu pemberian dan jenis tanaman.
Pemberian ekstrak sambiloto dan temulawak direkomendasikan untuk pencegahan,
sedangkan untuk pengobatan direkomendasikan ekstrak sambiloto dan ekstrak
meniran.
Collections
- MT - Veterinary Science [913]