Show simple item record

dc.contributor.advisorPravitasari, Andrea Emma
dc.contributor.advisorLubis, Iskandar
dc.contributor.authorSanti, Erika
dc.date.accessioned2020-01-27T01:29:19Z
dc.date.available2020-01-27T01:29:19Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/101333
dc.description.abstractTujuan pembangunan ada tiga yaitu pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan (sustainability). Namun pada kenyataannya, sampai dengan saat ini pembangunan masih belum mampu menghapus salah satu musuh utamanya dalam tujuan pembangunan pemerataan (equity), yaitu kemiskinan. Kemiskinan masih menjadi persoalan utama hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Penghapusan kemiskinan menjadi tujuan utama dalam tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SGDs). Pembangunan yang dilakukan pada hakikatnya adalah proses memanusiakan manusia dengan memberi berbagai alternatif pilihan untuk meningkatkan kualitas hidup sehingga bisa terlepas dari belenggu kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari Garis Kemiskinan. BPS mendefinisikan penduduk miskin adalah penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan. Sampai dengan saat ini upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia masih belum maksimal. Walaupun ada penurunan persentase penduduk miskin, namun penurunan tersebut tidak signifikan dibandingkan dengan anggaran pengentasan kemiskinan yang dikucurkan oleh pemerintah. Rata-rata laju penurunan persentase penduduk miskin tahun 2010-2017 adalah 0,46%/tahun namun rata-rata laju kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan tahun 2010-2017 adalah 24,629 triliun rupiah/tahun atau setara dengan 23%/tahun. Angka-angka ini menjelaskan bahwa upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia belum berhasil karena ada ketimpangan antara anggaran pengentasan kemiskinan yang dikucurkan dengan hasil yang diperoleh. Upaya penanggulangan kemiskinan harus memperhatikan unsur spasial atau lokasi sehingga kegagalan program dapat diminimalisasi. Faktanya saat ini upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia masih bersifat global, tidak memperhatikan aspek kewilayahan. Artinya upaya-upaya tersebut sama dan seragam di seluruh wilayah Indonesia, padahal karakteristik dan faktor penyebab kemiskinan yang dalam analisis kemiskinan disebut determinan kemiskinan di tiaptiap wilayah berbeda-beda. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pola sebaran spasial kemiskinan seluruh kabupaten/kota di Indonesia; (2) menganalisis determinan kemiskinan yang mempertimbangkan aspek spasial seluruh kabupaten/kota di Indonesia; (3) menganalisis tingkat perkembangan wilayah seluruh kabupaten/kota di Indonesia; (4) menyusun strategi pengentasan kemiskinan seluruh kabupaten/kota di Indonesia berdasarkan pola sebaran spasial, determinan kemiskinan yang mempertimbangkan aspek spasial, dan tingkat perkembangan wilayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Indeks Moran, analisis Moran’s Scatterplot, analisis Local Indicator of Spatial Autocorrelation (LISA), analisis regresi berganda, analisis Geographically Weighted Regression (GWR), dan analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola sebaran spasial kemiskinan kabupaten/kota di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 semakin mengelompok (clustered) atau membentuk kantong-kantong kemiskinan. Kantongkantong kemiskinan tersebut mengalami pergeseran dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017. Kantong kemiskinan kondisi High-High di Pulau Sumatera pada tahun 2017 berubah menjadi lima kabupaten dan kondisi Low-Low menjadi 21 kabupaten/kota. Pada tahun yang sama kantong kemiskinan di Pulau Jawa bergeser sehingga kantong kemiskinan kondisi Low-Low berjumlah 15 kabupaten/kota. Keadaan Kepulauan Nusa Tenggara berbeda. Kantong kemiskinan kondisi High- High di Kepulauan Nusa Tenggara berubah menjadi delapan kabupaten dan kondisi Low-Low menjadi sembilan kabupaten/kota. Pada tahun 2017 kantong-kantong kemiskinan dengan kondisi Low-Low di Pulau Kalimantan semakin bertambah menjadi 40 kabupaten/kota. Lain lagi dengan Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku. Tidak ada kantong kemiskinan yang terbentuk baik pada kondisi High- High, Low-High, Low-Low atau High-Low. Masih pada tahun yang sama, kantong kemiskinan di Pulau Papua berjumlah paling banyak. Pada tahun 2017 kantong kemiskinan kondisi High-High semakin bertambah menjadi 36 kabupaten/kota. Hasil analisis determinan kemiskinan menjelaskan bahwa determinan kemiskinan tiap kabupaten/kota berbeda-beda. Determinan kemiskinan kabupaten/kota di Indonesia secara keseluruhan adalah luas wilayah, bencana alam, infrastruktur transportasi ke fasilitas pendidikan, infrastruktur transportasi ke fasilitas kesehatan, infrastruktur transportasi ke fasilitas ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kependudukan, ketenagakerjaan, malnutrisi, kesehatan, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, dan infrastruktur listrik. Dari hasil analisis tingkat perkembangan wilayah dapat diperoleh informasi bahwa ada 94 kabupaten/kota di Indonesia atau setara dengan 18,29% dari total kabupaten/kota yang berada pada hiraki 1 (tingkat perkembangan wilayah tinggi), 85 kabupaten/kota atau setara dengan 16,53% dari total kabupaten/kota yang berada pada hirarki 2 (tingkat perkembangan wilayah sedang), dan ada 335 kabupaten/kota atau setara dengan 65,18% dari total kabupaten/kota yang berada pada hirarki 3 (tingkat perkembangan rendah). Jadi mayoritas kabupaten/kota di Indonesia berada pada tingkat perkembangan rendah. Hasil analisis prioritas pengentasan kemiskinan menempatkan 34 kabupaten/kota di Indonesia berada dalam klasifikasi prioritas tinggi untuk pengentasan kemiskinannya, sedangkan 480 kabupaten/kota berada pada klasifikasi prioritas sedang. Sebanyak 32 kabupaten/kota dari 34 kabupaten/kota yang berada pada prioritas pengentasan kemiskinan tinggi terletak di Pulau Papua, satu kabupaten di Kepulauan Nusa Tenggara yaitu Kab. Sumba Timur, dan satu kabupaten di Kepulauan Maluku yaitu Kab. Maluku Barat Daya. Setiap pulau/kepulauan di Indonesia memiliki susunan strategi pengentasan kemiskinan yang berbeda-beda sesuai dengan determinan kemiskinan masing-masing pulau/kepulauan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcRegional Planningid
dc.subject.ddcDeterminantid
dc.subject.ddc2019id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titlePola Sebaran Spasial dan Determinan Kemiskinan Seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia serta Strategi Pengentasannyaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keyworddeterminanid
dc.subject.keywordGWRid
dc.subject.keywordkabupatenid
dc.subject.keywordkemiskinanid
dc.subject.keywordkotaid
dc.subject.keywordLISAid
dc.subject.keywordmoranid
dc.subject.keywordskalogramid
dc.subject.keywordspasialid
dc.subject.keywordwilayahid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record