Sistem Nafkah, Adaptasi Ekologi dan Perubahan Sosial-Ekologi Komunitas Dayak di Kabupaten Berau
View/ Open
Date
2019Author
Mardiyaningsih, Dyah Ita
Dharmawan, Arya Hadi
Kolopaking, Lala M
Muhammad, Firdaus
Metadata
Show full item recordAbstract
Keberlanjutan sistem nafkah Komunitas Dayak Punan saat ini semakin
terancam akibat perubahan ekologi hutan karena adanya modernitas dalam bentuk
aktivitas pembangunan, ekspansi ekonomi skala besar maupun pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah, swasta maupun NGO. Penelitian ini
dilakukan untuk melihat proses transformasi sistem nafkah pada rumahtangga
komunitas Dayak Punan sebagai suku pemburu dan peramu terakhir di
Kalimantan dalam beradaptasi dengan proses-proses perubahan yang ada di
wilayahnya karena adanya modernitas. Secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk: (1) menganalisis proses perubahan hubungan antara komunitas Dayak
Punan dengan hutan sebagai sumber penghidupan rumahtangganya dan strategi
nafkah yang dijalankan dalam menghadapi perubahan yang terjadi, (2) mengukur
tingkat keberlanjutan sistem nafkah rumahtangga komunitas Dayak Punan
berdasarkan kepemilikan dan keragaman modal/aset nafkah, (3) menganalisis
perubahan pada moral ekonomi rumahtangga Dayak Punan berdasarkan tipologi
komunitas yang ada saat ini, dan (4) memetakan kelembagaan lokal yang mampu
memberikan jaminan keamanan nafkah bagi rumahtangga di komunitas Dayak
Punan setelah masuknya sistem ekonomi ‘baru’.
Penelitian ini menggunakan strategi penelitian campuran
sekuensial/bertahap (sequential mixed methods). Metode wawancara mendalam
terstruktur maupun tidak terstruktur serta grup wawancara dilakukan untuk
mendapatkan informasi di tingkat komunitas. Pendekatan kuantitatif
menggunakan metode survey Poverty Environment Network (PEN) dan survey
Importance Performance Analysis (IPA) untuk mendapatkan data tingkat
rumahtangga. Empat komunitas Dayak Punan di Kabupaten Berau dipilih sebagai
lokasi studi, yaitu Birang, Long Duhung, Merabu dan Merapun. Waktu penelitian
dilaksanakan secara bertahap mulai dari kegiatan pra survey (Juli 2014), survey
PEN (Januari-Februari 2015), dan survey IPA (Agustus-September 2016). Dalam
jangka waktu survey tersebut juga dilakukan pendalaman isu melalui pendekatan
kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan sampai saat ini komunitas Dayak Punan
sebagai masyarakat pemburu-peramu masih tidak dapat dipisahkan dari hutan
sebagai ruang hidupnya. Namun modernitas mengubah interaksi antara
masyarakat dengan hutan karena berubahnya tata kelola hutan di mana
rumahtangga tidak lagi melihat hutan sebagai sumber nafkah utama, dan hanya
sebagai penyedia ruang untuk sewaktu-waktu dapat diubah sesuai kebutuhan atau
pengembangan kawasan industrial. Berdasarkan parameter modal nafkah (alam,
fisik, finansial, sumberdaya manusia, dan sosial), rumahtangga yang sumber
nafkahnya masih tergantung pada sumberdaya alam (hutan) lebih terjamin
keamanan nafkahnya apabila modal alam tinggi, modal fisik rendah, modal
manusia untuk keterampilan tradisional tinggi, modal finansial rendah dan modal
sosial tinggi. Sementara itu bagi rumahtangga yang lebih dominan mengadopsi
sistem ekonomi modern, sistem nafkahnya akan lebih aman jika akses terhadap
modal finasial, fisik dan manusia tinggi dengan risiko mengorbankan sumberdaya
alam (komersialisasi sumberdaya hutan) dan ikatan-ikatan sosial tradisional.
Modernitas juga menyebabkan transformasi suprastruktur nafkah pada
rumahtangga Dayak Punan yang menghasilkan empat tipe etika ekonomi, yaitu:
etika subsisten-kolektif, etika transisi dari subsisten-kolektif ke komersialkontraktual,
etika komersial-kolektif, danetika komersial-kontraktual. Pada tingkat
komunitas, modernitas mendorong terjadinya transformasi kelembagaan nafkah
komunitas Dayak Punan dalam bentuk perubahan hubungan-hubungan kerja
berbasis kolektivitas menjadi individual, dan pengorganisasian kerja yang lebih
modern (kontraktual).
Berdasarkan hasil temuan penelitian, transformasi sistem nafkah pada
komunitas Dayak Punan sebagai bentuk adaptasi terhadap perubahan sumberdaya
hutan menghasilkan tiga tipologi sistem nafkah, yaitu tipe pertama masyarakat
nomaden subsisten yang masih bergantung pada hutan. Tipe kedua adalah
masyarakat semi nomaden komersial yang masih bergantung secara parsial
antara hutan dan sistem pertanian fallow. Tipe ketiga adalah tipe sistem nafkah
masyarakat menetap dan komersial yang mengandalkan aktivitas ekonomi
permanen industrial (perkebunan kelapa sawit dan ekowisata). Dari ketiga tipologi
tersebut, tipologi menetap komersial paling dapat beradaptasi dengan modernitas
di pedesaan karena sudah mencirikan sistem ekonomi yang modern. Namun
konsekuensi dari proses adaptasi terhadap modernitas ini telah membawa
masyarakat pada gejala penunggalan nafkah (ketergantungan terhadap satu
sumber nafkah selain hutan) yang menyebabkan kerentanan nafkah rumahtangga
meningkat. Dengan kata lain, datangnya tiga kekuatan modernitas melalui
pembangunan, intervensi investasi swasta skala besar, dan pemberdayaan
masyarakat telah menyebabkan dua akibat yang berbeda atas hadirnya kekuatan
yang berbeda. Desa-desa yang relatif netral masyarakatnya dalam merespon
modernitas sistem nafkah rumahtangga tidak mengalami gunjangan (resiliensi
tinggi) namun secara ekonomi relatif stagnan. Di lain pihak, desa-desa yang
masyarakatnya sangat responsif terhadap modernitas memiliki risiko tinggi
(resiliensi rendah) karena ketergantungan aliran ekonomi dari luar yang tinggi dan
membangun struktur sosial baru yang sangat komersial, sangat profit oriented,
sangat mengenal uang, sangat kalkulatif, dan menghasilkan ekonomi material
yang tinggi. Hal inilah yang disebut sebagai Dilema Transformasi Nafkah di
pedesaan yang merupakan salah satu novelty dari penelitian ini. Novelty kedua
yang dibangun dari penelitian ini berupa perspektif sistem ekonomi komunitas
pedalaman yang berserakan (Distruptive of Economic Culture of Dayak Punan
Tribe), di mana modernitas menghasilkan tiga tipologi desa yang terbangun
sebagai hasil proses transformasi sistem nafkah di wilayah pedalaman, yaitu: desa
modern dengan ciri ekonomi industrial-komersial, desa tradisional dengan ciri
ekonomi yang stagnan pada tahap transisi dari sistem ekonomi tradisional menuju
sistem ekonomi industrial, dan komunitas pra desa dengan ciri disorientasi
ekonomi akibat ketidakjelasan arah pengembangan ekonomi komunitas.
Collections
- DT - Human Ecology [567]