Induksi Mutasi untuk Perakitan Kultivar Rumput Benggala (Panicum maximum cv Purple Guinea) Ke Arah Produksi Tinggi pada Lahan Masam dan Optimal
View/Open
Date
2019Author
Fanindi, Achmad
Sutjahjo, Surjono
Aisah, Syrarifah Iis
Metadata
Show full item recordAbstract
Rumput benggala (Panicum maximum) merupakan salah satu tanaman pakan ternak yang dikenal oleh peternak di Indonesia. Produktivitasnya yang menjanjikan, menjadikannya sebagai alternatif pilihan selain rumput gajah yang selama ini banyak digunakan peternak di Indonesia. Kendala pengembangan tanaman pakan, termasuk rumput benggala adalah pengembangannya yang selalu diarahkan pada lahan sub optimal. Penelitian mengenai teknologi budidaya tanaman pakan pada lahan sub optimal sudah banyak dilakukan, namun penelitian pemuliaan untuk membentuk varietas toleran pada lahan sub optimal, di Indonesia belum banyak dilakukan. Oleh karena itu dilakukan penelitian pemuliaan untuk membentuk varietas rumput benggala, toleran pada lahan sub optimal, khususnya pada lahan masam.
Penelitian pada tahap pertama adalah menentukan radiosensitivitas pada rumput benggala. Penentuan radiosensitivitas dilakukan dengan cara meradiasi biji rumput benggala dengan dosis 0-1000 Gy. Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai LD20 rumput benggala cv purple guinea adalah 176.83 Gy, sedangkan nilai LD50 rumput benggala adalah 358.23 Gy. Hasil analisis curv-fit, menunjukkan bahwa nilai LD50 ini mengikuti model. Y= 44.22 + 45.91 X Cos (0.0042x -0.07. Nilai LD50 yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan dosis perlakuan untuk memperoleh keragaman pada rumput benggala menggunakan biji.
Tahap kedua pada penelitian ini adalah mengamati karakter morfologi rumput benggala pada generasi M1, M1V1 dan M1V2, yang ditanam pada lahan masam dan optimal. Penelitian dilakukan menggunakan RAK dengan 3 ulangan. Dosis radiasi yang digunakan adalah dosis diantara LD20-LD50 yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama, yaitu: 200 Gy, 250 Gy, 300 Gy, 350 Gy dan 100 x 2 Gy, 125 x 2 Gy, 150 x 2 Gy, 175 x 2 Gy dan kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi sinar gamma dapat mempengaruhi karakter morfologi maupun keragaman genetik pada setiap generasi. Pada tahap ini (M1V2) diperoleh populasi perlakuan yang memiliki karakter morfologi dan produksi hijauan yang lebih baik jika dibandingkan kontrol baik di lahan optimal maupun lahan masam. Iradiasi 175 x 2 Gy pada lahan masam dapat meningkatkan rata-rata produksi hijauan sekitar 30% dibandingkan tanaman kontrol, sedangkan dosis iradiasi 100 x 2 Gy dan 125 x 2 Gy pada lahan optimal dapat memperbaiki produksi hijauannya menjadi 30%-40% lebih baik dibandingkan kontrol. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa populasi pada dosis iradiasi terbagi menghasilkan tanaman yang lebih baik dibandingkan kontrol maupun dosis iradiasi acute. Nilai heritabilitas dan koefisien keragaman genetik pada penelitian ini menunjukkan bahwa karakter bobot segar, bobot kering dan jumlah anakan memiliki nilai yang tinggi, sehingga dapat dilakukan seleksi pada karakter tersebut sesuai tujuan penelitian.
Penelitian pada tahap ke tiga memfokuskan penelitian pada karakter morfologi pada setiap nomor tanaman yang telah diseleksi di generasi M1V3 serta melihat kandungan nutrisi hijauannya dan umur potong untuk melihat karakter morfologinya. Penelitian dilakukan menggunakan RAK 5 ulangan, rumput benggala yang digunakan adalah hasil seleksi dari M1V2. Jumlah tanaman hasil seleski M1V2 di lahan masam sebanyak 40 genotipe dan di lahan optimal sebanyak 29 genotipe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa nomor tanaman yang berpotensi menjadi calon mutan putatif pada lahan masam maupun optimal, karena memiliki produksi yang lebih baik jika dibandingkan kontrol. Terdapat 3 nomor tanaman di lahan masam maupun optimal yang dapat dijadikan sebagai kandidat untuk dikembangkan pada masing-masing kondisi lahan. Kualitas nutrisi juga menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma menghasilkan tanaman-tanaman yang meningkat kualitasnya. Peningkatan dapat dilihat dari menurunnya serat kasar di lahan masam, serta peningkatan protein kasar, penurunan serat kasar dan peningkatan kecernaan di lahan optimal. Hal ini menjadi harapan untuk selanjutnya dapat dilakukan seleksi kualitas hijauan dengan menseleksi pada karakter serat kasar atau protein kasar serta kandungan nutrisi lainnya.
Pengamatan selanjutnya adalah kromosom dan penggunaan marka SSR, untuk melihat keragaman genetik rumput benggala yang terseleksi. Analisis kromosom menggunakan metode pra perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang terseleksi di generasi M1V3 memiliki kromosom 2n=32, berbeda dengan kontrolnya yang memiliki jumlah kromosom 2n=16. Hasil analisis marka menggunakan SSR menghasilkan 7 marka yang dapat digunakan untuk mendeteksi keragaan genetik rumput benggala. Hasil filogenetik juga menunjukkan bahwa rumput benggala terbagi dalam 2 kelompok besar dengan persamaan genetik sebesar 65%. Kelompok pertama terdiri dari kontrol dan sebagian besar tanaman terseleksi yang ditanam di lahan optimal, sedangkan kelompok kedua terdiri dari tanaman terseleksi yang ditanam di lahan masam. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang terseleksi di lahan masam dapat dijadikan sebagai calon mutan putatif yang toleran pada lahan masam.
Collections
- DT - Agriculture [756]