dc.description.abstract | Spastisitas merupakan keadaan klinis adanya peningkatan tonus otot akibat
kerusakan sistem saraf pusat bagian neuron motorik atas. Keadaan spastisitas akan
lebih jelas saat terjadi gerakan sendi yang mengalami peregangan secara cepat.
Spastisitas sering terjadi pada individu yang mengalami kerusakan otak akibat
trauma, stroke, infeksi, hipoksia, cerebral palsy dan pasca bedah ataupun cedera
medula spinalis. Perubahan konsentrasi Ca2+ intraseluler mempunyai peran
penting dalam siklus eksitasi-kontraksi-relaksasi otot rangka. Perubahan abnormal
pada konsentrasi Ca2+ intraseluler mengakibatkan kontraksi otot yang terganggu
akibat adanya gangguan pada motor endplate. Spastisitas kemungkinan terjadi
karena adanya arus Ca2+ yang terus menerus ke dalam sarkomer yang
menyebabkan terjadinya hipereksitasi. Metabolisme kalsium pada berbagai
kompartemen tubuh seperti saluran pencernaan, plasma darah, ekstraseluler dan
intraseluler, jaringan tulang serta saluran kemih terkait dengan gerakan dan
pengaturan keluar masuknya ion kalsium Ca2+. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh asupan kalsium terhadap kadar kalsium dalam darah, otot,
urin dan feses kaitannya dengan spastisitas pada model tikus spastik.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental yang telah mendapatkan
persetujuan etik dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM) IPB untuk penelitian dengan subjek hewan nomor 92-2018 IPB.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menetapkan dosis erythrosine B yang
digunakan untuk membuat model tikus coba menjadi spastik dan mendapatkan
dosis yang membuat model tikus spastik menetap dalam waktu 28 hari sebesar 80
mg/kgBB. Penelitian utama dilakukan pada 42 model tikus Sprague dawley
spastik jantan umur 10-12 minggu yang diberikan kalsium bersama pakan selama
15 hari terbagi dalam 6 kelompok dengan dosis kalsium antara lain 50 mg (K1),
100 mg (K2), 200 mg (K3), 300 mg (K4), 400 mg (K5) dan 500 mg (K6). Data
yang diambil dari subjek adalah berat badan; nilai spastisitas; kadar kalsium
dalam darah, otot, urin dan feses; serta diameter dan jarak antar serabut otot dan
jumlah deposit kalsium dalam otot spastik. Spastisitas dinilai secara fisik dan
analisis kadar kalsium darah serta urin menggunakan uji fotometri. Kalsium otot
dan feses dianalisis secara spektrofotometri. Diameter dan jarak antar serabut otot
serta deposit kalsium dalam otot dinilai secara histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan spastisitas dengan
pengurangan dosis asupan kalsium dan terjadi peningkatan spastisitas dengan
penambahan dosis asupan kalsium pada subjek. Pada K2 mempunyai nilai
spastisitas yang paling tinggi sebelum intervensi dan mengalami penurunan
spastisitas terbesar setelah intervensi. Setelah intervensi, kadar kalsium dalam
darah pada setiap kelompok mengalami penurunan kecuali pada K2. Kadar
kalsium otot diukur hanya setelah intervensi dan mempunyai nilai yang tinggi
pada K5 dan K6. Pada semua kelompok, kadar kalsium urin subjek mengalami
penurunan setelah intervensi. K5 dan K6 mengalami penurunan kadar kalsium
feses setelah intervensi.
Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa antar kelompok perlakuan terdapat
perbedaan yang bermakna untuk nilai spastisitas pada saat sebelum dan setelah
intervensi serta terhadap perubahannya (p < 0.05). Terdapat juga perbedaan
bermakna antar kelompok perlakuan setelah intervensi dan pada perubahan kadar
kalsium dalam darah (p < 0.05) sedangkan antar kelompok perlakuan sebelum
intervensi didapatkan hasil yang tidak bermakna (p > 0.05). Nilai kalsium otot
setelah intervensi antar kelompok perlakuan menunjukkan tidak adanya perbedaan
yang bermakna (p > 0.05). Tidak adanya perbedaan yang bermakna pada sebelum
dan setelah intervensi serta perubahan kadar kalsium urin (p > 0.05). Kadar
kalsium feses sebelum intervensi dan perubahan antar kelompok perlakuan
mendapatkan hasil tidak adanya perbedaan yang bermakna ( p > 0.05), sedangkan
antar kelompok perlakuan setelah intervensi didapatkan perbedaan yang bermakna
(p < 0.05).
Uji korelasi Pearson antara kadar kalsium darah dengan kadar kalsium otot
didapatkan nilai p < 0.05, menandakan korelasi negatif yang bermakna dengan
nilai r = -0.785. Uji korelasi Pearson antara kadar kalsium otot dengan spastisitas
subjek mendapatkan nilai p < 0.05, yang menunjukkan adanya korelasi positif
yang bermakna dengan nilai r = 0.810. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa
terdapat korelasi positif` yang bermakna antara kadar kalsium darah dengan feses
setelah intervensi pada subjek (p < 0.05, r = 0.342). Terdapat korelasi negatif yang
bermakna pada perubahan kadar kalsium feses dengan spastisitas (p < 0.05, r = -
0.319) dengan uji korelasi Spearman. Dari uji korelasi Spearman mendapatkan
hasil adanya korelasi negatif yang bermakna antara kadar kalsium urin dan feses
sebelum intervensi (p < 0.05; r = -0.402) dan korelasi negatif pada perubahan
kadar kalsium urin dan feses ( p < 0.05 ; r = -0.360). Hasil tersebut menyimpulkan
bahwa sebelum dilakukan intervensi, kalsium dalam urin maupun dalam feses
secara metabolisme absorbsi dan ekskresi saling berkaitan.
Gambaran histopatologi otot gastroknemius dengan pewarnaan hematoksilin
eosin mendapatkan adanya peningkatan diameter serabut otot pada K2. Setelah
dilakukan uji Anova mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
pada diameter serabut otot dan jarak antar serabut otot di antara kelompok
perlakuan (p > 0.05). Adanya korelasi positif antara jarak antar serabut otot
dengan spastisitas setelah intervensi (p < 0.05; r = 0.332). Pewarnaan preparat
jaringan otot dengan alizerin red mendapatkan hasil adanya deposit kalsium yang
nyata dalam jaringan otot pada tikus spastik pada K6. Terdapat adanya perbedaan
bermakna antar kelompok perlakuan pada pewarnaan alizerin red (p < 0.05). Hasil
uji korelasi Spearman dengan pewarnaan alizerin red menunjukkan adanya
korelasi positif yang bermakna antara adanya deposit kalsium dalam otot dengan
spastisitas setelah intervensi (p < 0.05; r = 0.402). Perbaikan spastisitas dalam
waktu 15 hari untuk model tikus jantan Sprague dawley yang spastik umur 10-12
minggu dengan berat 200-250 mg membutuhkan asupan kalsium sebanyak 100
mg, yang setara dengan setengah kebutuhan standar. | id |