Analisis Perkembangan Status Gizi dari Anak-Anak hingga Remaja Berdasarkan Data Indonesian Family Life Survey (IFLS).
View/Open
Date
2019Author
Asanti, Ernis
Martianto, Drajat
Briawan, Dodik
Metadata
Show full item recordAbstract
Beban ganda masalah gizi (double burden malnutrition) di negara-negara
berkembang merupakan tantangan yang perlu mendapat perhatian, karena ketika
masalah gizi kurang masih belum dapat teratasi, prevalensi permasalahan gizi lebih
terutama overweight dan obesitas semakin meningkat (WHO 2017). Berdasarkan
data Riskesdas 2018, di Indonesia terjadi penurunan prevalensi status gizi buruk,
gizi kurang, status gizi gemuk, serta stunting pada balita. Meskipun demikian,
menurut kategori WHO (1995) prevalensi stunting masih berada kategori tinggi.
Olson et al. (2007) menyatakan bahwa stunting pada masa balita berkaitan
dengan kejadian gemuk maupun obesitas pada saat remaja dan dewasa. Akan tetapi,
penelitian lain menunjukkan bahwa tidak terdapat kaitan antara stunting pada balita
dengan kegemukan, obesitas, maupun kurus pada saat remaja (Rachmi et al. 2017).
Selain permasalahan stunting, penelitian Julia et al. (2008) di wilayah urban
Indonesia menunjukkan bahwa anak dengan status gizi underweight, overweight,
atau obesitas pada usia 6-8 tahun memiliki risiko untuk tetap memiliki status gizi
yang sama pada saat usia 11-13 tahun. Padahal, overweight maupun obesitas
berkaitan dengan outcome kesehatan yang buruk pada saat dewasa (DeBoer et al.
2012). Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsekuensi dari
adanya kegagalan pertumbuhan merupakan suatu hal yang kompleks dan berkaitan
dengan lingkungan, pola makan, serta timing pertumbuhan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan status
gizi anak hingga remaja yang tumbuh dari tahun 1997-2014. Penelitian ini
merupakan penelitian kohort retrospektif, dengan menggunakan data sekunder
Indonesia Family Life Survey (IFLS) yang merupakan kolaborasi dari RAND dan
Survey Meter. Survei tersebut dilakukan di 13 provinsi dari 26 provinsi di
Indonesia. Kriteria inklusi penelitian ini adalah balita yang lahir pada tahun 1995-
1997 berdasarkan hasil survei IFLS wave 2 (1997). Sedangkan kriteria eksklusi dari
penelitian ini yaitu: (1) Berusia lebih dari 228 bulan (18 tahun) pada saat survei
IFLS wave 5 (2014); (2) Data berat badan, tinggi badan, wilayah tempat tinggal,
alokasi pengeluaran untuk pangan, status ekonomi, pendidikan orang tua, jumlah
keluarga, sumber air minum, fasilitas BAB dari survei IFLS 1997, 2000, 2007, dan
2014, jumlah anak usia 0-2 tahun pada survei IFLS 1997, serta data riwayat
penyakit 0-15 tahun diambil dari survey IFLS 2014 tidak lengkap; (3) Nilai z score
untuk PB/U atau TB/U berada di luar rentang -6 s.d. +6 SD dan nilai z score IMT/U
berada di luar rentang -5 s.d. +5 SD. Sehingga berdasarkan hasil cleaning data, dari
total 720 anak usia 0-2 tahun dari 7.698 rumah tangga pada survei IFLS 1997,
diperoleh 314 atau 43.6% dari total data subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh adalah perempuan
(53.5%). Sebagian besar subjek berusia 1, 3, 11, dan 18 tahun masing-masing pada
survei 1997, 2000, 2007, dan 2014. Apabila dilihat berdasarkan aspek kesehatan,
terdapat 32.5% anak yang memiliki riwayat penyakit menular pada usia 0-15 tahun.
Lebih dari 90% sumber air minum rumah tangga termasuk ke dalam kategori
improved pada keempat survei. Akan tetapi presentase rumah tangga dengan
fasilitas BAB improved dari tahun 1997 baru mencapai 65.6%, meskipun terjadi
peningkatan dari tahun ke tahun.
Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi, sebagian besar rumah tangga hanya
memiliki satu anak usia 0-2 tahun. Pada tahun 1997 hingga 2007, sebagian besar
rumah tangga memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang. Presentase
tingkat pendidikan tertinggi baik ayah maupun ibu pada keempat survei adalah
tidak sekolah atau sekolah dasar. Presentase tertinggi rata-rata pendapatan pada 4
tahun survei juga terdapat pada kategori pendapatan rendah. Sedangkan proporsi
pengeluaran untuk pangan sebagian besar rumah tangga pada 4 tahun pengukuran
adalah ≤80%. Apabila dilihat berdasarkan kategori pengeluaran pangan, proporsi
pengeluaran pangan terbesar adalah pengeluaran untuk kategori lain-lain, seperti
minyak, gula, makanan instan, dan sejenisnya. Sebagian besar status ekonomi
rumah tangga termasuk kategori miskin dan menengah pada keempat survei. Pada
tahun 1997 hingga 2007, sebagian besar anak tinggal di daerah rural (50-60%), akan
tetapi pada tahun 2014 sebagian besar contoh tinggal di daerah urban (64%).
Perubahan status gizi pada penelitian ini dilihat berdasarkan indikator IMT/U
dan PB/U atau TB/U. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan
status gizi dari anak-anak hingga remaja. Akan tetapi, hasil analisis menunjukkan
bahwa terdapat kaitan antara status gizi pada saat usia 0-2 tahun dengan status gizi
pada usia-usia selanjutnya, baik dilihat dari IMT/U maupun TB/U. Selain itu, anak
yang memiliki riwayat stunting pada saat usia 0-2 tahun cenderung mengalami
perningkatan IMT/U yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang tidak
mengalami stunting. Faktor-faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap
pola perubahan IMT/U dari anak-anak hingga remaja adalah jenis kelamin, riwayat
penyakit menular, pendapatan rumah tangga yang rendah, serta wilayah tempat
tinggal.
Collections
- MT - Human Ecology [2275]