dc.description.abstract | Salah satu sektor pertanian Indonesia dan Malaysia dalam industri makanan yang dipengaruhi proses halal adalah daging dan sektor peternakan. Analisis kritis halal daging sapi di kedua negara harus diperoleh dengan pendekatan rantai pasokan. Dalam perspektif halal, setiap tahap rantai pasokan daging sapi harus memenuhi persyaratan halal. Dalam terminologi Jie, tahap pertama rantai pasokan daging sapi halal adalah “turning grass into meat”. Tahap ini terdiri dari banyak kegiatan seperti budidaya sapi potong, feedlot, dan penjualan ternak. Proses rantai pasokan daging sapi dari feedlot sampai konsumen harus memenuhi ketentuan halal dengan beberapa Halal Critical Point (HCP) sebagai acuan dalam memenuhi standar halal daging sapi. Semua kegiatan ini dapat menimbulkan risiko kehilangan halal di sepanjang rantai pasokan daging sapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengelompokkan risiko halal pada rantai pasokan daging sapi, untuk menilai risiko halal pada rantai pasokan daging sapi, dan untuk memitigasi risiko halal pada rantai pasokan daging sapi di Indonesia dan Malaysia.
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder untuk membandingkan risiko halal pada rantai pasok daging sapi di Indonesia dan Malaysia. Data primer diperoleh dari hasil survey, wawancara mendalam dengan ahli dan kuesioner. Data sekunder diperoleh dari hasil penelitian terdahulu, internet, journals, buku, laporan, dan literatur terkait. Hasil survey, wawancara mendalam, dan kuesioner dinilai dengan analisis deskriptif dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA).
Pola rantai pasokan daging sapi di Indonesia dan Malaysia tidak memiliki banyak perbedaan. Identifikasi dan kategorisasi risiko halal dikelompokkan ke dalam beberapa sub-sistem berdasarkan aliran rantai pasokan daging sapi, yaitu mengidentifikasi risiko halal di feedlot, Rumah Potong Hewan (RPH) dan retail. Berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN) di feedlot, didapatkan bahwa risiko kehilangan kehalalan baik di Indonesia dan Malaysia tidak begitu berbeda, sulitnya mendapatkan supplement protein dan obat-obatan untuk sapi yang sudah tersertifikasi halal dan sulitnya mendapat informasi hasil budi daya sapi yang diterima feedlot dari peternak menjadi risiko terbesar pada tahap ini. Risiko dengan nilai Risk Priority Number (RPN) terbesar di Rumah Potong Hewan (RPH) yaitu pada tahap stunning yang dilakukan di Indonesia. Sementara di Malaysia tidak melakukan praktik stunning. Pada tahap retail didapatkan risiko sulitnya membedakan sumber asal daging halal yang dikirim dari Rumah Potong Hewan (RPH) dan sulitnya menyediakan tempat penyimpanan khusus di pasar sebelum di distribusikan ke outlet-outlet di pasar. Alternatif strategi mitigasi risiko halal pada rantai pasok daging sapi di Indonesia dan Malaysia yang dapat dilakukan yaitu dengan traceability, sosialisasi kolaborasi, dan monitoring. | id |