Strategi Pengelolaan Kawasan Konservasi yang Efektif dan Berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi
View/ Open
Date
2018Author
Adimu, Hasan Eldin
Boer, Mennofatria
Yulianda, Fredinan
Damar, Ario
Metadata
Show full item recordAbstract
Konservasi atau perlindungan merupakan langkah yang tepat dalam upaya
melestarikan dan memanfaatkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya agar
dapat berkelanjutan. Taman Nasional Wakatobi (TNW) sebagai salah satu
kawasan konservasi di Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya hayati
yang sangat tinggi seperti terumbu karang, ikan karang dan sumber daya lainnya.
Pemangku kepentingan (stakeholder) di kawasan konservasi TNW memiliki peran
dan pengaruh yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan dan peningkatan
pengelolaan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis dan mengkaji status
pengelolaan di TNW untuk merumuskan strategi pengelolaan kawasan konservasi
yang efektif dan berkelanjutan.
Tahapan awal dari penelitian menganalisis status sumber daya terumbu
karang dengan melihat status kesehatan terumbu karang dan nilai kelas konservasi
berdasarkan klasifikasi morfologi karang (life form). Pemangku kepentingan
dianalisis secara kualitatif dengan mengetahui aktor, peran, hubungan, konflik dan
potensi konflik dalam pengelolaan kawasan konservasi di TNW. Implementasi
peraturan dan kebijakan yang diterapkan dalam kawasan ditentukan berdasarkan
analisis isi (content analysis). Status keberlanjutan pengelolaan kawasan
konservasi dilakukan dengan pendekatan multidimensional scaling (MDS)
menggunakan alat analisis Rapfish Conservation Area (Rap-CArea) modifikasi
atribut dari Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi dikaji menggunakan alat analisis Management Effectiveness
Tracking Tools (METT) berdasarkan kartu skor Score Card (SC) untuk menilai
kemajuan dalam mencapai tujuan efektivitas pengelolaan kawasan perlindungan
laut. Hasil analisis klasifikasi terumbu karang dari 29 titik pengamatan di peroleh
wilayah yang memiliki tingkat tekanan yang tinggi terdapat di 12 lokasi, lokasi
yang memiliki tingkat tekanan yang cukup tinggi terdapat di 6 lokasi, sedangkan
lokasi yang tidak memiliki dampak tekanan atau ancaman di temukan di 11 lokasi.
Hasil analisis pemangku kepentingan teridentifikasi 16 pemangku kepentingan.
Hasil indentifikasi dilakukan klasifikasi pemangku kepentingan dari hasil
tersebut subjects ditempati forum komunitas masyarakat lokal, forum komunitas
wisata dan suku bajau. Peran pemangku kepentingan sebagai key players,
ditempati oleh BTNW, Pemerintah daerah provinsi, Bappeda, dan lembaga adat.
Peran pemangku kepentingan sebagai context setter dari pemerintah daerah
diwakili oleh: DKP, BLH, dan DPEK. Ketiga lembaga ini merupakan satuan kerja
perangkat dinas di daerah. Peran pemangku kepentingan terakhir sebagai crowd di
tempati oleh akademisi dan swasta, para pihak pemangku kepentingan ini
memiliki cukup pengaruh dan kepentingan. Secara keseluruhan tingkat
pemahaman nelayan terkait konservasi sudah baik, 68.9% nelayan tahu adanya
zonasi, 82.6% nelayan tahu manfaat zonasi. Namun keterlibatan masyarakat
dalam pengawasan masih rendah 32.6% belum terlibat dalam pengawasan. Terkait
persepsi nelayan terhadap terumbu karang 87.8% nelayan paham terkait fungsi
dam manfaatnya. Pendapat nelayan terhadap luasan terumbu karang menurun
v
55.3% nelayan setuju terjadi penurunan, Menurut persepsi nelayan penyebab
kerusakan terumbu karang adalah alat tangkap destruktif 75.3% nelayan setuju.
Masih ada pengambilan batu karang 32.1% setuju.
Konflik vertikal yang terjadi yaitu peraturan tumpang tindih terkait izin
dan retribusi masuk kawasan, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 dan
Peraturan Daerah No 15 Tahun 2013 serta Peraturan Bupati Nomor 12 Tahun
2015. Konflik horizontal terkait peruntukan kawasan untuk pembangunan bandara
yang berada di dalam kawasan hutan lindung, konflik ini terjadi antara pihak
BTNW dan PEMDA di Pulau Kaledupa. Konflik kelompok masyarakat dan pihak
suwasta dalam memanfaatkan lokasi diving. Berdasarkan hasil penilaian terhadap
31 atribut dari keempat dimensi ekologi, sosial, ekonomi, dan kelembagaan pada
pengelolaan kawasan konservasi maka kondisi saat ini nilai indeks keberlanjutan
sebesar 45.93, berarti pengelolaan konservasi di TNW saat ini berada pada status
kurang berkelanjutan. Hasil analisis efektivitas pengelolaan kawasan konservasi
TNW yaitu 60.4% atau kurang efektif, dari komponen yang ada upaya
peningkatan pengelolaan yang harus ditingkatkan adalah pada elemen proses,
keluaran dan hasil. Strategi pengelolaan kawasan konservasi di TNW dapat
dirumuskan sebagai berikut: (1) Klasifikasi konservasi terumbu karang untuk
mengektifkan teknik penilaian terumbu karang, tujuan utama pengelolaan
kawasan konservasi adalah perlindungan keanekaragaman hayati, keunggulan dari
metode klasifikasi ini adalah keterwakilan (representativeness) dalam
keanekaragaman hayati, mampu mendeteksi areal yang menjadi tekanan dan
ancaman akibat aktifitas pemanfaatan sumber daya yang berdampak pada
penurunan nilai konservasi karang (2) Harmonisasi peraturan perundangan,
konflik peraturan di dalam kawasan konservasi melibatkan pemangku kebijakan
menimbulkan berpengaruh terhadap efektifitas pengelolaan dari segi penerapan
aturan. Berdasarkan hal tersebut harmonisasi perundangan sangat diperlukan
untuk mengurangi konflik peraturan dan mengantisipasi peraturan-peraturan yang
akan di buat dan diterapkan dalam kawasan (3) Tata kelola kawasan konservasi,
efaluasi fungsi kawasan konservasi TNW yang telah dilakukan oleh BTNW
mengahasilkan beberapa rekomendasi pengelolaaan untuk meningkatkan
efektifitas dan keberlanjutan kawasan konservasi. Perlu kehati-hatian dalam
menentukan areal yang harus di refisi seperti zonasi, karena apabila tidak
terintegrasi dengan RZWP3K dan RTRW atau sebaliknya akan berpotensi terjadi
permasalahan dalam implementasi khususnya pada tataran oprasional (4)
Rehabilitasi kawasan yag telah terdegradasi, habitat atau kawasan yang telah
terdegradasi atau mengalami kerusakan akibat pemanfaatan perikanan yang
destruktif sebaiknya harus segera dilakukan pemulihan. Proses pemulihan dapat
dilakukan secara bertahap untuk mengurangi beban biaya besar dalam
pengelolaan, oleh sebab itu dapat dilakukan berdasarkan prioritas wilayah yang
sangat tertekan atau berdapampak besar terhadap sumber daya. (5) Melibatkan
unsur masyarakat adat dalam pengelolaan kawasan konservasi TNW.
Collections
- DT - Fisheries [711]