Show simple item record

dc.contributor.advisorFauzi, Akhmad
dc.contributor.advisorJuanda, Bambang
dc.contributor.advisorBeik, Irfan Syauqi
dc.contributor.authorAriyani, Nafiah
dc.date.accessioned2018-01-31T03:01:09Z
dc.date.available2018-01-31T03:01:09Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/89921
dc.description.abstractKemiskinan merupakan persoalan multidimensional dan paling persisten yang dihadapi oleh seluruh dunia hingga saat ini, bahkan setelah berakhirnya era Millenium Development Goals yang salah satu tujuannya adalah memberantas kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan baik secara lokal maupun global namun nampaknya belum menunjukkan hasil yang signifikan. Jumlah yang masih tinggi dan ketimpangan yang semakin melebar adalah gambaran kemiskinan saat ini yang memerlukan upaya penanganan lebih serius lagi. Sebagai negara dengan kemiskinan yang cukup tinggi salah satu tantangan dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia adalah banyaknya pihak yang terlibat (pemerintah, swasta dan masyarakat) namun masing-masing berjalan sendiri-sendiri dengan koordinasi yang sangat terbatas. Kondisi tersebut telah mengakibatkan program-program anti kemiskinan yang dikembangkan saling tumpang tindih dan berjangka pendek, dalam hal distribusi terjadi bias sasaran dan tidak merata, serta dalam penggunaan sumber daya tidak efisien,. Dampak dari semua permasalahan itu adalah upaya penanggulangan kemiskinan secara keseluruhan kurang efektif. Menghadapi persoalan tersebut, maka perlu dilakukan pengaturan kembali terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan yang berlaku saat ini. Pengaturan khususnya dalam aspek kelembagaan guna menata peran, hubungan koordinasi, dan kontribusi seulruh pihak sehingga terjadi sinergitas. Aspek kelembagaan yang menggambarkan aturan main dalam menghadapi persoalan kemiskinan yang komplek menjadi syarat keberhasilan penanggulangan upaya kemiskinan dalam konfigurasi keterlibatan pihak-pihak yang beragam dan akan menghasilkan alternatif kebijakan penanggulangan kemiskinan yang efektif. Penelitian ini memberikan gambaran tentang upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga zakat dan lembaga swasta (melalui program CSR). Secara keseluruhan penelitian mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: (1) mensintesa status keberlanjutan program-program pengentasan kemiskinan dan menentukan faktor-faktor pengungkit keberlanjutan program pengentasan kemiskinan; (2) menentukan pola penanggulangan kemiskinan terbaik dan atribut-atribut sensitif yang diduga mempengaruhinya; dan (3) menentukan model kelembagaan yang tepat untuk mengatasi persoalan kemiskinan di Indonesia. Hasil analisis menggunakan metode pengambilan keputusan multi kriteria dengan teknik Rappoverty, Promethee dan OnBalance, menunjukkan bahwa: (1) dari lima skala penilaian, secara umum status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan eksisting berstatus cukup saja (program pengentasan kemiskinan yang baik minimal harus mempunyai status keberlanjutan baik untuk menjamin program betul-betul mampu mengeluarkan orang miskin dari spiral kemiskinan yang membelenggunya).; (2) dari hasil pemeringkatan terhadap pola penanggulangan kemiskinan pemerintah, zakat dan CSR menunjukkan bahwa pola hybrid yang merupakan pola kombinasi antara ketiga pola tersebut adalah pola penanggulangan kemiskinan terbaik. Pola hybrid mempunyai keunggulan pada aspek dana, data, program, perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, pencapaian target, kesinambungan program serta terbentuknya lembaga masyarakat; (3) model kelembagaan hybrid yang dijalankan bersama oleh pemerintah sebagai badan utama, institusi multi pihak, lembaga independen dan badan kerjasama dengan koordinasi dan kontribusi sesuai keunggulan dan kompetensi masing-masing adalah model kelembagaan yang paling tepat dalam mengatasi permasalahan kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi faktor-faktor pengungkit status keberlanjutan program pengentasan kemiskinan, Faktor-faktor tersebut adalah: kesesuaian program dengan kebutuhan sasaran, koordinasi antar lembaga, konsistensi pelaksanaan dengan aturan, sosialisasi dan edukasi, peningkatan jumlah dan kesejahteraan penerima bantuan dan terbentuknya lembaga masyarakat. Agar berhasil pengembangan program pengentasan kemiskinan harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh faktor-faktor tersebut. Implikasi hasil penelitian ini terhadap kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia adalah perlu dikembangkannya program-program pengentasan kemiskinan yang berkelanjutan berdasarkan pola hybrid (kombinasi) antara pola pemerintah, zakat dan CSR baik dari sisi input, proses dan output. Pengembangan program juga harus dengan mempertimbangkan preferensi dari sisi penyedia, pengelola dan pengguna. Kelembagaan model hybrid mewakili model kemitraan antara lembaga-lembaga yang terlibat dalam penanganan permasalahan kemiskinan dalam suatu sistem terpadu. Model kelembagaan hybrid merupakan model perspektif/ex ante untuk memfasilitasi munculnya keterlibatan pihak-pihak yang beragam yang tidak jarang kontraproduktif. Dengan dukungan goodwill dan regulasi yang kuat kelembagaan model hybrid akan memfasilitasi terjadinya interkoneksi dan proses belajar di antara berbagai pihak. Model kelembagaan hybrid sangat diperlukan dalam mewujudkan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang efektif.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcRegional planningid
dc.subject.ddcRegional capitalid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleModel Kelembagaan Penanggulangan Kemiskinan; Studi Pada Program Pengentasan Kemiskinan Pemerintah, Zakat dan CSR.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordstatus keberlanjutanid
dc.subject.keywordfaktor-faktor pengungkit keberlanjutan programid
dc.subject.keywordpola hybrid penanggulangan kemiskinanid
dc.subject.keywordkemitraanid
dc.subject.keywordkelembagaan model hybridid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record