dc.description.abstract | Program pemerintah dalam pengelolaan perikanan tangkap yang
berkelanjutan belum sepenuhnya mendapat respon yang baik dari nelayan. Nelayan
banyak yang tidak mematuhi aturan yang berlaku, seperti; penggunaan alat tangkap
yang dilarang, tidak memiliki dokumen perizinan, dan tidak melaporkan hasil
tangkapan. Evaluasi terhadap kepatuhan nelayan sangat diperlukan karena
manajemen perikanan merupakan kegiatan yang berfokus pada sumber daya
manusia dan aktivitasnya di bidang perikanan. Pengelola harus benar-benar
memahami bagaimana nelayan atau stakeholder perikanan merespon segala
peraturan yang dibuat. Evaluasi terhadap kepatuhan nelayan dapat dikaji dari aspek
karakteristik sosial-ekonomi dan persepsi nelayan.
Penelitian telah dilakukan di Tanjungbalai Asahan, Sumatera Utara pada
bulan Agustus - September 2016. Penelitian bertujuan untuk: 1) memetakan
karakteristik sosial-ekonomi nelayan, persepsi terhadap kriteria alat penangkap ikan
yang ramah lingkungan, persepsi terhadap keberadaan sumber daya ikan, dan
kepatuhan terhadap aturan; 2) membandingkan persepsi dan kepatuhan antar
nelayan berdasarkan alat tangkap yang digunakan; dan 3) menentukan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepatuhan nelayan dilihat dari aspek karakteristik sosialekonomi
dan persepsi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan
mewawancarai 150 orang responden. Analisis yang digunakan ada 3 (tiga), yaitu 1)
analisis distribusi proporsi untuk memetakan karakteristik sosial-ekonomi, persepsi,
dan kepatuhan nelayan; 2) analisis komparasi untuk mengetahui adakah perbedaan
persepsi dan kepatuhan antar nelayan berdasarkan alat tangkap yang digunakan;
dan 3) analisis Structural Equation Modeling (SEM) untuk mengetahui faktorfaktor
yang mempengaruhi kepatuhan nelayan dilihat dari aspek persepsi dan
karakteristik sosial ekonomi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan kecil di Tanjungbalai Asahan
sebagian besar masih pada usia yang produktif, memiliki pengalaman yang relatif
lama, dan memiliki pendapatan dengan rata-rata di atas upah minimum propinsi.
Pada sisi lain, nelayan pada umumnya memiliki pendidikan yang rendah, memiliki
tangggungan keluarga yang banyak, dan investasi yang dimiliki masih sangat
rendah dimana sebagian besar nelayan menggunkan kapal berukuran kurang dari 5
GT. Nelayan kecil sangat sedikit yang terlibat dalam organisasi kenelayanan dan
sosialisasi terkait perikanan.
Pada umumnya nelayan menilai sangat baik terhadap kriteria alat tangkap
yang ramah lingkungan. Seluruh responden menilai “sangat baik” untuk 7 (tujuh)
dari 9 (sembilan) kriteria alat tangkap yang ramah lingkungan, yaitu: alat tidak
merusak habitat, menghasilkan ikan yang berkualitas, tidak membahayakan
nelayan, hasil tangkapan tidak membahayakan konsumen, dampak ke biodiversity
rendah, tidak menangkap ikan yang dilindungi, dan diterima secara sosial.
Perbedaan persepsi hanya terdapat pada kriteria selektivitas yang tinggi dan bycatch
(hasil tangkapan sampingan) yang rendah. Persepsi nelayan terhadap
keberadaan sumber daya ikan terpusat pada kategori 2 (sedikit/menurun) dan
kategori 3 (tetap). Kepatuhan nelayan dalam mendukung perikanan yang
berkelanjutan masih kurang karena banyak nelayan mengoperasikan alat tangkap
yang dilarang, tidak memiliki dokumen, melanggar jalur penangkapan, menangkap
ikan pada semua ukuran, dan tidak melaporkan hasil tangkapan.
Nelayan yang menggunakan alat tangkap yang lebih selektif, seperti bubu,
dredge, dan pukat apung menilai kriteria alat penangkap ikan ramah lingkungan
lebih baik daripada nelayan yang menggunakan alat tangkap yang kurang selektif
seperti: pukat tarik dan pukat dorong. Keberadaan sumber daya ikan dinilai lebih
menurun oleh nelayan yang menggunakan jaring insang. Nelayan yang
menggunakan alat tangkap dengan ukuran kapal lebih besar, seperti bubu dan tank
kerang memiliki kepatuhan yang lebih baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan nelayan dalam mendukung
perikanan yang berkelanjutan yaitu karakteristik sosial-ekonomi nelayan, persepsi
terhadap kriteria alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan, dan persepsi
terhadap keberadaan sumber daya ikan. Karakteristik sosial-ekonomi yang paling
berperan ialah investasi (ukuran kapal), sedangkan persepsi yang paling berperan
yaitu persepsi terhadap selektivitas alat tangkap dan persepsi terhadap laju produksi
perikanan.
Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diberikan untuk pengelolaan
perikanan berkelanjutan, yaitu: 1) perlu dilakukan pembinaan atau penyuluhan
(seperti sosialisasi dan pelatihan) kepada nelayan dalam rangka meningkatkan
pemahaman nelayan terhadap pengelolaan perikanan yang berkelanjutan; dan 2)
untuk meningkatkan kepatuhan nelayan dalam mendukung perikanan yang
berkelanjutan dapat dilakukan upaya peningkatan karakteristik sosial ekonomi
nelayan, seperti mendorong dan memfasilitasi nelayan untuk terlibat dalam
organisasi kenelayanan, memberikan sosialisasi terkait pengelolaan perikanan
berkelanjutan, meningkatkan ukuran kapal yang digunakan nelayan, dan
melakukan pendampingan atau penyuluhan tentang efisiensi usaha dan manajemen
keuangan nelayan yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan. | id |