Show simple item record

dc.contributor.advisorSuprayogi, Agik
dc.contributor.advisorSatyaningtijas., Aryani Sismin
dc.contributor.authorDustan
dc.date.accessioned2016-12-09T06:51:23Z
dc.date.available2016-12-09T06:51:23Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82195
dc.description.abstractKatuk (Sauropus androgynus (L) Merr.) merupakan salah satu jenis tanaman sayur dan sekaligus tanaman obat yang diketahui memiliki manfaat dan khasiat sebagai pemicu produksi air susu ibu (ASI). Pada hewan ternak tanaman ini juga diketahui sebagai feed additive untuk memicu pertambahan produksi telur. Penelitian mengenai pemanfaatan daun katuk sebagai feed additive pada ayam petelur masih banyak menggunakan tepung daun katuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung daun katuk memiliki efek samping yang tidak diharapkan seperti tanda-tanda penurunan berat badan dan penurunan bobot kerabang telur pada unggas. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui senyawa aktif mana yang paling bertanggung jawab terhadap efek toksik tersebut. Keberadaan senyawa tanin dan saponin pada sediaan daun katuk diketahui masih cukup tinggi sebagai anti nutrisi. Besar kemungkinan suatu upaya menurunkan senyawa anti nutrisi dengan metode ekstrasi dapat menjadi alternatif guna meminimalisir dampak negatif daun katuk tersebut. Penelitian ini menitik beratkan pada bentuk sediaan daun katuk (SDK) berupa ekstrak katuk kering (EKK), ekstrak katuk seduhan (EKS) dan katuk perasan (KP) yang dibandingkan dengan tepung daun katuk (TDK). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi SDK yang lebih baik sebagai feed additive berdasarkan hasil uji fitokimia dan uji bioaktifitas terhadap produksi telur, kualitas telur dan profil hematologi ayam. Melalui penelitian ini diharapkan dapat ditentukan jenis SDK yang lebih baik sebagai feed additive. Pembuatan SDK pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan. Sediaan EKK dibuat dalam bentuk tepung kemudian dimaserasi dengan etanol (80%) dan dievaporasi (500C). Sediaan EKS dibuat dengan cara daun katuk kering diseduh dengan air hangat (500C) kemudian secara berurutan dioven (500C), dibuat tepung, dimaserasi etanol (80%) dan dievaporasi (500C). Sediaan KP dibuat dengan cara melumatkan daun katuk segar bersama dengan air kemudian diperas dan sarinya dievaporasi (500C). Sediaan TDK dibuat dengan cara daun katuk kering dibuat menjadi tepung. Semua SDK tersebut selanjutnya diuji kandungan fitokimia. Dosis setiap SDK dalam pakan dihitung dengan cara melakukan uji pendahuluan sesuai dengan dosis yang digunakan oleh Saragih (2005) yaitu 5% TDK dalam pakan. Hasil uji pendahuluan menunjukkan 5 % TDK setara dengan 50 g TDK yang bersumber dari 250 g daun katuk segar. Selanjutnya dengan berat daun segar yang sama (250 g) dilakukan uji pendahuluan untuk mendapatkan dosis perlakuan EKK, EKS dan KP. Hasil uji pendahuluan menunjukkan 250 g daun segar setara dengan 17.07g (1.71% dalam pakan) EKK, 9.63g (0.96% dalam pakan) EKS dan 34.68g (3.47% dalam pakan) KP. Penelitian ini menggunakan 50 ekor ayam petelur (hisex brown) usia 14 minggu yang diadaptasikan hingga usia 16 minggu. Ayam penelitian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan (EKK, EKS, KP, TDK dan Kontrol) sehingga setiap perlakuan terdiri atas 10 ekor ayam. Pakan perlakuan diberikan selama 70 hari setelah periode adaptasi. Selama pemberian pakan perlakuan dilakukan pengukuran konsumsi pakan, produksi telur, bobot telur, kualitas telur. Pada akhir penelitian dilakukan pengambilan sampel darah untuk mengukur nilai hematologi dan konsentrasi hormon estradiol. Data yang terkumpul dianalisis sidik ragam (ANOVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa setiap kelompok SDK mengandung 4 senyawa aktif yang sama (steroid, flavonoid, tanin dan saponin) dengan intensitas yang berbeda. Perbedaan intensitas senyawa aktif tersebut sangat dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang digunakan. Perlakuan EKK dan TDK memiliki 4 senyawa aktif yang semuanya cenderung positif kuat. Perlakuan EKS memiliki 2 senyawa positif kuat (steroid dan flavonoid) dan 2 senyawa (tanin dan saponin) cenderung positif lemah. Perlakuan KP memiliki 1 senyawa (steroid) positif kuat dan 3 senyawa (flavonoid, tanin dan saponin) positif lemah. Keberadaan 4 senyawa aktif tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap kondisi ayam penelitian. Hasil uji bioaktifitas menunjukkan pengaruh yang berbeda pada setiap kelompok. Secara umum, pemberian SDK menunjukkan respon positif terutama perlakuan EKS lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Perlakuan EKS merupakan perlakuan dengan rataan konsumsi pakan dan produksi telur tertinggi. Hasil pengukuran kualitas telur menunjukkan perlakuan EKS juga cenderung lebih baik dari perlakuan lainnya. Pengamatan profil hematologi menunjukkan semua ayam penelitian berada pada keadaan sehat. Pengaruh senyawa aktif SDK terhadap sintesis hormon estradiol tidak terlihat di akhir penelitian ini. Penelitian ini membuktikan bahwa komponen senyawa aktif yang terdapat di dalam SDK dapat memberikan pengaruh terhadap peningkatan konsumsi pakan, produksi telur, kualitas telur dan menunjukkan ayam masih dalam keadaan sehat. Perlakuan EKS merupakan perlakuan yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan SDK lainnya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultral University (IPB)id
dc.subject.ddcMedicinal plantid
dc.subject.ddcPhytochemicalsid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleKhasiat Berbagai Sediaan Daun Katuk Terhadap Penampilan Produksi, Kualitas Telur Dan Profil Hematologi Ayam Petelur Fase Pertumbuhanid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAyamid
dc.subject.keywordFitokimiaid
dc.subject.keywordKatukid
dc.subject.keywordPakanid
dc.subject.keywordTelurid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record