Show simple item record

dc.contributor.advisorSumantri, Cece
dc.contributor.advisorPurwantiningsih
dc.contributor.advisorBatubara, Irmanida
dc.contributor.advisorTaufik., Epi
dc.contributor.authorHanum, Zuraida
dc.date.accessioned2016-02-11T04:01:55Z
dc.date.available2016-02-11T04:01:55Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/78242
dc.description.abstractPerawatan kulit ditujukan sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap dampak negatif dari paparan langsung sinar matahari atau radiasi sinar ultraviolet pada kulit manusia, diantaranya adalah pencoklatan/perubahan warna kulit menjadi lebih gelap (tanning) atau hiperpigmentasi. Susu kambing merupakan sumber minyak hewani yang dapat dikembangkan untuk sediaan kosmetik. Susu kambing memberi kelembaban pada kulit sehingga mencegah kulit cepat kering dan juga menjaga kulit dari keterpaparan sinar matahari secara langsung sehingga kulit terlihat lebih cerah. Pengolahan susu kambing berupa fermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat, diduga berfungsi sebagai pemutih kulit. Penambahan ekstrak tanaman diujikan sebagai pemutih kulit atau inhibitor sintesis melanin karena memiliki zat aktif seperti fenolik, flavonoid dan zat derivatif lainnya. Daun kari diduga memiliki senyawa fenolik, biasanya pengaruh ini terkait sebagai zat antioksidan dan aktivitas inhibitor sintesis melanin Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji potensi bakteri asam laktat (BAL), sebagai kultur starter pada fermentasi susu kambing Peranakan Etawah dengan daun kari (Murraya koenigii) sebagai pemutih kulit. Proses pemutih kulit berkaitan dengan penghambatan aktivitas tirosinase, antioksidan dan penghambatan pembentukan melanin pada kultur sel B16F0 melanosit. Kultur BAL yang digunakan yaitu Lactobacillus plantarum TW 14 dan Lactobacillus rhamnosus TW 2, hasil isolasi Setyawardani (2012). Daun kari yang diperoleh dari Provinsi Aceh, lazim digunakan oleh masyarakat setempat sebagai bumbu masakan. Susu yang digunakan merupakan susu kambing Peranakan Etawah. Sebelum susu dipasteurisasi, terlebih dahulu dilakukan pengamatan terhadap berat jenis, kandungan protein dan kandungan lemak dari susu. Selanjutnya susu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. BAL yang digunakan sebelumnya telah mengalami proses pengayaan, kemudian dihitung kembali populasinya, diidentifikasi ulang sifat morfologi, fisiologi dan kimiawinya. Kurva dihitung dari 0-42 jam dan fase logaritmik ditetapkan sebagai kultur kerja. Tahapan pertama penelitian adalah mengkaji pengaruh penambahan starter sejumlah 3%, 4% dan 5% terhadap viabilitas BAL. Luaran tahap pertama digunakan sebagai acuan tahapan kedua. Tahapan kedua dilakukan untuk mengkaji pengaruh waktu inkubasi dan penambahan daun kari terhadap susu. Daun kari ditambahkan pada susu setelah dilakukan analisis terhadap kadar air, kadar abu dan diekstraksi menggunakan etanol serta dilanjutkan dengan pengujian fitokimia, fenolik, antioksidan dan inhibitor tirosinase. Ekstraksi susu dengan dan tanpa penambahan daun kari dilakukan dengan cara sentrifugasi, hasil ekstraksi disimpan pada suhu -20 oC. Analisis pada tahap pertama dan kedua meliputi uji tirosinase pada substrat L-Tirosin dan L-Dopa serta uji antioksidan. Tahapan ke-3 merupakan pengujian terhadap luaran tahapan kedua, berupa perlakuan dengan waktu inkubasi terbaik. Pengujian pada tahap ketiga merupakan uji in vitro penghambatan melanin pada kultur sel B16F0 melanosit oleh daun kari dan susu. Hasil analisis menunjukkan bahwa susu kambing Peranakan Etawah yang digunakan memiliki berat jenis, kadar protein dan kadar lemak, masing-masing sebesar 1.028 g/ml, 3.73 % dan 5.45 %. Kualitas susu ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan. Identifikasi ulang pada bakteri asam laktat juga masih menunjukkan sifat yang sama secara morfologi, fisiologi dan biokimia. Kurva tumbuh BAL TW 14 dan TW 2 masing-masing optimum pada jam ke 13 dan jam ke 12. Konsentrasi starter terbaik dilihat dari nilai antioksidan dan penghambatan tirosinase adalah 5% dengan masa inkubasi selama 24 jam. Daun kari memiliki kadar air dan abu masing-masing sebesar 38.55% dan 10.55%. Daun kari mengandung fenolik, alkaloid, terpenoid, flavonoid dan steroid, dengan kandungan total fenolik sebesar 16.21%. Ekstrak etanol daun kari memiliki nilai kapasitas antioksidan 1,289 mg dalam 1 g asam askorbat, aktivitas penghambatan tirosinase IC50 sebesar 317,5 ppm pada substrat L-Tirosin dan 793.7 ppm pada substrat L-Dopa dengan kontrol positif dari asam kojat sebesar 9.4 ppm pada substrat L-Tirosin dan 52.5 ppm pada substrat L-Dopa. Hasil pengamatan pada tahap ketiga berupa viabilitas sel, penghambatan melanin secara intraseluler dan ekstraseluler pada kultur sel B16F0. Ekstrak etanol daun kari secara viabilitas sel, bersifat toksik terhadap sel dan tidak memberikan pengaruh penghambatan melanin secara intraseluler dan ekstraseluler. Secara viabilitas sel fermentasi susu dari semua perlakuan tidak bersifat toksik pada sel B16F0. Susu kambing dapat menghambat melanin secara intraseluler B16F0, pada konsentrasi 66.7 mg/ml, sebesar 17%. Susu kambing dengan penambahan ekstrak daun kari, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 16.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 23% dan 25%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 14 memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 8% dan 27%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 14 dan daun kari, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 14% dan 18%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 2, memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing sebesar 22% dan 16%. Susu yang difermentasi menggunakan starter TW 2 dan daun kari, hnya memberikan nilai penghambatan melanin pada konsentrasi 66.7 mg/ml, secara intraseluler dan ekstraseluler masing-masing hanya sebesar 6% dan 3% dari hasil penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan susu kambing mencapai potensi optimum sebagai pemutih kulit dengan penambahan daun kari. Penggunaan BAL TW 14 dan TW 2 sebagai starter pada fermentasi susu kambing mencapai potensi optimum sebagai pemutih kulit tanpa penambahan daun kari.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcFarmyardid
dc.subject.ddcMilk processingid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titlePotensi Susu Kambing Fermentasi Dengan Penambahan Daun Kari (Murraya Koeonigii) Sebagai Pemutih Kulitid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordfermentasi susuid
dc.subject.keyworddaun kariid
dc.subject.keywordpemutih kulitid
dc.subject.keywordinhibitor tirosinaseid
dc.subject.keywordantioksidanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record